10 Puisi untuk Ayah yang Sudah Meninggal, Mengharukan dan Mengundang Tangis

26 Desember 2022 17:45 WIB
Ilustrasi puisi untuk ayah yang sudah meninggal.
Ilustrasi puisi untuk ayah yang sudah meninggal. ( unsplash.com)

Sonora.ID - Mengharukan dan menyayat hati, berikut adalah beberapa contoh puisi untuk ayah yang sudah meninggal.

Orang tua tentu merupakan sosok yang paling berarti dalam hidup setiap orang.

Lewat perjuangan mereka, kita bisa tumbuh dewasa dan merasakan berbagai kenikmatan hidup sebagaimana yang kita miliki saat ini.

Lantaran besarnya jasa orang tua, kita sebagai anak tak akan pernah mampu membalas jasa dan perjuangan mereka di hidup ini secara sepadan.

Maka, adalah sebuah keniscayaan bila orang tua merupakan sosok yang paling patut disayang dan dihormati dalam hidup seorang anak.

Meski begitu, ada beberapa orang kurang beruntung yang telah kehilangan orang tua mereka lebih awal ketimbang kebanyakan yang lain.

Momen kehilangan orang tua semacam itu tentu sangat menyakitkan bagi seseorang. Pasalnya, ketika orang tua telah meninggal, hidup seseorang akan terasa sangat hampa, murung, dan penuh kegelisahan.

Maka dari itu, orang yang telah kehilangan orang tuanya membutuhkan wadah untuk mengekpresikan perasaan dan bahkan kesedihan mereka.

Baca Juga: 15 Puisi Hari Guru Singkat dan Menyentuh Hati, Bentuk Hormat atas Jasa Guru Selama Ini

Sebab, bila perasaan semacam itu tak disalurkan, maka kemungkinan besar ia bakal mengalami stres dan bahkan depresi.

Maka, sebagai bahan untuk mencetuskan ide guna menyalurkan perasaan, berikut Sonora sajikan contoh puisi untuk ayah yang sudah meninggal, sebagaimana dilansir dari pelajarindo.com.

Puisi untuk Ayah yang Sudah Meninggal

1. Untuk Ayah yang Telah Berada di Surga

Ku nikmati Rindu,
yang tercipta oleh Lengkung Jingga,
Bersama Dentingan Dawai Gitar,
Mencoba untuk bernostalgia dan,
melupakan segenap Prahara yang ada.

 

Aku tak Risau,
Soal lemahnya daya ingatku akanmu,
Sebab Tuhan selalu berhasil,
Mengembalikan kenangan kita
Lewat Senja yang berbau Rindu itu.

Aku masih menyapamu,
Sebagaimana kau menyapaku dulu,
Namun kepergianmu,
Membuat Senja tak lagi sama,
Bahkan puisiku juga.

Ketahuilah..
“Kamu” adalah Gagasan Utama,
Pembicaraanku dengan TUHAN,
Disetiap kedua telapak tangan terbentang menganga,
diiringi air mata.

2. Pengaduan Rindu kepada Tuhan

Padamu wahai Senja,
Dimana mereka sembunyikan senyum pembelah malam pekat itu ?
Kemana mereka buang sisa canda tawa Penghardik gundah itu ?
Tidak kah mereka paham ?

Teruntuk Tuan Surya yang mengantuk,
Siapa sebenarnya yang kejam ?
Mengapa tak henti mereka hantamkan belati usang itu ?
Kapan mereka (akan) mengerti betapa dalamnya rasa sakit ini ??

Sudahlah!
Biarkan raga berpaling dari hingar-bingar ini,
Lalu perlahan menuju pecahan cermin kusam tajam,
tanpa menunjuk kambing hitam.

TUHAN,
Tidaklah mudah bagiku menelan sejuta realita ini,
Berdansa dengan hukum hidup,
Ditepi kodrat amat pahit ini,
Benar sangat berat.

TUHAN,
Aku rindu dia,
Aku rindu Ayah.
Rindu Pelukan, ciuman, senyuman, teguran dan amarahnya.

TUHAN, Tempatkan Ayah disamping-Mu.

3. Puisi Rindu Ayah Tersedih

Dua tahun sudah terlewat,
Jalani hidup dalam nuansa pekat,
Sekarang jauh yang dulunya dekat,
Kenyataan perlahan ganggu semangat.

Ayah, Bagaimana kabarmu?
Ini aku, Ayah. Anakmu.
Yang dulu sering membentakmu,
Mengabaikan nasihatmu,
Mengaduhkan pituahmu.
Sekarang aku Rindu.

Ayah, Dimana kamu sekarang?
Aku ingin bertemu sekali lagi,
Untuk membasuh dan menciup kakimu,
Lepaskan seluruh siksa dan belenggu,
Tentang perkara kecamuk dan sendu.

Ayah, kau selalu kurindui,
Kudo’akan sejak siang hingga malam hari,
Kupasrahkan semua pada Ilahi,
Asaku padamu selalu menemani.
Hingga ajal menjemput diri.

Ayah, bersabarlah.
Hanya kau yang ada,
Dalam pagi dan senjaku,
Malam dan subuhku,
Nyata dan mimpiku.
Jangan ragukan itu.

4. Rindu Pelukan Ayah

Ketika senja menjelang,
Sayup Adzan mulai berkumandang,
Burung-burung pulang ke sarang,
Gembalakan ternak menuju kandang.

Sementara aku disini,
Duduk sepi dan sendiri,
Perihal rindu semakin menjadi,
Akan cinta yang tak mati.

Seperti manusia pada umumnya,
Takkan lekang dari cerita lama,
Tentang rindu yang menggelora,
Akan cinta yang tak tertelan masa.

 

Begitu juga aku,
Rindu di dekat Ayah ketika dipangku,
Rindu bercengkrama di sela waktu,
Rindu pelukan dan nyanyian syahdu.

Sementara di sisi lain,
Aku pasrah menatap cermin,
Menyadari semua yang aku ingin,
Telah berlalu diterbangkan angin.

Ayah, aku merindukanmu.
Rindu ciuman dan pelukanmu,
Rindu senyuman dan teguranmu,
Rindu semua yang ada darimu.

Tegarkanlah, tenangkanlah.
Ayah, maafkan aku.

5. Puisi untuk Almarhum Ayah: Anak Yatimmu

Hari ini, aku kembali tersandar,
Tersadar kemudian bersabar,
Tentang sesuatu yang memudar,
Dari sosok yang begitu tegar.

Hari ini, akulah Anak Yatim,
Seorang bocah ingusan yang terhakim,
Segudang rindu mulai bermukim,
Di dalam Do’a selalu kukirim.

Hari ini, akulah insan nan Pincang,
Menelusuri bumi dengan gamang,
Merasa mundur sebelum perang,
Karena kerasnya benturan karang.

Hari ini, akulah si anak yatim,
Menggantung harapan di ujung jalan,
Berlari namun tak sanggup menahan,
Akan kerinduan yang kian mendalam.

Ayah, akulah Anak Yatim.

6. Puisi Doa untuk Ayah

Tiba-tiba, aku tersentak,
Malam buta dengan hawa mendesak,
Dingin menembus ke tulang,
Terjaga dengan asa yang malang.

Kulihat jam dinding pukul dua dini hari,
Bergegas menyampaikan hajat diri,
Kepada Sang Pencipta petang dan pagi,
Untuk seseorang yang telah pergi.

Kukirimkan sepucuk harap,
Segenap hasrat lewat cakap,
Kata demi kata mengalir terucap,
Diiringi air mata di malam senyap.

Tangan menganga, mulut terbata,
Sepintas teringat sosok tercinta,
Dihadapan sang Pencipta,
Pengabul segala do’a-do’a.

Ya Allah, Jagalah Ayahku,
Muliakan kedudukannya disisi-Mu,
Jauhkan dia dari Siksa-Mu,
Lapangan segala yang membelenggu.

7. Aku Rindu Almarhum Ayah

Dulu, aku hanya manusia lemah,
Sebelum kenal siapa itu ayah,
Tentang segala jerih payah,
Semua gelisah dan gundah.

Dulu, aku amatlah penakut,
Dengan langkah gontai tak tertuntut,
Sebelum nasihatmu menghasut,
Sebelum pituahmu terpaut.

Sekarang, aku kuat dan besar,
Aku tak lagi gentar,
Menghadapi dunia yang kasar,
Sebagai sosok manusia tegar.

Hari ini, kamu kemana ?
Ayah, kamu dimana ?
Aku si-tegar dan si-kuatmu bertanya,
Jawablah, jangan diam saja.
Ayah, aku merindukanmu.

8. Puisi Rindu Ayah

Wahai Pahlawanku, Pangeranku,
Kaulah Ayahku, Panutanku,
Tempat mengadu segala sendu,
Tempat berlabuh segala rindu.

Tapi, mengapa kau pergi begitu cepat,
Sebelum aku bisa menjadi hebat,
Sebelum aku mampu membuatmu terpikat,
Sekarang, tinggallah rindu dan beban yang semakin berat.

**********

Semilir angin menerpa mesra,
Seakan berbisik kepada telinga,
Tentang khayalan dan realita,
Membuat seseorang menjadi bahagia.

Dialah Ayah, seorang pria perkasa,
Pemberi semangat di setiap asa,
Namun semua, hanya tinggal cerita,
Yang akan abadi untuk selamanya.

**********

Ayah, tenanglah engkau di alam sana,
Tak hentinya kukirimkan do’a,
Dengan khusyuk diiringi air mata,
Untuk setiap waktu tersisa.

Ayah, meski semua telah sirna,
Takkan pernah kau kulupa,
Kutunggu kepastian Sang Pencipta,
Semoga kita bertemu di Surga.

**********

Ayah, apakah kau tahu,
Aku berjalan di bumi dengan kaku,
Tak ada lagi tempatku mengadu pilu,
Tempat berbuah segala sendu.

Ayah, kini semua menjadi nyata,
Aku tak menghardik siapa-siapa,
Meski sepedih ini cobaan menerpa,
Kau selalu dihatiku, sepanjang masa.

 

Yang selepasnya tertinggal hanya rindu,
Abadi, menyakitkan, bayangan amat semu,
Kuabadikan segala momen indah itu,
Semasa dulu saat masih bersamamu.

Namun nyatanya, aku kalah,
Aku tak sanggup menahan amarah,
Aku benci jika harus berpisah,
Dan nyata faktanya, aku amat lemah.

9. Sajak Kerinduan

Ayah,
Pagi ini aku terbangun dari lelap,
Sejenak bermenung penuh harap,
Tak banyak kaca yang terucap,
Hanya curahan rindu yang menguap.

Jujur, aku benci terus begini,
Terus mengingat bahwa kau telah pergi,
Benci membayangkan serangkai memori,
Seakan semua tak perduli.

Ayah, kerinduan tak pernah urung,
Dikala hari semakin murung,
Meski kenyataan kian memasung,
Namun cinta takkan terbendung.

Ayah, sajak ini kukirimkan padamu,
Pada malam yang berbau rindu,
Sejak kini hingga malam berlalu,
Rinduku takkan hilang untukmu.

10. Aku Ingin Bertemu Ayah

Bukan ku mengingkari kenyataan,
Melangkahi hina sebuah takdir,
Namun rasa yang ada begitu getir,
Melampaui yang bisa aku bawakan.

Rindu yang ada kadang pahit,
Karena tak kunjung terwujudkan,
Ya, di sisi lain, kau telah pergi jauh,
Dan itu tak bisa tuk ku ingkari.

Ayah, datanglah, hadirlah,
Hapuslah semua lelah,
Kutunggu kau di malam sepi,
Kunjungi aku di dalam mimpi.

Demikian paparan mengenai beberapa contoh puisi untuk ayah yang sudah meninggal sebagaimana di atas. Semoga bermanfaat.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: 5 Contoh Puisi Hari Ibu yang Menyentuh Hati dan Bermakna Mendalam

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm