Buruh di Sulsel Desak UMP 2023 Naik 30 Persen Jadi Rp4,1 juta

31 Oktober 2022 17:25 WIB
Demo buruh di kantor Disnaker Makassar, Jl AP Petterani untuk kawal penetapan UMK
Demo buruh di kantor Disnaker Makassar, Jl AP Petterani untuk kawal penetapan UMK ( Sonora.ID)

Makassar, Sonora.ID - Buruh di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Nusantara (KSN) mengajukan tuntutan.

Mereka mendesak Upah Minimum Provinsi (UMP) naik 30 persen. Dari sebesar Rp3.165.876 menjadi Rp4.115.638 untuk tahun 2023.

Ketua KSN Sulsel, Mukhtar Guntur mengatakan pihaknya menaungi 8 serikat pekerja. Desakan kenaikan sebesar 30 persen dengan pertimbangan menyusuaikan kenaikan harga BBM subsidi.

"Kalau kami dari KSN, tetap berpedoman pada kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM pertalite kan 30 persen lebih, itu kemudian kebutuhan pokok dan lainnya naik," ujarnya saat dihubungi, Senin (31/10/2022).

Mereka berencana menggelar aksi demo besok mendesak kenaikan tersebut. Lokasinya di sejumlah titik, salah satunya di kantor Gubernur Sulsel Jalan Urip Sumoharjo Makassar.

"Kalau usulan, ya, kita tetap akan melakukan perjuangan bersama. Insyallah besok kalau tidak ada halangan kita akan aksi di kantor gubernur," jelasnya.

"Kalau perbedaan pendapat atau usulan itu sah saja. Kami berpendapat kenaikan BBM ini sangat mencekik, apalagi upah minimum Sulsel 2022 kan tidak ada kenaikan," sambungnya.

Dia menanggapi ancaman resesi ekonomi yang digaungkan pemerintah pada tahun depan. Menurutnya, desakan tersebut sebatas penyusuaian.

"Kita bilang ini kenaikan harga BBM, tapi pemerintah bilang ini penyesuaian harga. Sekarang, kita juga meminta penyesuaian upah," tegasnya.

Baca Juga: Cabor Panjat Tebing Makassar Raih 17 Medali di Porprov Sulsel ke XVII 2022

Sementara itu, Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, Suhardi memahami adanya tuntutan dari pihak buruh terkait kenaikan signifikan itu.

Namun ini tidak bisa serta merta diterima begitu saja, ada rumusan perhitungan khusus yang harus dipenuhi.

"Kalau kami ditanya, ya seharusnya, dan layaknya, tak jauh dari angka inflasi, yaitu sekitar 5 persen (usulan kenakan UMP)," jelasnya.

Dia bertutur, kondisi perusahaan saat ini juga masih dalam tahap pemulihan. Efek pendemi masih berdampak bagi perusahaan. Di samping itu kenaikan BBM juga turut mempengaruhi.

Meski demikian dia mengaku masih akan menunggu hasil musyawarah triparty, antara buruh, pengusaha dan pemerintah November mendatang.

"Angka UMP sebenarnya sudah ada angka perhitungan dan rumusannya sesuai juga Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Jadi nanti dihitung pengajuan, baik usulan pengusaha dan pekerja dipelajari pemerintah dan diputuskan," tandasnya.

Soal tanggapan kedua belah pihak pemerintah sendiri belum bisa memberikan gambaran yang signifikan terkait kenaikannya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Ardiles Saggaf menuturkan pembicaraan untuk penetapan ini rencana akan digelar pada November mendatang.

Dalam penentuan UMP mendatang, pihaknya memang tengah menimbang dengan matang isu-isu yang terjadi saat ini, utamanya persoalan kenaikan BBM.

Dia mengaku telah menerima sejumlah aspirasi dari para buruh dimana mereka meminta ada kenaikan mulai dari 20 persen hingga 30 persen.

"Tuntutannya rata-rata begitu, itu kalau mereka unjuk rasa, kita dialog rata-rata itu permintaannya begitu," terangnya.

Baca Juga: Cabor Panjat Tebing Makassar Raih 17 Medali di Porprov Sulsel ke XVII 2022

Seyogianya untuk indikator kenaikan ini telah diatur dengan runut diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kemudian turunannya pada PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Jadi dalam menentukan itu ada beberapa, yang pertama Inflasi, kemudian pertumbuhan ekonomi, ketiga rata-rata konsumsi rumah tangga, kemudian rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja," terangnya.

Hal ini secara rinci akan terdata di data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pihaknya masih menunggu data ini dikeluarkan rencana akan diberikan pada bulan 11 mendatang.

Setelahnya masih ada rumusan perhitungan yang telah diatur hingga menghasilkan angka yang paling sesuai.

"Jadi tidak bisa kita tentukan sekian persen naiknya, kita tergantung data, kalau data bilang harus naik, yah pastilah kita kasi naik, kalau persentasenya cuma 5 persen yah cuma segitu," sambungnya.

Di dalam aturan PP kata dia ada ambang batas atas dan bawah, pemerintah tidak bisa seenaknya menetapkan di atas ambang batas atas. Kalau dilakukan akan ada sanksi dari pusat.

Ardiles mengatakan dalam menetapkan UMP, pihaknya menjamin independensi Disnaker, tak ada keberpihakan, kemudian tak ada pengaturan. Hanya berdasarkan data dari BPS.

"Kita sebagai pemerintah itu ada di tengah-tengah, jadi tidak merugikan pengusaha, dan tidak merugikan buruh," jelasnya.

Semisal jika mengambil kenaikan yang tinggi, akan berdampak ke perusahaan, dimana imbasnya akan terjadi PHK besar-besaran akibat perusahaan yang tak mampu membayar pekerjanya.

Di satu sisi pihaknya juga memahami kenaikan BBM ini sangat berdampak pada ekonomi buruh.

"Harga naik, belum lagi inflasi, jadi di satu sisi memang kalau dilihat ini harus naik, tetapi kembali lagi ke data," tandasnya.

Baca Juga: Cabor Panjat Tebing Makassar Raih 17 Medali di Porprov Sulsel ke XVII 2022

Soal ragam usulan itu, Anggota Komisi E DPRD Sulsel, Selle KS Dalle menilai ini harus kembali ke kesepakatan bersama antara pengusaha dan karyawan.

"Jadi bukan soal naik signifikan, ini forum bersama, forum triparti memutuskan, pasti kan dia masing-masing memaparkan kondisi real yang dialami," katanya.

Intinya hal ini harus benar-benar tidak merugikan salah satu pihak. Apapun yang menjadi keputusan adalah keputusan bersama, tidak sepihak.

Selain itu ini juga harus transparan dan benar-benar demokratis. Selle sempat mengkritisi usulan dari Dinas Ketenagakerjaan yang sempat mengusulkan pembahasan dilakukan di luar daerah. Bukan di Makassar.

"Di rapat kita ingatkan, silahkan yang penting pertimbangannya betul cari suasana lain, bukan menghindari tekanan publik," katanya.

Dia meminta agar ini benar-benar dikaji dengan baik, agar tak ada riak-riak yang terjadi nantinya.

Pengamat Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Makassar, Abdul Muttalib memahami adanya rumusan yang ditetapkan oleh pemerintah, namun di satu sisi dia mengaku memiliki analisa tersendiri terkait kondisi ekonomi saat ini.

Menurutnya jika berdasarkan setuasi real di lapangan, kenaikan paling tepat memang berada di angka 30 persen.

"Saya kira paling tidak estimasi saya di 2023 itu paling tidak 30 persen menurut saya," ujarnya.

Itu mempertimbangkan kondisi barang yang mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebut akan merangsang daya beli yang saat ini dikhawatirkan menurun.

"Kalau daya beli menurun, artinya lapangan pekerjaan atau sumber penghidupan saat ini belum begitu bagus," katanya.

Baca Juga: Kontingen Makassar Ukir Sejarah, Raih Juara Umum di Porprov Sulsel ke XVII 2022

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm