3 Cerpen tentang Hari Ibu, Sang Pahlawan yang Penuh Kasih Sayang

20 Desember 2022 16:00 WIB
Ilustrasi Cerpen tentang Hari Ibu
Ilustrasi Cerpen tentang Hari Ibu ( Freepik.com)

Sonora.ID - Cerita pendek atau cerpen adalah karya tulisan yang tidak sepanjang novel dan memiliki batasan-batasan tertentu karena disebut sebagai cerita yang pendek.

Biasanya sang pembaca akan dengan mudah menyelesaikan cerpen dalam sekali baca karena konfliknya yang cenderung tidak terlalu rumit dan panjang ceritanya yang tidak sepanjang novel atau karya tulis lainnya.

Cerpen bisa berisi banyak tema, salah satunya adalah tentang hari ibu.

Hari ibu diperingati pada 22 Desember sebagai satu hari yang didedikasikan khusus untuk para ibu yang sudah memberikan kasih tanpa pamrih kepada anaknya.

Berikut ini adalah 3 cerpen tentang hari ibu.

1. Kado Terbaik karya: Asri S

Ruri berjalan gontai menuju rumahnya. Dia baru berpapasan dengan Zahira yang membawa kue mini untuk Ibunya. Kue itu memang cantik, dengan gambar Ibu dan anak kartun dari whipping cream merah muda. 

Akan tetapi, Ruri sempat menguping saat Zahira berkata harga kue itu lebih dari uang saku miliknya, bahkan setara saat dia mengumpulkannya selama sebulan.

Dengan begitu, Ruri mengerti dia tidak bisa memberikan kue cantik untuk ibunya. Bocah kelas 4 SD itu lalu menimang-nimang untuk memberi hadiah hari Ibu pada bulan berikutnya.

Namun, Ruri benar-benar tidak tahu apakah bulan depan dia tetap layak merayakan hari Ibu. Pasalnya menurut paparan gurunya Hari Ibu datang setahun sekali. Lantas, apakah Ruri pantas untuk menunda-nunda perayaan hari Istimewa tersebut?

Tanpa disangka kaki kecilnya telah sampai di teras. Kemudian pemilik rambut keriting itu mengintip seseorang dari lubang di bilik bambu rumahnya. Tampaknya neneknya masih tidur sehingga Ruri tidak perlu repot-repot menyiapkan makan siang.

Kemudian Ruri cepat-cepat berlari ke halaman belakang, lalu melewati jalan setapak hingga menemukan sungai yang keruh. Di sana ada jembatan sempit yang dinding-dindingnya tampak ditumbuhi oleh lumut.

Kaki kecilnya lantas terus melangkah dengan antusias hingga menemukan pusara ibunya di antara ratusan pusara warga Desa.

“Kata Bu Guru hari ini adalah hari Ibu. Selamat hari Ibu ya ibuku tersayang,” katanya sambil mencium pucuk pusara ibunya.

“Aku ingin membeli kue cantik, Bu. Aku akan memberikannya untuk nenek bulan depan. Sedangkan ibu akan mendapat Alfatihah istimewa dariku hari ini,” tambahnya.

Setelah itu, ruri kembali ke rumah untuk merawat neneknya.

Baca Juga: 8 Contoh Cerpen tentang Sekolah Lengkap dengan Penjelasannya

2. Hari Ibu Bukan 22 Desember

“Ndah, besok kita ke pameran yang ada pasar malamnya itu ya. Kamu bantuin aku cari buket.”

“Buket, untuk apa sih, Ra?”

Aku sungguh tahu bahwa dirinya baru saja selesai mandi. Semerbak shampo sachet masih tercium hingga seluas ruang tamu sederhana rumah ini.

Memang sih. Rara orangnya selalu saja seperti itu. Di kala libur, ia sering kali tiba-tiba bertamu ke rumahku syahdan mengajakku untuk jalan-jalan.

Walaupun terkadang aku sampai jenuh gara-gara introvert-ku terganggu, tapi seru juga. Setidaknya aku bisa menjaga rutinitas mandi setiap pagi.

Toh, cukup banyak juga kan anak perempuan seumuranku yang keasyikan rebahan di saat liburan hinggalah lupa mandi.

Tambah lagi sekarang ini sudah masuk libur semester. Ya, mandinya paling-paling setelah nanti sang surya tergelincir. Itu pun kalau ingat. Dan…kalau Emak di rumah sudah mulai naik darah.

“Itu lho, Ndah. Lusa kan tanggal 22 Desember Tahun 2021.”

“Memangnya kenapa dengan tanggal 22, Ra. Aku kan ulang tahun di bulan Juni?”

“Hiks. Indah, Indah. Besok itu Hari Ibu lho. Makanya aku ingin cari-cari karangan bunga yang murah-murah untuk Mamaku.”

“O gitu. Oke deh. Memangnya selama ini kamu belum pernah kasih Mamamu hadiah gitu?”

“Hehe. Belum, Ndah. Ada juga dua tahun yang lalu. Itu pun juga di Hari Ibu. Aku juga ingatnya gara-gara diumumkan di sekolah oleh wali kelas.”

“Hadeh. Dasar Rara!”

“Lho, memangnya kenapa, Ndah? What’s wrong with me?”

“Hemm. Absolutely wrong, Say!”

Ada-ada saja nih sahabatku. Aku sontak menjadi kesal tersebab kisahnya. Masa sih sahabat terbaikku ini terakhir kali memberikan hadiah kepada mamanya dua tahun yang lalu! Sungguh sudah sangat lama.

Dan, masa iya dirinya ingin beli buket yang murah. Mendengarnya saja jadi pening kepalaku.

*

“Nak, besok pagi-pagi Indah temani Ibu ke pasar, ya. Tadi Ayah baru saja nelpon bahwa lusa ada beberapa rekan kerjanya yang ingin bertamu.”

“Oke siap, Bu.”

Rara belum sempat bersandar di bangku ruang tamu, tiba-tiba Ibuku menghaturkan permintaan. Aku sepertinya harus membikinkan ia segelas teh hijau. Entah mengapa aku mulai merasa bahwa ia sedang bersungut.

“Ndah, jadi besok bagaimana? Kok kamu malah mengiyakan ajakan Ibumu daripada aku?”

“Nah, kan. Esmosi niyeee! Ya iyalah Ra. Itu Ibuku lho. Perempuan terbaik di dunia ini. Sedangkan kamu adalah sahabatku dan kita baru berkenalan tiga tahun yang lalu.”

“Jadi…”

“Hehe, sabar, Ra. Bukankah sebagai seorang anak kita harus meninggikan bakti kepada Ibunda? Dan aku pikir, dengan memenuhi hajat alias keinginan Ibuku, itu tandanya aku sedang memberikan hadiah kecil kepadanya.”

“Hahaha. Indah, Indah. Kamu ada-ada saja. Hadiah ya hadiah, bantuan ya bantuan. Paling tidak kamu belikan buket, atau kue, atau perhiasan deh untuk Ibumu.”

“Ehem. Indah, kamu tahu sendiri kan, aku hanyalah orang biasa yang berasal dari keluarga sederhana. Berat rasanya bagiku untuk memberikan Ibunda hadiah, apalagi jenis hadiah yang dimaksud adalah seperti ucapanmu tadi. Jikalau begitu ukuran hadiah untuk Ibu, mungkin aku akan sangat sulit sekali berbakti kepadanya.”

Rara pun terdiam tanpa kisah. Ia tak bisa menyanggah ucapanku. Kupikir, remaja cantik itu takut salah bicara hingga nanti kiranya aku bakal sakit hati. Padahal tidak! Aku tidak sebaper itu.

“Ra, menurutku hadiah untuk Ibunda tercinta itu tidak harus selalu dengan uang, barang, atau perhiasan. Ketika kita membantunya dengan sepenuh hati dan tidak membantah setiap nasihat baik, aku rasa itu adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada Ibu. Di luar sana, mungkin banyak anak yang lebih kaya dari kita, dia bisa memberikan apa pun kepada Ibunya. Tapi ternyata? Masih saja ada keributan di antara mereka gara-gara si anak kurang taat, sedikit berbakti, dan tidak perhatian dengan orang tua. Aku tidak ingin seperti itu, Ra.”

Rara kembali terdiam, tapi kali ini ia lega. Sontak saja diambilnya gelas berisi teh hijau dan langsung diminumnya hingga beberapa teguk.

Perempuan ini benar-benar adalah sahabat sejatiku. Rara sungguh mau berbesar hati menerima opini jujurku. Engkau hebat, Ra!

“Ndah, jadi, sebenarnya Hari Ibu itu bukan tanggal 22 Desember, ya?”

“Begitulah, Ra. Sejatinya Hari Ibu itu terjadi setiap hari, dan setiap hari adalah kewajiban kita sebagai seorang anak untuk membahagiakannya.”

“Oke siap. Tapi besok siang kamu masih mau kan temani aku cari buket?”

“Mau dong. Nanti setelah pulang dari pasar, aku kabari ya.”

“Nah, cakep. Besok aku traktir kamu deh!”

“Wah, mantap ini. Aku mau boba!”

Baca Juga: 7 Contoh Cerpen Romantis, Kisah Cinta Pasangan yang Tulus

3. Rindu Ibu

Tak jarang aku dibuat iri dan kesal karena ibu jarang ada di sisiku. Sementara teman-temanku yang lain mereka mendapat kasih sayang seorang ibu setiap harinya.

Ayah hanya mengatakan hal yang sama berulang: ‘sabar sayang, ibu bukan tak sayang kamu, tapi ia harus bekerja dulu, sabar…”

Ya, ibuku bekerja sebagai TKW di luar negeri, tepatnya Singapura. Alih-alih mengurus anaknya sendiri, Ibu mengurus anak orang lain di sana.

Hari silih berganti waktu terus berputar, tak terasa aku belum melihat ibu secara langsung selama tiga tahun.

Selama itu aku hanya menghubunginya via video call. Akhir-akhir ini pun aku sering acuh jika jika VC dengannya. Aku tampak marah karena memang kesal. Kesal karena rindu ibu.

Tampak terlihat jelas kalau ibu pun kecewa, ia tahu anaknya marah karena selalu diminta pulang, tapi tak bisa.

“Ibu di sini karena kamu, sabar nak tinggal beberapa bulan lagi ibu pulang,” kalimat yang sering ibu ungkapkan ketika aku menagih pulang dirinya.

Di sekolah rasa kesalku terkadang belanjut sehingga membuat aku malas untuk belajar. Beruntung, teman-temanku sering mengajak aku bermain, setidaknya rasa rindu bercampur kesal kepada ibu sedikit hilang.

Pada suatu hari, ada seorang siswa baru bernama Ani. Ia datang dari kampung yang jauh untuk pindah ke kota. Lantaran ayahnya kini bekerja di sini.

Ani terlihat sebagai anak yang baik dan lembut. Namun, saat diajak main sepulang sekolah, ia selalu menolaknya.

“Aku mau bantu ayah bekerja,” jawab Ani setiap diajak bermain.

Di satu pagi dengan kekesalan yang sama—dan rindu yang sama—aku datang ke sekolah dengan wajah muram.

Ani yang melihatnya pun penasaran. “Kamu kenapa Debi? Ko cemberut?”

“Kesal sama ibu,” jawabku singkat.

Ani tambah penasaran. “Kenapa kesal?”

Aku jawab rasa kekesalanku dan alasan ibu bekerja di luar negeri. Ani tersenyum mendengarnya dan terlihat ‘lega’.

“Ani, kenapa kamu malah tersenyum? Bukankah kamu akan kesal jika mengalami hal serupa seperti aku?” tanyaku.

Gadis baik ini menjawab singkat.

“Kamu beruntung,” jawab Ani. Aku tambah kesal. “Kenapa bisa disebut beruntung?”

“Kamu beruntung karena masih punya ibu,” jawab Ani. Aku sedikit kaget.

“Ibuku meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan. Pindah ke sini karena bapak ingin melupakan momen bersama ibu dan bekerja sebagai pedagang keliling karena di kampung bisnis bapak hancur karena ia terus ingat dengan ibu.”

“Aku dengan ayah sama, perasaanku sama, aku rindu dan hancur tanpa ibu. Berat meninggalkan kampung halaman yang di mana aku besar dengan ibu di sana.”

“Tetapi hidup terus berjalan dan bapak perlu bekerja.”

Aku hanya terdiam mendengar cerita Ani.

“Debi, maaf kalau aku lancang dan mungkin seperti sok tahu. Tapi ingatlah, ibumu masih ada walau berjarak jauh. Kasih sayangnya membuat ibu harus pergi jauh. Tak apa, ibumu pasti pulang. Rindu yang akan terbalaskan meski masih lama itu kangen yang menyenangkan.”

“Sementara aku, kangen ‘ku tak akan terbalas. Rasa kangenku sulit disembuhkan.”

Setelah perbincangan hangat itu hidupku berbalik. Melihat sudut pandang lain dan membuat aku mencoba mengerti posisi ibu. Kini, tak ada kesal karena rindu. Namun aku memilih menunggu dengan bahagia karena kangen ibu.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.

Baca Juga: 9 Contoh Cerpen tentang Kehidupan, Memberi Motivasi dan Inspirasi

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm