Selain itu, perilaku flexing atau suka pamer tidak mencerminkan etika yang baik dan melanggar norma yang ada dalam masyarakat.
Tak hanya menimbulkan perbincangan dan kritik bagi si pembuat konten, flexing juga dapat memberikan efek negatif bagi pengguna lain, seperti hilangnya rasa percaya diri, menjadi pribadi yang konsumtif, timbul rasa iri dan dengki, serta perilaku ikut-ikutan.
Apabila terus dibiarkan, fenomena ini dapat menggeser fungsi utama dari media sosial itu sendiri, yakni sebagai media untuk menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi orang lain.
Untuk itu, perlu adanya kampanye terhadap fenomena yang tengah marak ini.
Kampanye terkait fenomena ini dapat membantu para pengguna media sosial untuk lebih cerdas, cermat dan bijaksana dalam menggunakan media sosial.
Fenomena flexing yang berdampak negatif menjadi masalah utama penulisan esai ini. Penulis ingin memberikan pengetahuan kepada para pengguna media sosial tentang bagaimana menjadi pengguna yang cerdas, cermat, dan bijaksana.
Baca Juga: Heboh Pamflet Nikah Massal Gratis, Ini Penjelasan Dinas Sosial Makassar
Maraknya penggunaan media sosial di kalangan masyarakat tentu harus diimbangi dengan pengetahuan yang baik, agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang ditimbulkan media sosial itu sendiri. Untuk dapat menjadi pengguna media sosial yang cerdas, cermat, dan bijaksana, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini.
Pilah Sebelum Unggah
Mengunggah konten di akun media sosial perlu dilakukan secara hati-hati. Media sosial yang bersifat publik menjadi alasan yang pas untuk berhati-hati dalam mengunggah konten. Pengguna perlu mengetahui untuk siapa dan untuk apa konten diunggah. Jangan sampai konten yang diunggah menjadi hal buruk dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Akan lebih baik, bila konten yang diunggah justru bermanfaat bagi orang lain.