Bandung, Sonora.ID - Diketahui, perang antara Rusia dan Ukraina dinilai menjadi penyebab resesi global pada 2023.
Meski demikian, resesi global tahun depan diprediksi tidak akan berdampak langsung secara ekstrem kepada Indonesia.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Deddy Priatmodjo Koesrindartoto mengatakan, Indonesia tidak akan mengalami langsung dampak ekstrem resesi global karena tidak bergantung pada komoditas yang berasal dari negara yang berselisih tersebut.
"Negara-negara di Eropa dan sekitarnya lah yang akan merasakan dampak langsung konflik Rusia - Ukraina karena ketergantungannya pada komoditas penting seperti gas dan gandum," ucap Deddy kepada media di Bandung, Sabtu (15/10/2022).
Baca Juga: Ketahui Beberapa Jenis dan Macam-Macam Investasi untuk Hadapi Resesi 2023!
"Perang kedua negara ini mengakibatkan rantai pasok global terhadap sejumlah komoditas penting dunia terganggu bahkan terhenti," kata Deddy.
Ia menjelaskan, di Indonesia, permintaan kebutuhan energi dalam negeri masih bisa dipenuhi dengan rantai pasok yang ada dan tidak terdampak langsung oleh perang Rusia dan Ukraina, meski dampak kenaikan harga energi juga turut dirasakan karena kenaikan harga minyak dunia.
"Krisis komoditas pangan yang terjadi pada gandum juga tidak berdampak ekstrem, karena memang bukan makanan pokok kita," jelas Deddy.
Saat ini, lanjut Deddy, kondisi perekenomian Indonesia relatif kuat, ditunjukkan dengan kondisi pasar modal Indonesia yang masih dalam kondisi capital inflow, investasi luar negeri, Foreign Direct Investment (FDI) yang stabil, dan iklim investasi yang tetap berstatus investment grade.
"Ini pun ditopang dengan kebijakan aktif fiskal dan moneter yang dirasa sinergis, diharapkan efek resesi dan krisis global tidak terlalu ekstrem," papar Deddy.
"Meskipun demikian, kita tetap perlu siap-siap terhadap kondisi resesi global, bagaimanapun kita sudah menjadi bagian dari ekonomi dunia yang terhubung, namun dampaknya akan lebih ‘mild’ dan tidak seekstrem seperti negara-negara lain," imbuhnya.
Baca Juga: Perbedaan Resesi dan Krisis Ekonomi dan Tips Menghadapinya
Menurutnya, pemerintah tidak perlu memberikan pernyataan berlebihan terkait resesi 2023.
"Dikhawatorkan pernyataan yang berlebihan terkait resesi global 2023 malah justru memicu efek "self-fulfilling prophecy" dan dimaknai masyarakat dengan menahan pola konsumsi berlebihan dan akhirnya akan terjadinya ganguan yang sebenarnya terhadap perekonomian Indonesia," ungkap Deddy.
"Akan lebih baik jika pernyataan tetap mengadung optimisme, meski menghadapi tantangan berat berat, Indonesia yakin akan bisa mengatasi kondisi resesi global dengan baik," ucapnya.
Deddy menambahkan, pada akhirnya dampak resesi global akan terasa tidak langsung pada berbagai jalur, seperti gangguan ekonomi pada negara-negara tujuan ekspor, volume ekspor berkurang karena karena permintaan berkurang. Lalu berbagai kebijakan moneter negara besar, seperti kenaikan suku bunga the Fed akan berdampak pada efek pelemahan Rupiah terhadap Dollar dan bisa menjadi salah satu penyebab kenaikan suku bunga di Indonesia.
"Dengan proyeksi kenaikan inflasi dan suku bunga kedepan, likuiditas keuangan di dalam negeri berisiko menjadi berkurang," kata Deddy
"Untuk itu, masyarakat perlu mengantisipasi hal ini dengan menahan intensitas pembelian barang yang bukan menjadi kebutuhan utama pada 2023. We should prepare for the rainy day,“ pungkas Deddy.
Foto: Ilustrasi Resesi Ekonomi (Tribunnews.com)