Sonora.ID – Berikut pembahasan mengenai contoh cerpen beserta unsur Intrinsiknya, secara lengkap.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian cerpen adalah kisahan pendek, memiliki kesan tunggal yang biasanya dipusatkan pada satu tokoh dalam satu situasi cerita.
Biasanya cerpen berisi tentang kisah kehidupan manusia yang di ceritakan lewat tulisan pendek dan singkat.
Cerpen disebut juga sebagai prosa atau karangan fiksi dengan pengisahan yang terbatas pada satu permasalahan atau konflik saja.
Terdapat dua unsur pembangun di dalam sebuah cerpen, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Baca Juga: 7 Contoh Prolog Drama dan Bedanya dengan Epilog, Beserta Penjelasannya
Nah, mengetahui kedua unsur tersebut, dapat membantu pembaca menganalisis unsur-unsur pembangun yang terkandung di dalamnya.
Namun, pada artikel ini kita akan membahas secara mendalam mengenai unsur intrinsik dalam cerita pendek.
Contoh unsur ekstrinsik adalah latar belakang kehidupan masyarakat, latar belakang kehidupan pengarang, serta tata nilai yang dianut.
Menurut Asul Wiyanto dalam buku Kitab Bahasa Indonesia (2012), unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam cerpen.
Unsur-unsur intrinsik cerpen adalah tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, gaya bahasa, amanat, serta sudut pandang.
Supaya lebih paham, mari simak 5 contoh cerpen beserta unsur Intrinsiknya, berikut ini.
Contoh 1
Di suatu siang yang cerah, terdapat dua orang gadis bernama Lisa dan Yeni yang sedang mengerjakan tugas sekolah di rumahnya Lisa.
Mereka berdua mengerjakan tugas sekolah dengan serius dan suasananya pun menjadi sangat hening.
Lalu, datanglah teman Lisa yang bernama Rosi di depan rumahnya. Akan tetapi, Lisa sendiri seakan tak memperhatikan kehadiran Rosi tersebut.
“Lisa, itu di depan pintu ada Rosi yang sudah menunggu kamu, buruan temui dia, kasian sudah sejak tadi Rosi menunggu kita.” Ujar Yeni yang sedang mengerjakan tugas di rumah Lisa.
“Bi, tolong bilang ke Rosi yang ada di depan rumah jika aku sedang pergi atau bilang lagi tidur gitu ya.” Pinta Lisa kepada orang yang dipanggilnya Bibi, orang yang bekerja sebagai ART di rumahnya.
“Baik non, akan Bibi sampaikan.” Jawab si Bibi.
“Eh Lisa, kenapa kamu bersikap seperti itu kepada Rosi? Padahal kan Rosi pastinya sudah datang jauh-jauh untuk datang ke sini, kenapa malah kamu usir, gak enak kan. Kasian dia, dia juga anak yang baik kok Lis.” Ujar Yeni yang mencoba menasehati Lisa.
“Kamu itu gak paham sama Rosi apa Yen, dari luarnya memang dia tampak seperti orang yang baik, ramah dan juga manis. Akan tetapi, masa kamu hanya mengukur sifat dan sikap seseorang dengan semudah itu saja, Rosi itu sekadar tampak manis di luar, tetapi di dalamnya sangat pahit tahu.” Jawab Lisa dengan tatapan yang sinis.
“Loh, pahit gimana maksudnya Lis?” Balas Yeni yang masih merasa bingung dengan jawaban Lisa.
“Tahu gak sih kamu Yen, Rosi itu sering banget lho membicarakan keburukan orang lain. Bahkan, dia juga sering banget membicarakan keburukan temannya sendiri di belakangnya. Pokoknya bakal banyak banget deh kalo harus dijelasin.” Jawab Lisa dengan nada yang sinis.
“Rosi itu sangat berbeda dengan kamu, Yen. Meskipun kamu itu judes dan sering ceplas-ceplos kalau sedang ngobrol sama aku, tetapi setidaknya kamu memiliki hati yang tulus, Yen. Menurutku, kamu bukan tiper sahabat yang baik di luarnya saja, tetapi di dalamnya busuk. Dalam hubungan pertemanan, aku tak memerlukan penampilan luar dari seseorang, Yen” Jelas Lisa panjang lebar kepada Yeni.
Unsur Intrinsik:
Tema: Persahabatan.
Alur/plot: Maju.
Setting: Rumah Lisa, depan rumah, siang hari yang cerah, sinis.
Tokoh: Lisa, Yeni, Rosi, dan Bibi pembantu rumah.
Watak: Lisa (protagonis), Rosi (antagonis), Yeni (netral).
Sudut pandang: Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan.
Amanat: Dalam menjalin pertemanan, kita harus selalu baik di depan dan tidak menjelek-jelekkan orang lain.
Baca Juga: 35 Contoh Pantun Karmina Sindiran yang Singkat dan Lucu Tapi Menohok!
Contoh 2
“Pancasila, Satu ketuhanan yang maha Esa. Dua, Kemanusiaan bagi seluruh rakyat Indonesia,”
Suara lantang Tono diteriaki dan ditertawakan oleh semua murid di kelas. Lantaran, ia salah menyebutkan sila kedua yang tercantum di Pancasila.
Bu Retno selaku guru kelas 3 SD pun geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Materi tentang Pancasila sudah dijelaskan dari dua minggu yang lalu. Tetapi, Tono belum juga hafal. Padahal, teman-teman yang lain hampir semuanya sudah bisa menghafal Pancasila.
“Tidak apa-apa Tono , kamu hapalkan lagi ya. Sekarang kamu boleh duduk di bangkumu” Bu Retno berbicara lembut.
Tono tak bergeming. Ia tetap berada di depan kelas, di samping meja Bu Retno. “Tapi, Bu, berarti aku bukan warga negara yang baik dong, soalnya nggak hafal Pancasila?”
Bu Retno pun tersenyum kembali, lantai ia berbicara dan memberikan penjelasan.
“Yang hafal Pancasila belum tentu bisa mengamalkannya. Dan warga negara yang baik nggak cuma menghafal, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Contohnya, bisa aja Ridwan sudah hafal Pancasila, tapi, dia masih males ibadah dan berbohong Nah, hal kayak gitu yang tidak melaksanakan nilai Pancasila untuk sila yang pertama.”
Tono mengangguk mengerti, lalu teman-teman sekelasnya pun ikut mengangguk juga. Lantas dia pun embali ke tempat duduk dan mengikuti pelajaran sampai waktu belajar selesai.
Ketika jam sekolah usai, Tono mengajak Ridwan segera keluar kelas. Mereka tidak buru-buru pulang, tapi ke mushola sekolah untuk menunaikan sholat dzuhur. Bu Retno yang melihat mereka dari kejauhan pun tersenyum bangga.
Unsur Intrinsik:
Tema: Pendidikan karakter anak
Tokoh: Tono, Bu Retno, Ridwan
Penokohan: Tono (polos, pelupa, ingin tahu banyak hal), Bu Retno (Baik hati, sabar, dan ramah), Ridwan (agak bandel, tapi penurut)
Latar: di dalam kelas, pagi hari
Alur cerita: maju
Sudut pandang: orang ketiga karena ditandai dengan menggunakan kata ganti seperti ‘ia’ dan ‘dia’
Amanat: Pendidikan Pancasila harus ditanamkan sejak dini serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila adalah cara menjadi warga negara yang baik.
Contoh 3
Haji Goni marah-marah lagi. Kali ini, seorang pemuda tertikam kalimatnya yang tajam. Matanya jalang. Urat-uratnya muncul di sela-sela pelipisnya yang basah karena keringat.
“Lu kalo kencing jangan sembarangan! Ini bukan WC umum!”
“Maaf, Aji. Tadi saya kebelet,” Dani menunduk. Jari-jarinya basah.
“Elu tahu, ini kamar mandi fasilitas buat orang yang tinggal di kontrakan gue. Bukan buat elu!”
Haji Goni di usianya yang menginjak hampir kepala tujuh semakin menjadi-jadi saja.
Lima tahun menduda dengan anak-anak yang juga sudah masing-masing mandiri membuatnya jadi kesepian dan pemarah. Itulah asumsi warga setempat.
Sementara Dani merupakan pemuda berumur dua puluh lima tahun asal Purwodadi yang sedang merantau ke Jakarta.
Ia baru tinggal di RT 6 ini tidak lebih dari dua bulan lamanya. Adalah wajar bagi Ia tak mengenali watak dari Haji Goni.
Masuk akal bila Ia tanpa ada rasa takut langsung nyelonong memakai toilet di kontrakan milik Haji Goni. Kenalah dia.
Setiap harinya selalu ada saja yang bisa membuat Haji Goni emosi. Kalau kumat tak pandang bulu.
Orang dewasa sampai anak-anak yang main di dekat rumah atau pun kontrakannya pasti kena. Penduduk RT 6 pun jadi was-was tiap kali melewati area milik Haji Goni.
Padahal dulu saat masih muda ia terkenal sebagai orang yang begitu dikagumi dan disegani di kampung ini. Bukan karena harta dan gelar hajinya namun karena memang sifat dan sikapnya yang patut menjadi acuan semua orang.
Kala itu Haji Goni rajin memimpin kerja bakti di lingkungannya. Orang-orang pun secara sukarela mau mengikuti arahannya.
Selain memimpin, tak lupa sekedar makanan kecil untuk ngopi mereka yang bekerja pasti disajikan oleh orang dari rumahnya.
Ia mau mengerjakan semua itu meskipun Ia tidak menjabat apa-apa di lingkungan tempat tinggalnya. Tidak harus memiliki jabatan untuk bisa memimpin, katanya.
Bukan tidak pernah pula warga menunjuknya untuk jadi ketua RT saja. Tapi Haji Goni selalu menolak. Alasannya satu, khawatir tidak amanah.
Unsur Intrinsik:
Tema: Konflik lahan di perkotaan
Tokoh dan penokohan: Haji Goni, karakter yang kuat dalam mempertahankan tanah warisan leluhurnya
Latar: Pinggiran kota, siang hari, masa dimana terdapat banyak penggusuran tanah dan penggantian fungsi lahan dari tempat penduduk menjadi perkantoran
Alur dan plot: maju
Sudut pandang: sudut pandang orang ketiga
Amanat: pertumbuhan perekonomian harus dibatasi dan berprikemanusiaan
Gaya bahasa: formal dan santai
Baca Juga: 15 Contoh Berbalas Pantun Berbagai Tema yang Lucu, Seru dan Menghibur!
Contoh 4
Selama berbulan-bulan ini aq bingung mencari kerja. Berkas lamaran kerja yang sudah aku masukkan ke beberapa perusahaan masih belum ada jawaban.
Hari-hariku terasa hambar, tiap hari hanya luntang lantung tidak jelas. Setiap hari aku kebingungan, mau mencoba usaha, tetapi modal belum ada.
Pada suatu hari yang cerah, aku janjian dengan teman lamaku untuk menceritakan permasalahanku ini.
Ketika aku sedang dalam perjalanan ke rumah temanku, samar-samar aku melihat dompet berwarna hitam di samping jalan, tepatnya di trotoar.
Karena penasaran, aku pun memastikannya dan ternyata memang benar sebuah dompet berwarna hitam. Kemudian aku pun membuka isi dari dompet itu.
Alangkah terkejutnya diriku mendapati dompet tersebut berisikan SIM, KTP, surat-surat penting, kartu ATM, kartu kredit serta sejumlah uang yang lumayan banyak. “Wah rejeki nomplok nih.” Ujarku dalam hati.
Akan tetapi aku berubah pikiran dan berinisiatif untuk mengantarkan dompet itu ke pemilik dalam KTP tersebut. Setelah itu aku pun melanjutkan perjalanan ke rumah temanku dan menceritakan semua problem masalahku.
Setelah urusan dengan temanku selesai, aku langsung berangkat menuju alamat dalam KTP tersebut untuk mengembalikan dompet.
Aku pun mencari-cari alamat serta nama dari pemilik dompet sesuai dengan KTP.
Setelah sampai dengan alamat yang dimaksud dalam KTP aku pun memberanikan diri untuk masku dan bertanya ke dalam. “Permisi pak, mau nanya. Apa benar ini rumahnya pak Handy?” Tanyaku pada orang di halaman rumah itu.
“Iya benar mas, anda siapa ya dan ada keperluan apa?” Jawab tukang kebun dan ditimpali pertanyaan buatku
“Oh perkenalkan, saya Angga, saya ingin bertemu dengan bapak Handy, ada urusan yang sangat penting dengan beliau” Jawabku setelah memperkenalkan diri.
Kebetulan sekali ternyata pak Handy ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah. Lalu aku pun duduk sambil sedikit kagum dengan keindahan rumahnya.
Kemudian aku mengatakan maksud dan tujuanku sambil menyerahkan dompet yang aku temukan di jalan, lengkap dengan isinya.
Karena penasaran denganku beliau pun bertanya: “Kamu tinggal dimana nak? Lalu kerja dimana?”
“Saya tinggal di komplek Sido Makmur pak dan kebetulan saya masih menganggur. Masih menunggu panggilan kerja tetapi sudah beberapa bulan gak ada kabar pak. Jawabku dengan jujur.
“Memangnya kamu lulusan apa?” Tanya pak Handy kepadaku
“S1 jurusan Manajemen Bisnis Syariah pak” Jawabku.
“Kalau begitu, besok kamu datang saja ke perusahaan saya nak, kebetulan perusahaan sedang membutuhkan staff administrasi. Ini kartu nama saya, jika tertarik besok datang saja ke kantor dan bilang kalo saya yang nyuruh” Jawab Pak Handy
“Wah beneran ini pak?” Tanyaku yang seakan masih tidak percaya.
“Iya nak, saya sangat membutuhkan karyawan yang jujur dan juga penuh dedikasi seperti kamu, kalau kamu mau pasti uang dalam dompet saya sudah kamu ambil lalu tinggal buang dompetnya. Tetapi kamu lebih memilih mengembalikannya kepadaku”. Pungkas pak handy.
“Kalau begitu terima kasih banyak pak, kalau begitu besok saya akan datang ke perusahaan bapak dan menyiapkan surat-surat lamarannya.” Jawabku dengan haru.
Aku pun pamit pulang untuk menyiapkan segala kebutuhan untuk besok. Aku sendiri masih tidak percaya dan yakin kalau ini merupakan suatu keajaiban.
Unsur Intrinsik Cerpen:
Tema: Kehidupan bersosial
Tokoh: Angga dan Pak Handy
Alur: Maju
Latar: Trotoar, Rumah Pak Handy, Sedih, Bahagia
Gaya bahasa: Lugas
Sudut pandang: Orang Pertama
Amanat: Kejujuran merupakan suatu sifat yang sangat mulia dan orang yang jujur akan memperoleh balasan tersendiri
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: 10 Contoh Teks Anekdot Sindiran Lucu yang Singkat Tapi Menohok!