Stigma HIV/AIDS Di Bali Masing Tinggi, ODHA Tak Boleh Sekolah

4 Desember 2022 21:55 WIB
Ilustrasi HIV AIDS.
Ilustrasi HIV AIDS. ( )

Denpasar, Sonora.ID - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes menyebutkan, saat ini di Bali masuk katagori epidemi terkonsentrasi HIV/AIDS, di mana estimasi ODHA saat ini sebanyak 31.686 orang (berdasarkan data hingga Maret 2022). Mirisnya, masih banyak stigma yang merugikan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Relawan Jalak Bali sebagai pendamping pasien ODHA, I Made Suarnayasa menuturkan, masih banyak stigma buruk terhadap orang dengan HIV/AIDS di Jembrana, bahkan seluruh dunia.

Bahkan, diskriminasi terhadap pasien ini masih sering ditemui di kalangan masyarakat, meskipun tak separah dulu.

Dek No, Sapaan akrabnya mengatakan bahwa umumnya saat ini diskriminasi tersebut masih secara verbal.  Bahkan, ada kejadian seorang anak ditolak sekolah karena mengetahui orangtua (ayah ibunya) adalah ODHA.

Beruntungnya, ia bersama relawan Jalak Bali melakukan advokasi ke pihak sekolah untuk menerangkan bahwa HIV/AIDS itu tidak seseram yang dikira dan penularannya tidak semudah yang dibayangkan.

Baca Juga: Peran Genre dalam Mencegah HIV/AIDS di Kota Palembang

"Anaknya tidak diperbolehkan sekolah. Bagi kami, mereka yang lakukan diskriminasi itu wajar karena tidak tahu informasi mengenai cara penyebaran HIV. Intinya, jangan jauhi orangnya, tapi jauhi penyakitnya," tegasnya di Jembrana, Kamis 1 Desember 2022.

Dia mengakui, untuk mengantisipasi hal serupa terjadi, pihaknya telah berupaya masuk ke ranah desa adat guna melakukan sosialisasi. Biasanya, pihaknya lebih menekankan ke masyarakat yang tak perlu resah berlebihan terhadap ODHA.

Selain cara penularannya yang tak mudah, saat ini ODHA juga tidak perlu takut berlebihan karena sudah ada obat antiretroviral (ARV) yang diberikan gratis oleh pemerintah.

"Kami berupaya untuk melakukan edukasi bahwa HIV tidak seseram yang mereka bayangkan. Kemudian mereka ODHA ini sudah diberikan obat. Intinya mau berobat saja," ujarnya.

Di Jembrana, jumlah ODHA ada 768 orang dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. Setiap bulannya, tercatat ada 7-10 kasus. Namun, dari jumlah tersebut hanya separuhnya yang menjalani pengobatan aktif. Mereka dominan berusia produktif bahkan ada juga yang tertular dari orangtuanya.

Menurut data yang berhasil diperoleh, dari total jumlah penderita, hanya 449 orang yang masih aktif mengkonsumsi ARV. Bahkan, dari jumlah itu tercatat 28 anak dan 10 ibu hamil terkonfirmasi positif. Sisanya, ada yang menolak didata, pindah, rujukan ke daerah lain, hingga meninggal dunia.

Case Manager Klinik VCT RSU Negara, dr Ni Putu Sri Wardani menjelaskan, rata-rata temuan kasus setiap bulannya di angka 7-10 orang. Namun, khusus untuk November 2022 ada penambahan 15 orang. Bahkan, ada 2 anak dan 3 ibu hamil terkonfirmasi positif.

Jika secara total, sejak Januari-November tercatat ada 78 orang.

"Jika keseluruhan hampir mencapai 800 orang pasien ODHA lebih di Jembrana. Rata-rata temuan tiap bulannya 7-10 orang. Tapi di November ini ada 15 orang. Itu setiap akhir tahun selalu meningkat," jelas dr Sri Wardani saat memberikan keterangan usai acara peringatan Hari AIDS di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kamis.

Ia menyebutkan, dari total pasien ODHA, hanya separuhnya atau sekitar 400-an orang yang menjalani pengobatan aktif. Penyebabnya banyak faktor, seperti memang belum mau berobat, pindah wilayah berobat, hingga ada yang sudah meninggal dunia.

Baca Juga: Peran Genre dalam Mencegah HIV / AIDS di Kota Palembang

Case Manager Klinik VCT RSU Negara, dr Ni Putu Sri Wardani menjelaskan, rata-rata temuan kasus setiap bulannya di angka 7-10 orang. Namun, khusus untuk November 2022 ada penambahan 15 orang. Bahkan, ada 2 anak dan 3 ibu hamil terkonfirmasi positif. Jika secara total, sejak Januari-November tercatat ada 78 orang.

Di Denpasar, perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat, Yanthi mengatakan, KPA Denpasar mencatat tahun ini di layanan kesehatan menangani 14.500 kasus HIV/AIDS yang didominasi kasus usia produktif usia 15-59 tahun dengan persentase 95 persen.

“Untuk faktor risiko heteroseksual 72 persen, homoseksual 19 persen, narkoba suntik 4 persen dan ibu ke anak juga cukup tinggi, lelaki seks dengan lelaki juga meningkat cukup signifikan,” ujar dia.

Di Tabanan, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan setempat, dr Ketut Nariana mengatakan, kasus HIV/AIDS meningkat tajam. Pada 2021 yang hanya ditemukan 9 kasus, kini di 2022, meningkat menjadi 24 kasus. 24 kasus ini tercatat awal Januari 2022 hingga Oktober 2022.

Berdasarkan Informasi yang dihimpun, mulai 2018 lalu, Dinas Kesehatan Tabanan menemukan 47 kasus HIV dan AIDS 61 kasus. Kemudian, di 2019 ditemukan 45 kasus HIV dan 53 kasus AIDS. Pada 2020, ditemukan 43 kasus HIV dan 40 kasus AIDS. Pada 2021 ada 53 kasus HIV dan 9 kasus AIDS. Pada 2022, hingga Oktober 2022 AIDS meningkat tajam menjadi 24 kasus dan HIV 45 kasus.

Nah, untuk kasus 2022 sendiri rentang kasus usia antara 5 tahun sampai 60 tahun. Terbanyak adalah usia 20 tahun sampai 59 tahun. Dan faktor jangkitan HIV/AIDS adalah hubungan heteroseksual, tato dan perinatal.

Menurutnya, faktor peningkatan kasus adalah karena orang yang terjangkit kurang disiplin minum obat. Pihaknya pun, sudah memberikan pelayanan dan imbauan maksimal. Kasus AIDS meningkat karena kasus HIV berubah stadiumnya menjadi AIDS.

Di Klungkung, Kepala Dinas Kesehatan setempat, dr Ni Made Adi Swapatni mengatakan, sepanjang 2022, terdata 39 kasus baru HIV/AIDS.

Bahkan 6 kasus diantaranya, diderita oleh remaja dengan rentang usia 20-24 tahun, 28 orang berusia 25-49 tahun, dan 5 orang berusia lebih dari 50 tahun. Secara keseluruhan, ODHA di Klungkung tahun 2018-2022 ada 224 orang.

Sekretaris KPA Klungkung I Wayan Sumanaya menjelaskan, kasus baru HIV/AIDS biasanya ditemukan saat adanya warga yang datang konseling di Puskesmas. Menurutnya, ODHA biasanya baru menunjukkan gejala setelah 5 tahun terinfeksi. Itu pun masih ada ODHA yang sengaja menutup diri, sehingga belum terdata.

Baca Juga: Ciptakan Akses Kebutuhan Penyintas HIV/AIDS, PKBI Sumut Gelar Lokakarya Konsep Advokasi

"Tidak menutup kemungkinan, angka ODHA di Klungkung lebih dari yang terdata saat ini," katanya.

Di Bangli, Kepala Dinas Kesehatan setempat, I Nyoman Arsana, mengatakan, ibu hamil wajib menjalani serangkaian pemeriksaan, salah satunya pemeriksaan HIV/AIDS. Dari pemeriksaan yang dilakukan sejak awal 2022, tercatat dua orang dari 2.311 ibu hamil reaktif HIV.

Pihaknya menjelaskan, ibu hamil memiliki risiko melahirkan anak dengan beberapa penyakit bawaan. Oleh sebab itu ada program nasional untuk pemeriksaan beberapa penyakit, di antaranya sipilis, HIV/AIDS, hingga hepatitis.

Terkait pemeriksaan HIV/AIDS pada ibu hamil, lanjut Arsana, tujuannya untuk mencegah munculnya orang dengan HIV/AIDS (ODHA) baru.

Arsana menambahkan, kasus HIV/AIDS ini bagaikan fenomena gunung es. Pihaknya mensinyalir ada lebih dari 18 pasien yang aktif memeriksakan diri ke RSU Bangli. Maka dari itu pihaknya menyarankan pada masyarakat yang merasa berisiko, agar datang ke pelayanan kesehatan.

EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm