Sonora.ID - Kritik sastra merupakan salah satu materi Bahasa Indonesia yang diajarkan di bangku sekolah hingga perkuliahan. Kali ini akan diulas singkat pengertian, cara menyusun hingga contoh kritik sastra novel, cerpen, dan puisi.
Pengertian kritik sastra menurut Dina Gasong dalam Bahan Ajar Mata Kuliah Kritik Sastra (2018), yaitu suatu usaha memberikan tanggapan, pertimbangan, penulaian suatu karya dengan memperlihatkan keunggulan dan kelemahan dari suatu karya.
Untuk menyusun sebuah kritik sastra yang baik, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain:
1. Memilih karya sastra
Untuk menyusun sebuah kritik sastra, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan karya sastra yang akan dipilih.
Tentukan pengarang, jenis karya sastra (novel, cerpen, puisi, prosa, atau drama), menentukan tema, dan memilih judul.
Akan lebih baik untuk memilih karya sastra yang memiliki kedekatan dengan kehidupan kita agar agar tanggapan bisa valid.
2. Melakukan interpretasi
Setelah itu, bacalah karya tersebut dan lakukan interpretasi, yaitu melihat unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut. Mulai dari unsur intrinsik sampai ekstrinsik.
3. Analisis
Setelah itu, langkah terkait adalah melakukan analisis yang tepat.
Silahkan uraikan bagian mana yang terdapat kelebihan dan kelemahan dalam sebuah karya sastra tersebut.
Baca Juga: 10 Contoh Teks Ulasan Film Beserta Strukturnya, Materi Bahasa Indonesia
Untuk lebih memahaminya, berikut beberapa contoh kritik sastra yang bisa dijadikan referensi menulis.
Contoh Kritik Sastra Novel Ketika Cinta Bertasbih 2
Judul : Ketika Cinta Bertasbih 2
Ukuran buku : 20,5x13,5cm
Pengarang : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Penerbit Republika
Tahun Terbit : Desember 2007
Jumlah halaman : 412 halaman
Harga novel : Rp32.500,00
Tokoh novel :
1. Abdullah Khoirul Azzam
2. Anna Althafunnisa
3. Ayatul Khusna
4. Furqon
5. Eliana Pramesti Alam
6. Kyai Lutfi
7. Vivi
8. Ilyas
9. Bu Nafis
10. Lia
Pembahasan:
1. Tema : Percintaan Islami
2. Alur : Maju
3. Sudut pandang : Diaan orang ketiga serba tahu
4. Kelebihan
5. Kekurangan
Struktur estetik
Bahasa yang digunakan banyak menggunakan bahasa personifikasi atau perlambanagan, mengibaratkan benda-benda mati seolah hidup. Alur yang digunakan di dalam novel ini menggunakan alur maju, sedangkan latarnya tetap berpindah-pindah tetapi masih dalam satu lingkup. Teknik penokohan yang digunakan oleh penulis banyak menggunakan teknik analisis langsung, jadi penulis menggambarkan tokoh melalui percakapan-percakapan dan deskripsi. Pusat pengisahannya pada umumnya mengggunakan metode diaan orang ketiga serba tahu. Novel ini juga bersifat didaktis (mendidik), yang ditujukan kepada para pembacanya untuk memberi nasihat-nasihat tentang kehidupan. Walupun penyampaiannya secara tersurat tetapi pembacanya masih bisa dan mudah memahami apa maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Di dalam novel terdapat banyak kata-kata yang romantis, melalui puisi-puisi dan deskripsi yang dituliskan oleh pengarang.
Struktur ekstra estetik
Bermasalah tentang kehidupan remaja yang penuh dengan lika-liku percintaan, namun yang diangkat di dalam novel ini adalah masalah cinta dari sudut pandang Islam. Cara-cara berpacaran di dalam Islam, atau bahkan sapai pada proses perjodohan seperti wakru melamar dan menikah dengan cara Islam. Cerita yang diungkapkan penulis di dalam novel terjadi di dalam kehidupan nyata zaman sekarang dan bukan zaman dahulu ataupun antah-berantah. Pengembangan latar yang sesuai dengan keadaan masyarakat sosial zaman sekarang menjadikan cerita di dalam novel ini mudah dipahami, walaupun banyak kejadian yang mungkin terjadi secara spontan dan kurang bisa dipahhami. Banyak sekali pengaruh pengarang di dalam novel ini, seperti unsur pembangun cerita yang bernuansa Islami, tempat-tempat yang pernah ataupun dekan dengan pengarang. Pengarang yang basisnya adalah orang yang selalu bergulat dengan keislaman terbawa sampai pada setiap detail cerita di dalam novel.
KRITIK SASTRA CERPEN "MALING" KARYA LIDYA KARTIKA DEWI
Penulis. Aida
Cerpen yang berjudul "Maling" karya Lidya Kartika Dewi ini mengangkat kisah tentang masalah koruptor di indonesia. Cerita ini bermula, ketika keluarga Pak Cokro, merenovasi rumahnya yang sederhana menjadi rumah yang megah. Padahal dahulu, sebelum Pak Cokro merenovasi rumahnya, keluarganya dikenal dengan keluarga yang sangat baik dan ramah kepada semua tetangganya, apa lagi kepada Bu Marni, tetangga depan rumahnya. Tetapi setelah menjadi orang yang kaya baru, keluarga Pak Cokro berubah menjadi keluarga yang sombong dan angkuh. Singkat cerita ada terdengar kabar bahwa Pak Cokro terlibat dalam korupsi di perusahaannya. Dan tak lama setelah kabar itu beredar, Pak Cokro di tangkap oleh pihak kepolisian di rumahnya.
Dalam cerpen ini, pengarang menggambarkan watak tokoh Pak Cokro yang sombong dan angkuh karena menjadi orang kaya baru. Dan dengan penggambaran watak tokoh ini, muncul berbagai konflik-konflik sederhana yang biasa timbul di masyarakat umumnya.
Dalam cerpen ini juga menggambarkan bagaimana para pelaku korupsi yang dapat mempermaiankan hukum di negeri ini dengan uang haram mereka. Seperti yang dilakukan. Pak Cokro pada cerpen ini, dia memanfaatkan sudah uang hasil yang di korupsinya untuk meringankan hukumannya dengan membeli fasilitas mewah bak hotel berbintang 5, untuk fasilitas penjaranya. Hal ini di buktikan pada kutipan di bawah ini.
"Yah, nggak apa-apalah dipenjara. Itung-itung istirahat dari rutinitas kerja," Sambung Bu Cokro. "Karena walau dipenjara saya sudah lihat, tempatnya enak seperti dihotel ada AC, kulkas, dan juga TV."
Dalam kutipan tersebut bisa terlihat jelas sekali menggambarkan betapa liciknya para koruptor dalam mempermainkan hukum di negeri ini.
Cerpen ini tidak banyak menggunakan kata-kata konotasi. Pengarang dengan gamblang menceritakan setiap kejadiannya, sehingga apa yang ia tuliskan bisa langsung tergambar dikepala pembacanya. Inilah salah satu kelebihan dari cerpen berjudul "Maling" karya Lidya Kartika Dewi ini. Cerpen ini juga erat akan nilai moral dan sosial yang tersaji secara gamblang untuk para pembaca.
Selain kelebihan, cerpen ini juga tak lepas dari berbagai kekurangan. Dalam penyampaian cerpen ini pengarang tidak menggunakan kosakata terpilih. Akibatnya, pembaca kurang tertarik untuk melanjutkan cerita sampai selesai. Kosakata rutinitas membanjiri hampir di sepanjang cerita, membuat pembaca disergap kejenuhan dan kelelahan, juga rasa malas melanjutkan cerita.
Cerita yang ditulis terlalu ingin menjelaskan kepada pembaca. Seolah-olah takut kalau pembaca tidak memahami cerita yang disuguhkan. Akibatnya cerita menjadi kurang efektif dan bertele-tele dan membuat pembacanya merasakan bosan dan jenuh ketika membaca cerpen ini.
Analisis Kritik Sastra “Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya:”Karya W.S. Rendra
1. Tipografi (penyusunan baris dan bait dalam puisi)
Berdasarkan jenis tipografinya, puisi di atas termasuk jenis puisi dengan tipografi teratur dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama. Alasannya, pada puisi tersebut pengarang masih menggunakan persamaan bunyi atau rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun baris dan baitnya tidak sama.
2. Kata dan Diksi
Dalam puisi tersebut, pengarang lebih banyak menggunakan kata-kata yang sudah familier dan mudah dipahami oleh pembaca meskipun ada juga beberapa kata yang mengalami defamilier.
Sementara itu, diksi yang digunakan pengarang kebanyakan bermakna konotatif. Misalnya, ia melukiskan kehidupannya dahulu dan berubah saat ia telah menemukan jodohnya dengan “kapal yang berlayar yang telah berlabuh dan ditambatkan”. Ia juga melukiskan dirinya sewaktu belum menemukan jodohnya dengan istilah “burung dara yang nakal”.
3. Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik
Bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi tersebut antara lain:
a. Perbandingan
Contoh:
b. Metafora
Contoh:
c) Personifikasi
Contoh:
d) Hiperbola
Contoh :
e) Repetisi
Contoh :
4. Rima, Aliterasi, Asonansi
Rima (persamaan bunyi akhir kata yang terdapat antar baris dalam satu bait, terdiri dari rima awal, tengah, akhir).
Rima dalam puisi di atas kebanyakan berupa rima akhir.
Contohnya pada bait pertama:
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Bait tersebut rimanya abbab. Selanjutnya pada bait-bait berikutnya dan seterusnya juga mempunyai rima akhir.
Aliterasi (persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi)
Contoh:
Terpupulah sudah masa-masa sepiku
Telah berlabuh dan ditambatkan
Asonansi (persamaan bunyi vokal pada satu baris puisi)
Contoh:
Mama yang tersayang
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
Yang ternama dan perkasa
5. Imaji (citra atau bayangan yang muncul dalam pikiran pembaca puisi)
Contoh:
Imaji penglihatan:
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Kini terbang menemui jodohnya
Bila malam telah datang
Imaji pendengaran:
Dan panggillah ia dengan kata ; ’anakku!’
Kisahkan padanya
Riwayat para leluhur kita
C. Penutup
Pengarang menuangkan karya bertemakan perjuangan seorang anak untuk mendapatkan ridho Ibunya. Nilai sosial yang disampaikan yaitu hendaknya kita mengatakan segala-sesuatu dengan sejujur-jujurnya kepada Ibu sebagai orang tua kita. Suatu realitas yang hampir hilang, tetapi pengarang mengingatkan kembali dan menunjukkan masih adanya potret seorang anak yang masih membutuhkan kejujuran diri pada ibunya.
Puisi “SURAT KEPADA BUNDA: TENTANG CALON MENANTUNYA” adalah sebuah rangakaian kata dari Rendra sebagai seorang anak yang telah menemukan pujaan hatinya dan berusaha mengungkapkan niat tulus kepada sang bunda agar bersedia tuk merestui dan menerima sang calon istri yang diidam-idamkan sejak lama.
Realitas sosial yang diungkapkan sangat lugas dan memberikan pengajaran kepada pembacanya tentang bakti seorang anak pada ibunya. Sebagai bentuk respon positif atas peristiwa banyaknya anak yang kehilangan nilai hormat pada ibunya.