Salah satu tokoh umat Tionghoa Lie Kok Tie mengatakan, ritual ini digelar rutin tiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang dilalui tahun lalu dengan baik, sehat, dan sejahterah. Ia berharap, ke depan kondisi masyarakat Indonesia pada umunya akan lebih baik dalam suasana rukun dan harmonis.
“Biasanya, setelah Imlek ada yang namanya perayaan Cap Gomeh, dan kemudian dilanjutkan dengan persembahyangan atau upacara syukuran,” kata Lie Kok Tie.
Ia menambahkan, eksistensi vihara ini haruslah mengedepankan kemashalatan kepada umat. Selain itu untuk mewujudkan niat tersebut, ia minta agar vihara dipimpin dengan manajemen yang baik, transparan dari umat untuk umat.
"Yang tak kalah penting, vihara ke depan harus go green (ramah lingkungan), artinya masalah lilin dan dupa harus diperhatikan sebaiknya seperti apa ke depannya." ungkapnya.
Menurut Lie Kok Tie, apa yang menjadi masukannya itu merupakan upaya adaptasi apa yang dilakukan umat Buddha di luar negeri.
“Sejatinya, vihara atau tempat ibadah itu harus dapat menaejahterakan masyarakat di lingkungannya terlebih dahulu, dan jika berlebih maka perlu juga kepada masyarakat yang lebih luas,” pungkasnya.
Vihara, harus mengedukasi umat agar peduli sesama dan mengedepankan toleransi dalam suasana keberagaman dalam menyatukan bangsa.
“Harapannya kita di Indonesia ini harus menjunjung tinggi toleransi, menghindari unsur SARA dalam suasana keberagaman yang menyatukan bangsa,” tutupnya.