Pengalaman serupa dituturkan oleh Asma Nadia, ia menceritakan bagaimana ia datang dari keluarga dengan latar belakang ras yang berbeda.
"Sebenarnya, aku setengah Cina. Ibuku awalnya bukanlah seorang muslim, dia masuk Islam (mualaf). Tapi ayahku berasal dari Aceh. Jadi kami punya Natal dari paman yang lain, kami punya Idulfitri sebagai keluarga Islam, dan ada juga perayaan tahun baru lunar Cina," jelas penulis buku Jilbab Traveler sekaligus pendiri Forum Lingkar Pena itu.
"Sebagai seorang penulis, aku ingin tulisanku bisa terhubung dengan siapa saja. Bagiku, bukan perbedaan yang ingin kutekankan, tapi kesamaan. Kita semua suka terinspirasi, kita semua suka kebaikan, kita semua suka kebijaksanaan," tambah Asma Nadia kemudian.
Setelah menilik dari sudut pandang penulis dan sutradara yang menceritakan latar belakang keluarga, sudut pandang lain diberikan oleh musisi Indonesia yang telah berkolaborasi dengan berbagai orang.
Baca Juga: Aksi Panggung Tak Senonoh, Pamungkas: Aku Minta Maaf Jika Anak di Bawah Umur Menontonnya
"Semua yang kita butuhkan adalah cinta. Cinta adalah menerima perbedaan. Kita lahir dengan karakter dan bagaimana kita melakukan hal yang berbeda. Jadi, aku rasa aku telah menyuarakan hal itu," jelas Matter Mos.
Adapun sudut pandang dari Sakdiyah Ma'ruf yang kerap mengangkat topik sensitif dalam komedinya, berharap bahwa pekerjaannya dapat membuat orang merasakan sebuah kesatuan.
"Untuk menghubungkan persatuan dalam perbedaan, komedi mengizinkan kita untuk membicarakan hal yang setara dan tidak ada yang tertinggal di belakang. Aku harap itulah yang aku bawa dalam pekerjaanku," demikian ucap perempuan asal Pekalongan yang telah mendapat penghargaan Václav Havel Prize for Creative Dissent 2015 tersebut.
The Arts Hour on Tour adalah program BBC yang diadakan di berbagai negara di seluruh dunia. Rekaman ulang dari tiap episodenya termasuk di Jakarta akan tersedia melalui laman resmi BBC.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.