Jayapura, Sonora.Id - Jelang 1 Desember, yang oleh kelompok kepentingan tertentu menjadikannya sebagai hari lahir Organisasi Papua Merdeka (OPM), kerap memberikan pekerjaan rumah sendiri bagi aparat Polri dan TNI, khususnya di wilayah Bumi Cenderawasih ini. Di beberapa titik rawan seperti di Jayapura, Mimika, Manokwari, dan Kaimana, gabungan aparat Polri dan TNI tampak intens melakukan Razia dalam rangka cipta kondisi untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat setempat.
Menyikapi aksi-aksi 1 Desember sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya yang selalu diwarnai dengan tuntutan referendum untuk memisahkan wilayah Papua dari NKRI, sejumlah tokoh di Jayapura, Keerom dan Sarmi angkat bicara. Mereka meminta warga Papua, khususnya generasi muda untuk tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan ‘merdeka’ yang kerap disuarakan oleh para aktivis pendukung OPM.
“(Kelompok pendukung OPM) Ini didominasi oleh kelompok-kelompok yang belum puas. Katanya 1 Desember itu hari merdeka. Merdeka yang mereka mimpikan itu mungkin merdeka angan-angan saja. Dia mimpi sesuatu yang impossible. Saya anak veteran jadi saya harus bicara begitu,’’ tegas Dra. Sipora Nelci Modouw, M.M Ketua Badan Kerja sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Papua ini.
Mama Sip, begitu ia biasa disapa, yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Papua ini mengatakan, anak-anak muda yang aktif menyuarakan Papua merdeka telah dipengaruhi oleh informasi-informasi yang sengaja dipelintir oleh kelompok kepentingan tertentu, baik di luar negeri maupun di Papua sendiri.
‘’Saya tidak terlalu paham apakah mereka punya relasi dengan orang lain atau dengan pihak-pihak yang menjadi support mereka dari belakang atau tidak,’’ sebut Mama Sip.
Tapi, lanjut anak kandung Poreu Abner Ohee pelaku sejarah Kongres Pemuda 1928 ini, perlu upaya sungguh-sungguh dari semua stakeholder di NKRI ini untuk mengalihkan pikiran merdeka para aktivis pendukung OPM ini ke hal-hal yang lebih konstruktif. Misalnya memberikan kesadaran kepada mereka tentang persoalan-persoalan riil seperti kemiskinan yang menjadi tantangan terbesar orang Papua.
‘’Bahwa mereka mau merdeka dan mereka mimpi merdeka yang harusnya free dengan segala macam, bukan itu sebenarnya. Sementara dia terkungkung oleh kemiskinan, oleh keterbatasan dan segala macam. Saya melihat dengan kasat mata, banyak anak-anak saya ini yang hanya ikut ramai saja. Perlu langkah konkret dan pengorbanan besar agar mereka tidak melihat pemerintah sebagai musuh,” ungkap Mama Sip.
Kita sudah merdeka
Keinginan Mama Sip setidaknya sudah mulai dijalankan oleh Yohanis A. Musui. Tokoh pemuda dari Kabupaten Keerom mengaku telah melibatkan diri dalam berbagai organisasi kepemudaan (OKP) di wilayahnya, seperti organisasi pemuda adat dan Papua Muda Inspiratif. Melalui organisasi-organisasi ini, Yohanis bisa terus mengasah kemampuan untuk mengembangkan usaha kecil-kecilan (UMKM) dan mempromosikan potensi seni budaya Keerom untuk mendukung pengembangan pariwisata di wilayahnya.
Yohanis punya pemahaman sendiri tentang makna merdeka. Bagi pemuda Keerom berusia 30 tahun ini, merdeka bukan berarti pisah dari NKRI. Kita sudah merdeka, lanjut Yohanis, buat apa kita mau mundur lagi, kita harus maju karena kita sudah merdeka.
‘’Merdeka itu macam, saya kuliah sampai selesai, saya merdeka. Saya wisuda, saya merdeka. Terus saya berorganisasi saya sukses, saya merdeka. Dalam saya punya kehidupan, kalau saya baik, orang menilai saya baik, saya merdeka. Nah seperti itu saya berpikir,’’ kata Yohanis.
Merdeka dari Korupsi
Sementara itu, tokoh pemuda dari Kabupaten Sarmi, Benyamin Tiris, SE juga memiliki pendapat sendiri tentang makna merdeka. Menurut Ketua Umum Ikatan Kerukunan Keluarga Besar Philoktov Provinsi Papua (IKKBP) ini, aksi-aksi menuntut referendum yang disuarakan oleh para pendukung Papua merdeka hanyalah ekspresi kelompok-kelompok tertentu yang meminta perhatian lebih dari pemerintah.
‘’Buat kami (aksi-aksi minta merdeka) itu bukan persoalan. Itu juga mungkin berupa suatu perhatian yang diminta. Kalau untuk Papua lepas dari NKRI, itu sudah tidak bisa karena Papua itu sudah final di dalam NKRI,’’ tegas Benyamin.
Kepada para pendukung OPM, Benyamin mengimbau untuk bisa mengukur kemampuan dan kekuatan diri masing-masing. Karena menurutnya, kemerdekaan dalam arti politis adalah berbicara tentang mendirikan negara sendiri, itu bukan hal yang kecil. Perjuangan kemerdekaan yang sebenarnya itu, lanjut Benyamin, adalah perjuangan untuk membebaskan Papua dari kemiskinan, keterbelakangan, dari korupsi. Perjuangan mengelola sumber-sumber kekayaan alam yang melimpah di tanah Papua ini untuk mensejahterakan orang Papua.
“Seperti kebutuhan makan, minum, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, apa segala macam kebutuhan primer itu harus bisa kita penuhi dari sekarang dengan mengolah kekayaan alam Papua ini,’’ kata Benyamin.
Ia meminta Pemerintah tidak perlu ambil pusing terhadap tuntutan-tuntutan Papua merdeka. Rakyat Papua menurutnya, sedang menanti langkah-langkah Pemerintah untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan dalam skema Otonomi Khusus (Otsus) yang baru.
‘’Jadi kita tidak usah lagi berbicara Papua ke depan untuk merdeka apa segala macam. Kita sudah diberikan otonomi khusus itu, kita sudah diberikan wewenang khusus untuk melihat kesejahteraan daripada kami orang Papua,’’ tegas Benyamin.
Menurut Benyamin, Otsus Jilid Satu belum memberikan hasil maksimal, bahkan ia menyebutnya gagal. Karena itu Benyamin berharap pada Otsus Jilid Dua ini, Pemerintah benar-benar mengontrol secara ketat penggunaan anggaran dari dana Otsus, agar para pejabat di daerah tidak leluasa melakukan penyimpangan untuk memperkaya diri.
‘’Kepala daerah untuk mengatur (dana Otsus) tapi gagal. Gagal itu bukan ada di pusat atau dimana-mana, tapi gagal itu ada di kita orang Papua sendiri. Karena Papua sendiri memimpin orang Papua, baku tipu di atas tanah kita ini, tanah leluhur ini. Jadi jangan kita berharap atau bermimpi ke depan untuk Papua lepas dari NKRI,” pinta Benyamin.
Sambut Kedamaian Natal
Imbauan untuk menjaga Papua tetap damai lebih-lebih pada bulan Desember ini juga disuarakan oleh Pendeta Nabot Manufandu, S.Th, karena menurut tokoh agama kelahiran Biak ini, pada Bulan Desember warga Papua yang mayoritas beragama Kristiani merayakan Natal. Ia meminta para aktivis Papua merdeka tidak menebar kebencian di bulan yang penuh kedamaian ini.
“Karena Papua ini sudah menjadi rumah besar bagi semua orang, maka mari kita jaga kedamaian. Kita jaga keharmonisan, saling menghormati, menghargai, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga jangan sampai atas dasar peristiwa 1 Desember, lalu kita akhirnya menghina orang lain, membenci orang suku lain yang ada di tanah kita, menyebar fitnah, menyebar amarah dan dendam,’’ imbau Ketua Majelis GKI Galilea Yaturaharja Arso X Keerom ini.