Ilustrasi, tokoh penentang sistem tanam paksa (
National Museum van Wereldculturen via Kompas.com)
Sonora.ID - Ada beberapa tokoh penentang sistem tanam paksa atau cultuurstelsel di masa penjajahan Belanda. Berikut ulasan selengkapnya.
Dalam Encyclopaedia Britannica (2015), sistem tanam paksa merupakan kebijakan yang memaksa para petani pribumi untuk memberikan sebagian lahan pertanian yang dimiliki untuk ditanami berbagai jenis komoditi ekspor atau menggarap lahan pemerintah secara sukarela tanpa dibayar.
Komoditi ekspor yang wajib ditanam antara lain seperti kopi, tebu dan indigo.
Sistem ini dikeluarkan pada tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch dan berlaku pertama kali di pulau Jawa dan kemudian dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.
Sistem ini berlaku selama 40 tahun, sejak 1830 hingga tahun 1870.
Dalam buku Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas 8, berikut beberapa aturan sistem tanam paksa yang berlaku:
Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan untuk ditanami tanaman wajib yang garapannya berkualitas ekspor.
Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika nilai hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.
Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-sedikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat.
Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman berjalan dengan baik dan tepat dan waktunya.
Berbagai pihak mengecam sistem tanam paksa yang diterapkan Belanda lantaran merugikan para petani.