Banjarmasin, Sonora.ID – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Kalimantan Selatan, mendapat sorotan dari banyak pihak. Apalagi selama pandemi Covid-19, terus terjadi pertambahan kasus yang ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalimantan Selatan.
Dari data yang disampaikan, selama kurun waktu 2019-2022 ada 194 kasus di provinsi ini dengan kasus terbanyak di Kota Banjarmasin.
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Muhammad Syaripudin, mendesak dinas terkait untuk membuat inovasi baru terkait dengan upaya untuk menekan peningkatan kasus.
Salah satunya dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA).
Baca Juga: 20 Anak Alami Kekerasan di Panti Asuhan, Mensos Respon Cepat dan Berikan Perlindungan
“Saya minta ke DP3A untuk melakukan kerja sama dengan BRIDA untuk melakukan riset terkait meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tiap tahun,” tuturnya.
Riset menurutnya perlu dilakukan secara mendalam agar dapat menerbitkan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang akan disampaikan ke kabupaten/kota untuk kolaborasi bersama penurunan angka kasus.
Intervensi pemerintah diakuinya menjadi salah satu poin penting dalam upaya tersebut melalui program yang dirancang dengan optimal.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan, Firman Yusi, mengemukakan sejumlah permasalahan yang dialami anak yang kerap berujung pada kekerasan.
Mulai dari dipaksa bekerja ataupun terpaksa karena tuntutan ekonomi keluarga. Di mana tak jarang lokasi kerjanya pun termasuk berat dan berbahaya.
“Saya pernah melihat anak usia belasan tahun mengemudikan mobil pemadam kebakaran, termasuk juga anak-anak yang ikut membantu mengangkat selang airnya. Belum lagi anak yang jadi pengemis di pinggir jalan yang tentunya sangat membahayakan jiwa mereka,” ungkap Firman.
Ia berharap permasalahan tersebut dapat diatasi segera melalui program pendampingan dari pihak-pihak terkait.
Kepala DP3A Kalimantan Selatan, Adi Santoso, menjelaskan bahwa instansinya terus berupaya menekan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak lewat sejumlah program kerja.
“Di 13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan sebenarnya kita sudahb membentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak,” ungkap Adi.
DP3A Kalimantan Selatan diakuinya juga sudah didukung oleh pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Namun penyerapannya masih sekitar 40% karena kurangnya pemahaman terhadap petunjuk teknis atau juknis, sehingga menimbulkan ketakutan akan munculnya pemeriksaan untuk memaksimalkan penggunaan dana tersebut.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.