Kubu Raya, Sonora.ID - Perhutanan sosial menjadi salah satu skema upaya pengelolaan dan perlindungan hutan. Lewat skema ini juga menjadi ruang besar bagi keterlibatan perempuan untuk lebih berperan aktif menempati posisi strategis dalam pengelolaan hutan.
Hanya saja, selama ini keterlibatan perempuan masih minim sebagai aktor utama pada konteks tersebut.
Terlebih sebagai pengambil keputusan, baik sebagai ketua Lembaga Desa Pengelola Hutan (LDPH) maupun ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Di Indonesia, hingga saat ini baru terbentuk kelompok perempuan yang telah mengantongi izin PS, yakni Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama di Desa Pal VII, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu yang mengelola 10 hektar hutan, dan Kelompok Perempuan Desa Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh yang mengelola 250 hektar hutan.
Namun, data ini tentu timpang bila dibandingkan dengan pengambil keputusan pada skema PS yang didominasi oleh laki-laki.
Baca Juga: Irjen Kementan Kunker ke BPTP Kalbar Upaya Pengawasan Komoditas Perkebunan
“Perempuan di desa hanya sebatas terlibat dalam pengelolaan pasca izin atau mengisi posisi pelengkap dalam struktur kelembagaan. Padahal di tingkat tapak kelompok perempuan mengalami beban ganda dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup,” kata Ketua Pelaksana Seminar dan Coaching Clinic Mendorong Peran Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) untuk pengelolaan perhutanan sosial di Kalimantan Barat, Hera Yulita, Kamis (1/12).
Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang sebelumnya juga telah dilaksanakan oleh JARI Indonesia Borneo Barat lewat dukungan The Asia Foundation (TAF) berkaloborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kalbar.
Menurut Hera, hal ini perlu direspon, salah satunya dengan mendorong perempuan menempati posisi strategis tersebut sembari penguatan kapasitas perempuan tetap berjalan.
Kubu Raya menjadi kabupaten yang berpotensi menggagas hal ini.
Apalagi, Kubu Raya memiliki potensi PIAPS dengan total luasan indikatif 19.807 hektar dengan 31 lokasi hutan desa seluas 132.355 hektar.
“Kabupaten Kubu Raya memiliki peluang untuk menjawab tantangan tersebut, dengan melakukan sebuah terobosan dalam mendorong kelompok-kelompok perempuan melakukan advokasi untuk mendapatkan akses pengelolaan perhutanan sosial,” kata Hera.
Hal ini, kata Hera, sejalan dengan masih adanya potensi kawasan hutan yang dapat diusulkan melalui skema PS dan terdapat kelompok-kelompok perempuan yang telah kuat terbangun melalui Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang ada di Kabupaten Kubu Raya.
Di Kubu Raya, wilayah kerja PEKKA di 5 kecamatan, yakni Kecamatan Kuala Mandor B, Sungai Raya, Rasau Jaya, Sungai Kakap dan Teluk Pakedai yang tersebar di 27 desa.
Dari 27 desa tersebut, tiga di antaranya telah memiliki izin PS, yakni Desa Selat Remis seluas 254 hektar, Desa Teluk Pakedai Hulu seluas 295 hektar, dan Desa Teluk Pakedai Satu seluas 785 hektar.
Baca Juga: Pemkab Kubu Raya Resmikan Mal Pelayanan Publik Guna Maksimalkan Layanan
Di tempat yang sama, Country Representative The Asia Foundation, Sandra Hamid menilai masih ada jarak atas peran perempuan dalam perhutanan sosial.
“Peran perempuan dalam Perhutanan Sosial kebijakannya sudah banyak yang baik dan akomodatif terhadap perempuan, tetapi dalam pelaksanaannya kita masih melihat ada jarak yang begitu besar. Dari 100 perizinan sosial hanya 5 persen yang diberikan untuk kelompok perempuan. Artinya masih besar sekali jaraknya. Untuk itu kita mendorong agar perempuan bisa terlibat dan mendapatkan manfaat dari kebijakan yang sudah baik ini. Pentingnya peran perempuan kalau terlibat, keluarga dan kampungnya perekonomiannya akan membaik. Ini ada datanya dan penelitian di 4.000 warga,” papar Sandra.
Sementara itu, Direktur JARI Indonesia Borneo Barat, Firdaus, menerangkan dengan adanya kegiatan ini agar perhutanan sosial tidak hanya berhenti di upaya proteksi tetapi mencoba variabel dalam pembangunan perhutanan sosial soal pembangunan ekonomi.
Menurutnya, komunitas perempuan mempunyai pengetahuan untuk mengelola potensi salah satunya di kehutanan sosial.
“Ini harus diperkuat agar mereka mempunyai akses terhadap pengelolaan yang mereka lakukan,” tukasnya.