Menurut cerita yang disampaikan oleh Irawan Prajitno, pemerintah Belanda saat itu tengah merencanakan pembangunan pasar yang lokasinya terletak di dekat stasiun Kota Malang (sekarang Jalan Trunojoyo), namun hal ini diketahui oleh komunitas etnis Cina dan Arab yang ada di Malang di mana mereka akhirnya berinisiatif melakukan negosiasi dengan pemerintah Belanda untuk menyumbangkan sebagian tanah mereka sebagai lahan pendirian pasar.
Perundingan pun berhasil disepakati oleh kedua belah pihak sehingga terwujudlah pembangunan pusat perdagangan di area pecinan. Di mana pasar tersebut masih ada hingga saat ini dan sekarang lebih dikenal dengan nama Pasar Besar.
Tepat di depan Pasar Besar juga terdapat salah satu pertokoan legendaris dengan bangunan bertingkat khas kolonial yang dibangun tahun 1930-an dan dikenal dengan nama Toko Preanger.
Namun pada tahun 1940-an gedung tersebut digunakan untuk menjual produk-produk konveksi oleh orang Pakistan yang bernama Khanchand Vaswani, anak bungsu dari Seth Tolaram sehingga nama gedung tersebut diubah menjadi Gedung Tolaram. Menurut cerita yang disampaikan oleh budayawan, pemberian nama Tolaram pada gedung ini merupakan sebuah dedikasi yang ingin dilakukan oleh sang anak kepada ayahnya.
Seiring dengan semakin berkembangnya bisnis Tolaram, pada tahun 1970-an Vaswani mendirikan pabrik di Batu dan kemudian melakukan ekspansi ke Singapura. Hingga saat ini kantor pusat bisnis Tolaram berada di Singapura, sedangkan gedung Tolaram di Malang masih kosong meskipun sebelumnya pernah ditempati sebagai Toko Altara.
Selain itu, dari area pecinan inilah muncul beberapa kuliner legendaris Kota Malang yang sudah dikenal oleh warga lokal hingga saat ini seperti Ronde Titoni dan Soto Basket.
Uniknya nama dari Ronde Titoni dan Soto Basket ini terinspirasi dari hal yang sederhana. Ternyata nama Titoni diambil dari nama toko jam yang ada di Pecinan, karena dahulu penjual Ronde Titoni ini memikul dagangannya dan berjualan di depan toko tersebut. Keberadaan toko jam Titoni juga masih ada hingga saat ini.
Baca Juga: Mengenal Anang Ardiansyah, Maestro di Balik Populernya Paris Barantai
Begitu juga dengan nama Soto Basket, penjual soto tersebut terinspirasi dengan budaya masyarakat saat itu, ldi mana setelah selesai olahraga basket mereka biasanya makan soto untuk mengobati rasa lapar sehingga muncullah nama Soto Basket tersebut.