Suatu hari belalang tersebut telah berhasil keluar. Karena sudah keluar dari kotak yang selama ini mengurungnya. Belalang tersebut merasa penuh kebahagiaan dirinya, akhirnya yang selama ini ia nantikan tercapai juga.
Kebahagiaan yang belalang miliki diespresikan lewat lompatan yang dilakukannya kesana-kemari. Hingga suatu saat ia bertemu dengan kawanan belalang lainnya. Di mana belalang yang ia temui ternyata mampu melakukan lompatan yang jauh lebih tinggi dan lebih panjang.
Belalang yang dahulunya di dalam kotak penasaran apa rahasia yang dari lompatan tinggi dan panjang dari belalang lainnya. Dengan penuh rasa penasaran dan keberanian akhirnya belalang yang tadinya dalam kotak tersebut bertanya kepada kawanan lainnya.
“Apa yang membuatmu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dari aku, padahal jika dilihat dari usia dan ukuran tubuh kita masih sama, apa rahasianya ,?” Tanya belalang dengan rasa penasaran. Dengan perkataan tersebut kawanan belalang lainnya merasa terheran-heran dan mulai menjawabnya.
“Selama ini kamu di mana, sudah sewajarnya belalang yang berada di alam bebas bisa melakukan apa yang aku lakukan ini,” jawab belalang dengan lompatan jauh tadi. Seketika jawaban tersebut membuat sadar belalang yang terbebas dari kotak mulai tersadar.
Ia merasa terlalu lama menyerah dengan keadaan, membuang waktu, tidak percaya diri dan penuh ketakutan untuk mencoba.
Tahukah kalian jika kondisi belalang dalam kotak tersebut juga kerap kita alami. Di mana kegagalan, ucapan, cemoohan, tanpa dukungan orang lain dan masih banyak lagi kerap kita alami. Kita kerap kali membatasi diri dan tak berani mencoba karena tidak ada dukungan dari luar.
Kita terlalu terpaku terhadap ucapan orang lain dan mulai mengubah pola pikir kita seakan-akan apa yang belum kita coba pasti akan mendapatkan hasil yang buruk. Sehingga ketika ada orang lain bisa kita mulai penasaran apa rahasianya.
Padahal keberanian, pantang menyerah, sabar dan semangat dalam keadaan apa pun adalah beberapa faktor yang bisa membuat kita menjadi lebih dekat dengan gerbang kesuksesan, lho. Yuk ubah pola pikir kita untuk lebih berani dalam mengambil langkah awal lebih dekat dengan kata sukses.
Jadi jangan takut untuk mengambil risiko. Kadang kalau tidak mencoba, kita tak tahu akan hasilnya.
5. Mengeluh
Pada sebuah desa hidup seorang cendekiawan, di mana setiap hari cendekiawan tersebut menerima keluhan yang diucapkan oleh banyak warga desa. Hal tersebut terus berulang-ulang hingga membuat cendekiawan melakukan sebuah tindakan.
Ia mulai mengumpulkan semua orang desa dan menceritakan sebuah lelucon. Semua orang ketika tertawa dengan lelucon yang dibawakan cendekiawan tersebut. Hari kedua cendekiawan kembali mengumpulkan orang-orang desa kembali.
Cendekiawan tersebut masih menceritakan lelucon yang sama dengan hasil akhir para penduduk desa menjadi tertawa terpingkal-pingkal. Hari ketika cendekiawan kembali menceritakan lelucon yang sama. Namun respons yang diberikan oleh penduduk desa sedikit berbeda dari dua hari sebelumnya.
Salah satu penduduk desa mulai bertanya kenapa cendekiawan membacakan cerita lelucon yang sama. Mereka merasa bosan dengan lelucon yang sama dan dibacakan oleh cendekiawan tersebut.
Cendekiawan pun menjawab dengan sedikit kalimat “jika pada lelucon yang sama kalian bisa bosan dan tak bisa tertawa kembali, namun kenapa dengan masalah yang sama tetap saja bisa buat kalian menangis,”
Artinya penduduk desa tersebut terlalu memikirkan satu masalah dalam hidupnya tanpa mencari jalan keluar. Yang mereka hanyalah mengeluh, mengeluh dan mengeluh tanpa ada tindakan.
Tanpa sadar kita juga sering seperti para penduduk desa yang suka mengeluh terhadap masalah yang sedang dihadapi. Bahkan kita kerap berfokus terhadap masalah bukan bagaimana cara untuk menyelesaikannya.
Hal inilah yang membuat kita tetap berada diposisi yang sama. Jika mungkin kita berani mencoba untuk menyelesaikan masalah. Maka mungkin saja kebiasaan mengeluh sudah tidak ada dalam diri kita.
Ayo mulai sekarang cobalah untuk lebih banyak mencari jalan keluar dari masalah daripada berpusing ria terhadap permasalahan yang sedang dialami dan tak memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya.
6. Kentang, Telur, dan Biji Kopi
Suatu ketika seorang putri mengeluh kepada ayahnya bahwa hidupnya sengsara dan dia tidak tahu bagaimana dia akan berhasil. Dia lelah berjuang dan berjuang sepanjang waktu. Sepertinya satu masalah sudah selesai, masalah lain segera menyusul. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Dia mengisi tiga panci dengan air dan meletakkan masing-masing di atas api besar. Setelah ketiga panci mulai mendidih, dia memasukkan kentang ke dalam satu panci, telur di panci kedua, dan biji kopi bubuk di panci ketiga.
Dia kemudian membiarkan mereka duduk dan mendidih, tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada putrinya. Putrinya, mengerang dan menunggu dengan tidak sabar, bertanya-tanya apa yang dia lakukan. Setelah dua puluh menit dia mematikan kompor. Dia mengeluarkan kentang dari panci dan meletakkannya di mangkuk. Dia mengeluarkan telur dan meletakkannya di mangkuk.
Dia kemudian menyendok kopi dan meletakkannya di cangkir. Beralih ke dia dia bertanya. "Putri, apa yang kamu lihat?" "Kentang, telur, dan kopi," dia buru-buru menjawab. "Lihat lebih dekat," katanya, "dan sentuh kentangnya." Dia melakukannya dan mencatat bahwa mereka lembut. Dia kemudian memintanya untuk mengambil telur dan memecahkannya. Setelah melepas cangkangnya, dia mengamati telur rebus itu. Akhirnya, dia memintanya untuk menyesap kopi. Aromanya yang kaya membawa senyum ke wajahnya.
"Ayah, apa artinya ini?" dia bertanya. Dia kemudian menjelaskan bahwa kentang, telur, dan biji kopi masing-masing menghadapi kesulitan yang sama yakni air mendidih. Namun, masing-masing bereaksi berbeda. Kentang menjadi kuat, keras dan tak henti-hentinya, tetapi dalam air mendidih, menjadi lunak dan lemah.
Telur itu rapuh, dengan kulit luar yang tipis melindungi bagian dalamnya yang cair sampai dimasukkan ke dalam air mendidih. Kemudian bagian dalam telur menjadi keras. Namun, biji kopi bubuk itu unik. Setelah terkena air mendidih, mereka mengubah air dan menciptakan sesuatu yang baru.
"Kamu yang mana?" tanyanya pada putrinya.
“Ketika kesulitan mengetuk pintu Anda, bagaimana Anda menanggapinya? Apakah Anda kentang, telur, atau biji kopi?"
Baca Juga: 10 Contoh Cerita Inspiratif Singkat tentang Diri Sendiri dan Strukturnya
Lubang Paku
Seorang anak yang memiliki kondisi temperamen yang begitu buruk. Lalu ia diberikan sebungkus paku yang dari ayahnya. Ayahnya berkata jika anak tersebut sedang dalam kondisi marah ia harus memukul paku ke pagar.
Hari pertama ia menancapkan paku sebanyak 37. Namun seiring berjalannya waktu paku yang ia tancapkan ke pagar mulai berkurang. Hingga pada suatu waktu ia berhasil tidak menancapkan paku ke pagar.
Keberhasilan yang ia lakukan diceritakan kepada ayahnya. Sang ayahnya mulai memberikan perintah kembali untuk mencabut semua paku yang ia tancapkan di pagar sebelumnya. Lalu ketika anak tersebut telah menyelesaikan tugasnya, ia kembali menceritakan kepada ayahnya.
Lalu ayahnya mengajaknya keluar untuk melihat pagar tersebut dan berkata “bagus nak kamu sudah menyelesaikan tugasmu dengan baik. Kamu sudah berhasil menguasai rasa amarahmu juga. Tapi bagaimana dengan pagar tersebut masih tetap ada lubang yang tersisa dari tancapan paku itu?” Tanya sang ayah kepada anak.
Lalu ayah tersebut mulai memberikan penjelasan singkat dengan berkata “lubang paku ini seperti amarah yang kau lontarkan kepada orang lain naik. Mungkin kau berhasil meminta maaf kepadanya dan tak akan mengulanginya. Namun apakah luka yang akan mereka terima bisa dengan cepat sembuh?” ucap ayah tersebut.
Dari cerita tersebut kita bisa belajar jika ucapan dan tindakan yang didasari oleh rasa amarah hanyalah akan memberikan bekas luka kepada orang lain. Meski mereka memberikan ucapan maaf kepada kita ketika permintaan maaf kita lontarkan.
Namun apakah kita bisa menjamin luka yang mereka rasakan dari ucapan atau tindakan yang kita lakukan atas dasar amarah bisa sembuh, mungkin tidak. Bukan bagaimana cara mereka memberikan ucapan pengampunan kepada kita.
Tapi bagaimana kita mengendalikan emosi hingga tak menyakiti orang lain. Mungkin lidah adalah salah satu bagian tubuh yang terbilang tidak membunuh orang lain. Akan tetapi ucapan yang keluar dari mulut kita terkadang adalah salah satu senjata yang menyakiti orang lain tanpa kita sadari.
Maka dari itu mengontrol emosi adalah kunci untuk tidak menyakiti orang sekitar kita. Semua butuh tahap, namun jika kita berusaha tentunya hasil pengendalian emosi dalam diri juga akan lebih mudah tercapai.
Berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.