Sonora.ID - Intermittent Fasting adalah metode diet atau puasa dengan rentang waktu tertentu dalam 24 jam, sehingga seseorang hanya boleh makan pada jam makan yang sudah ditentukan, biasanya 16 jam berpuasa, 8 jam waktu makan.
Metode yang satu ini digunakan sebagai salah satu cara untuk mencapai berat badan yang ideal karena cadangan lemak akan dibakar pada saat puasa tersebut.
Ketika waktu makan memang tidak ada batasan paten yang harus dilakukan. Namun beberapa orang merasa perlu untuk melakukan defisit kalori pada waktu makan Intermittent Fasting.
Dalam program Health Corner di Radio Sonora FM, Dokter Santi menyatakan bahwa defisit kalori ketika Intermittent Fasting memang bisa dilakukan demi hasil yang lebih maksimal.
Intermittent Fasting dan Defisit Kalori
“Jika yang dilewati adalah makan pagi, maka jatah kalori pada saat makan pagi memang baiknya ‘dibuang’ saja, bukan dijejalkan pada jendela makan siang atau malam,” ungkapnya.
Hal ini secara tidak langsung akan mengurangi kalori, sehingga Intermittent Fasting bisa berjalan bersamaan dengan defisit kalori.
Meski demikian, Dokter Santi mengakui bahwa belum ada patokan atau pedoman yang baik dan benar mengenai Intermittent Fasting ini, karena masing-masing orang memiliki pola yang efektif yang berbeda dengan pola efektif orang lain.
Baca Juga: Apa Itu Intermittent Fasting? Dokter: Puasa Tapi Boleh Minum Kalau…
“Intermittent Fasting itu belum ada panduan yang resmi dari organisasi mana pun. Belum banyak penelitian, apakah efektif apakah tidak, belum bisa dijawab sepenuhnya. Tetapi apakah perlu defisit kalori atau tidak, kalau mau hasilnya bagus yang tentu defisit kalori,” sambung Dokter Santi.
Puasa Terlalu Lama dan Makan Terlalu Sedikit
Di sisi lain, Dokter Santi juga menegaskan jika Intermittent Fasting dilakukan terlalu lama dengan defisit kalori yang signifikan, bisa menyebabkan dampak buruk pada tubuh.
“Kalau puasanya terlalu lama atau makannya terlalu sedikit, memang metabolisme tubuh akan melambat atau menurun, karena tubuh akan menyesuaikan diri,” jelasnya.
Tubuh akan ‘menghemat’ pembakaran sehingga fungsi dari tubuh akan diperlambat.
“Sehingga at the end sama saja, enggak turun-turun berat badannya,” tambah Dokter Santi.
Meski demikian, ada juga pihak yang berpendapat bahwa hal ini tidak bisa semerta-merta terjadi, jika masih ada makanan yang masuk ke dalam tubuh maka tubuh akan melakukan metobilsmenya dengan normal.
Sehingga hal ini perlu penyesuaian lebih lanjut tergantung masing-masing orang dan kondisi tubuh orang yang melakukan Intermittent Fasting.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: Boro-Boro Langsing! 4 Tren Diet dari TikTok Ini Malah Berujung Maut