Jakarta,Sonora.Id - Generasi Z (Gen Z) merupakan generasi yang aktif dalam penggunaan internet. Mereka menerima media sosial sebagai sesuatu yang sudah biasa. Gen Z pada seabad Indonesia Merdeka akan memegang peran penting dalam pembangunan. Persoalannya, karena Gen Z lebih banyak didominasi kaum remaja, dapat mengakibatkan perilaku kecanduan penggunaan media sosial (social networking addicton).
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional Adin Bondan mengawali Webinar Gen Z dan Literasi Digital bersama Duta Baca Indonesia (DBI) dan pelaku industri kreatif, pada Jum’at, (25/11/2022).
“Karena bonus demografi, diperkirakan 60% populasi penduduk Indonesia pada 2045 nanti dikuasai oleh generasi milenial yang menguasai digital. Ini jika digarap dengan serius dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara maju dan unggul,” kata Adin Bondan.
Setidaknya ada empat dimensi yang mesti dimiliki dalam literasi digital, antara lain digital skill, digital culture, digital ethic, dan digital save. Perpusnas sesuai arah pembangunan 2020-2024 akan mendorong aktivitas literasi sebagai gerakan sosial (social movement) yang mengakar di masyarakat melalui strategi kolaborasi. Itu artinya, budaya literasi bakal menjadi ruh pembangunan sumber daya manusia. Human capital jadi penentu.
Bondan menuturkan dahulu pemajuan pembangunan ekonomi ditandai oleh sumber daya alam dan jumlah tenaga kerja yang banyak. Seperti yang disampaikan dalam teori ekonomi klasik.
“Kini, teori ini gugur dengan adanya teori ekonomi modern yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah yang berbasis pada ilmu pengetahuan,” tambah Adin Bondan.
Kondisi ini yang mau tidak mau mendorong perpustakaan untuk berbenah menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peradaban. Perpustakaan saat ini bukan lagi sebagai ruang tertutup tapi ruang terbuka, ajang berbagi pengalaman, knowledge sharing, dan berlatih keterampilan hidup.
“Kami menyebutnya sebagai transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial,” lanjut Adin.
Sementara itu penulis Toto ST Radik turut mengomentari cakapnya Gen Z menekuni industri kreatif. Banyak diantara mereka yang piawai menjadi content creator, Youtuber, film maker, dan sebagainya. Ia berpendapat generasi alfa sudah tidak gagap teknologi. Namun, ia menyoroti kekurangan infrastruktur yang mendukung bagi mereka.
“Perlu percepatan dan penguatan yang melibatkan semua pihak, seperti pegiat literasi, pegiat budaya untuk pengembangan ekonomi kreatif,” tuturnya.
Masih sedikit daerah yang bisa mewadahi Gen Z berkreatif lewat industrinya. Tapi, tidak demikian di Kabupaten Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.
Di motori pegiat literasi dan industri kreatif Benny Arnas, Lubuk Linggau kini menjelma menjadi sarang pelaku kreatifitas karena nyata di dukung oleh pemerintah daerah. Bahkan, Pemda Lubuk Linggau memproyeksikan kegiatan kreatif tersebut bagian dari agenda setingkat provinsi.
“Mereka (Gen Z) mampu beradaptasi dengan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi Industri 4.0. Mereka tidak diperbudak teknologi digital, tapi justru memanfaatkannya dengan baik,” imbuh Arnas.
Sama halnya dengan Lubuk Linggau, di Sulawesi Selatan kini mulai melirik potensi Gen Z. Tokoh Literasi Sulsel Bachtiar Adnan Kusuma 46,5% anak muda dari total populasi penduduk Sulsel akan menjadi pasar yang menarik.
“Generasi Z bercirikan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan beraktivitas melalui pendekatan digitalisasi. Namun, mereka juga perlu diajak untuk membiasakan berbudaya baca agar tidak mudah terjerat dalam informasi kosong,” ujar Adnan Kusuma.
Sedangkan Duta Baca Indonesa (DBI) Gol A Gong tidak ketinggalan untuk mengomentari kaitan Gen Z dengan Literasi Digital. Mereka acap dikenal sebagai generasi ambisius, egosentris, terburu-buru. Padahal mereka hanya perlu saluran untuk mewadahi kreatifitasnya.
“Maka, kunci utama ada di perpustakaan dan pengelola perpustakaan untuk meng-upgrade dirinya agar bisa berkolaborasi dengan para kreator,” pungkas Gol A Gong.