Sonora.ID - Mantan Kepala BNPB Letjen TNI (Purn) Ganip Warsito mengatakan TNI saat ini mengalami tantangan dan problematika dalam tugas operasi selain perang.
Ganip mengatakan, ada kewajiban bagi TNI ketika dalam situasi tertentu harus membantu Polri. Namun dalam hal ini, TNI kerap mengalami hambatan.
Menurut Ganip, ketika ada banyak permasalahan bangsa seperti konflik Papua, kerusuhan Poso dan sebagainya, maka walaupun bukan tugas tentara, tapi dengan kemampuan yang dimiliki tentu TNI harus hadir kalau kondisi mengharuskan.
"Makanya butuh kolaborasi antara dua ini (TNI dan Polri). Kalau perlu doktrin bersama TNI dan Polri," ujar Ganip dalam Talkshow Hut ke 77, TNI adalah Kita. Sejarah, Kepeloporan dan Disain Masa Depan TNI yang digelar DPP PDI Perjuangan, Minggu (9/10/2022).
Ganip Warsito menilai kolaborasi TNI dan Polri ini sangat perlu dibangun. Sebab ketika kondisinya ancaman, diharuskan bagi TNI membantu Polri sebagaimana perintah undang-undang.
"Kalau kita tak membantu, kita (TNI) kena pidana. Itu kata undang-undang. Walaupun kadang yang dibantu tak minta dibantu, sementara kalau kita (inisiatif) membantu nanti dibilang kemajon (terlalu maju). Ini semua butuh solusi kalau bicara tantangan TNI," tegas Ganip dalam keterangan tertulis yg Sonora terima.
Sementara itu, pengamat militer Connie Bakrie mengaku setuju bahwa TNI punya tugas operasional non perang. Namun ia menilai itu bukan hanya membantu Polri.
Ia menyarankan merubah postur pertahanan ke outward looking defence. Connie pun memuji era kepemimpinan Megawati di pemerintahan yang memberikan perhatian ke alutsista TNI dengan menaikkan anggaran secara signifikan.
"Saya berharap nama TNI diubah kembali menjadi Angkatan Perang RI, karena TNI dan Angkatan Perang beda. Karena tantangan ke depan geopolitik itu nyata adanya," kata Connie.
Baca Juga: 4 Anggota TNI Akui Telah Menendang Suporter di stadion Kanjuruhan
Meski dia mengatakan tidak mudah membawa misi pertahanan.
"Bung Karno, Bu Mega, Pak Jokowi telah mencanangkan suatu yang sangat penting, visi poros maritim dunia. Harus jadi negara yang poros maritim, poros dirgantara dan poros permukaan," ucapnya.
"Bedanya AD dengan dua angkatan lain adalah AD adalah manusia yang dipersenjatai, kalau AU dan AL adalah alutsista yang diawaki. Tidak mungkin AU dan AL diharapkan jadi besar, kalau alutsista tidak dibeli," jelas Connie.
Pada kesempatan yang sama, Mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna menjelaskan ada enam poin yang perlu dilihat terkait tantangan TNI masa kini dan masa depan.
Enam poin itu adalah: Pertama, harus ada penyesuaian kebijakan strategi pertahanan dengan tantangan geopolitik regional maupun global.
Kedua, TNI harus fokus pada tantangan dan ancaman menghadapi perang saat ini yaitu asimetris war, proxy war, artifisial intelijen.
Ketiga, harus tetap mempertahankan karakter saat ini dengan melihat kepeloporan jaman perjuangan.
"Ketika jaman Bung Karno dan Ibu Mega dalam mempertahankan konsolidasi soliditas dan sinergi tiga matra TNI. Tak ada matra yang menonjol sendiri," kata Agus.
Keempat, harus mengevaluasi secara mendasar kurikulum TNI di semua lini dengan melihat ancaman dan tantangan yang dihadapi.
Baca Juga: HUT ke-77, TNI Pamer Alusista ke Warga Makassar
Kelima, politik TNI adalah politik negara yang dikendalikan langsung kepala negara (Presiden) sebagai panglima tertinggi TNI.
"Jadi TNI harus disterilkan dari kepenyingan politik praktis. Memang TNI harus tahu politik, tapi jangan dibawa dan terbawa ke politik," jelasnya.
Agus pun menyinggung bahwa dalam pemilihan Panglima TNI, aturannya adalah ditunjuk oleh presiden dan sesuai UU harus disetujui DPR.
"Tapi DPR hanya persetujuan. Jadi bukan politik yang mengendalikan. Panglima TNI tetap ditunjuk presiden," lanjutnya.
Keenam, kata Agus, dengan melihat ancaman TNI, maka kita harus pertimbangkan kondisi NKRI dan Indonesia adalah negara kepulauan.
Baca Juga: Warga Sipil Hingga Personil TNI Di Solo Terlibat Pencurian Kabel Telkom
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.