Pakar Nasional dan Internasional Beri Solusi Hindari Bencana Pemanasan Global

23 Desember 2022 13:18 WIB
Foto bersama jajaran pimpinan Pertamina Foundation dan Universitas Pertamina, serta narasumber dalam Simposium Internasional Blue Carbon 2022
Foto bersama jajaran pimpinan Pertamina Foundation dan Universitas Pertamina, serta narasumber dalam Simposium Internasional Blue Carbon 2022 ( Universitas Pertamina)

Carlo M. Carlos, pakar bidang lingkungan dari ASEAN Center for Biodiversity, menyampaikan upaya ASEAN dalam mengurangi dampak negatif emisi karbon melalui program '22 Action Target for 2030'.

“Melalui ASEAN Center for Biodiversity, kami mengkoordinasikan upaya konservasi dan keberlanjutan biodiversitas di negara-negara ASEAN. Diantaranya melalui ASEAN Youth Biodiversity Programme, reduksi polusi, pengelolaan sumber daya alam, pengembangan kapasitas dan lain-lain,” jelas Carlos.

Di Indonesia, blue carbon tersebar melalui ekosistem pesisir seperti hutan bakau, hutan mangrove dan padang lamun. Indonesia memiliki 23% dari total luasan hutan mangrove dunia, atau sekitar 3,22 juta ha. Potensi jumlah cadangan blue carbon yang dapat diserap di Indonesia mencapai 891,7 ton C/ha.

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kehidupan Manusia Serta Cara Meminimalisir Dampaknya

Besarnya peluang ekosistem pesisir ini menjadi salah satu fokus utama dalam rancangan kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dr. Novi Susetyo Adi, Peneliti Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyampaikan Indonesia memasukkan hutan mangrove dalam rencana program reducing emissions from deforestation and forest degradation plus (REDD+) berskala yurisdiksi di bawah Dana Karbon Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility / FCPF).

Namun besarnya peluang tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia juga harus bersiap dalam menghadapi tantangan dalam pengembangan blue carbon.

Dr. A’an Johan Wahyudi sebagai perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional mengungkapkan bahwa Indonesia akan menghadapi tantangan pengembangan berbagai vegetasi yang tumbuh di ekosistem pesisir dan laut, pengembangan area konservasi dan pengurangan emisi karbon.

Sementara itu, Prof Catherine Lovelock dari School of Biological Sciences The University of Queensland menyampaikan bahwa berdasarkan penelitiannya, pengembangan blue carbon memiliki banyak manfaat.

Tidak hanya menambah keberagaman biofisik, blue carbon mampu membawa peluang finansial seperti objek wisata. Blue carbon juga menghasilkan keragaman hayati, melindungi pesisir pantai, menjaga kualitas air serta menjaga biota laut.

Baca Juga: 6 Sumber Energi Alternatif yang Ramah Lingkungan, Apa Saja Contohnya?

Rektor Universitas Pertamina, Prof. Ir. I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, Ph.D., berharap simposium internasional ini dapat membangun kolaborasi riset dan jejaring peneliti blue carbon.

“Universitas Pertamina bersama mitra-mitra dalam dan luar negeri, mengumpulkan para pakar untuk membahas tantangan, potensi dan usulan rekomendasi guna pengembangan blue carbon kepada Pertamina maupun pemerintah” tutupnya.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm