Baca Juga: 12 Biografi Nama Pahlawan Nasional dari Jawa Barat, Sudah Diakui!
Pada tahun 1863, Cut Nyak Dien yang berusia 12 tahun dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII.
Lalu, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat.
Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880 yang merupakan seorang tokoh pejuang Aceh.
Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dien Bersatu untuk melawan penjajah.
Namun sayangnya, Teuku Umar gugur dalam medan perang di Meulaboh akibat ditembak Belanda pada 11 Februari 1899.
Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun.
Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata.
Cut Nyak Dien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari serangan Belanda.
Cut Nyak Dien diasingkan ke pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat, pada 1907.
Beliau menghabiskan masa tuanya di Sumedang, Jawa barat setelah dibuang dan diasingkan oleh Belanda.
Baca Juga: 8 Pahlawan Nasional dari Aceh, Lengkap dengan Biografi Singkat!
Cut Nyak Dien Wafat
Cut Nyak Dhien meninggal dunia pada 6 November 1908 dan dimakamkan di daerah Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat.
Setelahnya, Cut Nyak Dien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang dan makamnya baru ditemukan pada 1959.
Presiden Soekarno melalui SK Presiden RI Nomor 106 Tahun 1964 kemudian menetapkan Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional pada 2 Mei 1962.
Sementara rumah Cut Nyak Dien di Aceh dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai simbol perjuangannya di Tanah Rencong.
Hingga kini, cerita mengenai perjuangan Cut Nyak Dien masih sering diperbincangkan dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah di sekolah-sekolah.
Baca Juga: 7 Contoh Teks Cerita Sejarah tentang Pahlawan, Penuh Perjuangan!