Sonora.ID - Belakangan ini banyak orang membahas tentang resesi 2023. Sebenarnya apa perbedaan resesi dan krisis ekonomi? Berikut ulasannya.
Istilah resesi banyak dicari tahu setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut akan terjadi resesi global pada 2023.
Sri Mulyani menyebut dalam studi Bank Dunia yang menilai kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.
"Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (27/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.com.
Lantas apa perbedaan resesi dan krisis ekonomi? Berikut ulasannya.
Baca Juga: Apa Itu Resesi Ekonomi: Penyebab dan Dampaknya: Materi Ekonomi Kelas 11 SMA
Perbedaan Resesi dan Krisis Ekonomi
Resesi Ekonomi
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu yang stagnan dan lama, dimulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Bisa dikatakan resesi adalah kontraksi besar-besaran dalam hal kegiatan ekonomi.
Dilansir situs resmi sikapiuangmu.ojk.go.id, resesi ekonomi adalah suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk.
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan produk domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Resesi ekonomi berdampak pada perlambatan ekonomi yang akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya. Sehingga mendorong kenaikan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bisa jadi sejumlah perusahaan bahkan mengalami kebangkrutan.
Di sisi lain, kinerja instrumen investasi juga akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya dalam bentuk investasi yang aman.
Ekonomi yang semakin sulit pasti berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat karena mereka akan lebih selektif menggunakan uangnya dengan fokus pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu.
Bagi pemerintah, dampak dari resesi ekonomi adalah pinjaman pemerintah akan melonjak tinggi. Sebab. pemerintah di setiap negara membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pembangunan negara.
Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dan nonpajak juga menjadi sangat rendah. Sebab saat resesi, pekerja menerima penghasilan lebih rendah, sehingga pemerintah menerima pajak penghasilan yang lebih rendah
Baca Juga: Berikut Ini Faktor Perekonomian Indonesia Masih Kebal Resesi
Krisis Ekonomi
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), krisis ekonomi adalah Kondisi terjadinya penurunan beberapa indikator ekonomi, di antaranya seperti krisis finansial berarti yang turun adalah sektor keuangan, nilai tukar rupiah, hingga kinerja perbankan.
"Satu kuartal negatif juga bisa dikategorikan sebagai krisis," jelas Bhima.
Bima menyebutkan bahwa dampak yang terjadi dalam resesi bisa lebih besar dan luas dibandingkan dengan krisis. Selain itu, dari sisi waktunya pun lebih panjang.
"Kalau resesi ekonomi lebih merata di seluruh sektor ekonomi baik sektor finansial maupun sektor riil," imbuhnya.
Sementara itu, Vice President Economist PT Bank Permata Josua Parade mengatakan bahwa krisis ekonomi adalah keadaan yang mengacu pada penurunan kondisi ekonomi drastis yang terjadi di sebuah negara.
"Krisis ekonomi sendiri dipahami sebagai adanya shock pada sistem perekonomian di suatu negara yang menyebabkan adanya kontraksi pada instrumen perekonomian di negara tersebut, seperti nilai aset ataupun harga," jelas dia.
Tanda-tanda krisis ekonomi biasanya ditandai oleh:
Baca Juga: Apes Total! Ini 15 Negara yang Terancam Masuk 'Jurang' Resesi, Indonesia Siap-Siap Bangkrut?
Cara Mengatasi Resesi dan Krisis Ekonomi
Ulasan sebelumnya telah membahas mengenai perbedaan resesi dan krisis ekonomi.
Ada solusi yang bisa dicoba ketika terjadi resesi dan krisis ekonomi.
Berikut ulasannya.
Dilansir Kompas.com, salah satu solusi jika terjadi resesi ekonomi yaitu dengan mengandalkan belanja pemerintah untuk mendorong aktivitas ekonomi.
"Misalnya bantuan langsung tunai (BLT) diperluas dan pekerja informal juga harus dikasih uang tunai bukan sekedar yang formal dan punya BPJS Ketenagakerjaan," kata Bhima.
Serapan anggaran stimulus juga tidak boleh lambat. "Perlu digenjot mendekati 100 persen dengan realokasi dan remodeling pos yang serapannya macet seperti halnya subsidi bunga UMKM dan PPH 21 DTP," tambahnya.
Bhima juga menyarankan agar masyarakat tak tergiur untuk berbelanja yang tidak dibutuhkan dan hanya untuk mengikuti gaya hidup saja.
"Di tengah resesi, jangan ikut latah belanja karena gaya hidup, nanti utang sana sini malah makin terjepit," jelas Bhima.
"Siapkan dana darurat secukupnya kalau sakit atau di PHK mendadak," pungkasnya.
Demikian ulasan mengenai perbedaan resesi dan krisis ekonomi serta tips menghadapinya. Semoga bermanfaat.
Baca update lainnya dari Sonora.ID di Google News.