2. Merasa bersalah ketika tidak melakukan apapun
Orang yang mengidap toxic productivity biasanya, merasa bersalah jika tidak melakukan apa-apa. Walaupun ada waktu untuk istirahat, ia merasa ada yang kurang dengan dirinya jika hanya berdiam diri.
3. Tidak merasa puas
Orang yang mengalami toxic productivity tidak kenal kata cukup dan puas. Padahal hal yang dikerjakan sudah lebih dari cukup.
4. Tidak suka beristirahat
Memiliki waktu istirahat merupakan pemikiran yang negative bagi mereka pengidap toxic productivity. Bahkan orang yang beristirahat dipandang sebagai orang yang malas.
Itulah beberapa ciri-ciri pengidap toxic productivity. Dalam kehidupan, kita harus bisa mengatasi hal tersebut. Nah berikut cara mengatasinya!
Baca Juga: Toxic Productivity: Tren Berbahaya yang Sebabkan Masalah Mental
Cara mengatasi toxic productivity
1. Sadar Bahwa Kita Hanya Manusia Biasa.
Bukan tanggung jawab kita untuk mengikuti segala kegiatan yang ada. Masih ada orang lain yang bisa melakukan hal itu selain kita. Ingat bahwa kita hanya manusia biasa, cukup lakukan yang kita mampu dan Ketika kita ada waktu saja.
2. Cari Bantuan
Jika terlanjur mengidap toxic productivity, segeralah cari bantuan untuk keluar dari hal itu. Kita bisa melakukan konsultasi atau bercerita dengan teman yang kita percayai. Selain itu, kita bisa menjadwal diri kita sendiri sebagai pengingat jika kita melakukan kegiatan terlalu banyak sampai kelelahan.
3. Hilangkan Pertanyaan “Lalu Apalagi Yang Harus Dikerjakan?”
Pertanyaan itu bisa memicu terjadinya toxic productivity. Walaupun sakit, tapi kita harus sadar bahwa tidak semua orang ingin tahu proses yang sedang kita jalani. Banyak yang kagum dengan pencapaianmu, namun tidak ada yang peduli sekeras apa kita mencoba untuk sampai ke puncak. Jadi lakukan sewajarnya saja.
Nah itulah beberapa cara mengatasi toxic productivity. Sebaiknya kita harus menghindari toxic productivity. Karena pada umumnya semua yang “toxic” itu membawa keburukan.
Jadi, mulai sekarang kita jangan merasa bersalah ketika tidak melakukan apa-apa, padahal sebenarnya kita sudah melakukan banyak hal.
Baca Juga: Ketika Produktif Jadi Toxic Productivity, Kok Bisa?