Sonora.ID - Korupsi merupakan perilaku tidak jujur yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan, misalnya, manajer, pejabat pemerintah.
Contoh tindakan korupsi ini seperti pemberian atau penerimaan suap, manipulasi pemilihan, pengalihan dana, pencucian uang, dan menipu investor.
Mengutip dari laman KPK ada lima komponen korupsi, yaitu korupsi adalah perilaku, adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, dilakukan untuk mendapat keuntungan pribadi atau kelompok, melanggar hukum atau menyimpang dari norma serta moral, dan dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.
Faktor Penyebab Korupsi
Selanjutnya, ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai faktor-faktor seseorang melakukan tindakan korupsi atau faktor penyebab korupsi di antaranya adalah sebagai berikut.
Baca Juga: Inilah Tugas dan Wewenang KPK Menurut UU No. 30 Tahun 2002
Faktor Penyebab Korupsi dalam Perspektif Teori
Teori GONE atau Greedy (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan) yang ditulis oleh Jack Bologna mengungkapkan bahwa tindak korupsi ini terjadi lantaran adanya keserakahan dan rasa tidak pernah puas dalam diri seseorang.
Adanya keserakahan dan kesempatan seakan menjadi katalisator seseorang melakukan tindak perbuatan korupsi.
Teori yang disampaikan oleh Donald R Cressey ini menyatakan ada tiga tahapan penting yang memengaruhi seseorang melakukan korupsi, yaitu adanya pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), dan rationalization (rasionalisasi).
Seseorang bisa saja melakukan tindakan korupsi karena adanya tindakan korupsi seperti motif ekonomi yang menjadi pelatuk pertamanya, meski menurut Cressey ini tidak benar-benar ada. Seseorang cukup berpikir bahwa dia tertekan atau tergoda pada bayangan insentif, maka pelatuk pertama ini telah terpenuhi.
Faktor kedua adalah adanya kesempatan, misalnya, lemahnya sistem pengawasan sehingga memunculkan kesempatan untuk korupsi.
Faktor yang terakhir adalah rasionalisasi atau pembenaran yang menipiskan rasa bersalah pelaku, misalnya, ‘saya korupsi karena tidak digaji dengan layak.’
Faktor Internal Penyebab Korupsi
Sementara itu, jika dijabarkan lagi faktor penyebab korupsi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi:
Sifat serakah manusia mampu membuatnya tidak pernah merasa cukup dan selalu ingin lebih hingga ia berlebihan dalam mencintai harta.
Keserakahan ini pun membuatnya tidak lagi memperhitungkan cara halal dan haram dalam mencari rezeki.
Keserakahan dan gaya hidup konsumtif dapat menjadi faktor pendorong seseorang melakukan korupsi. Tindak korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.
Lemahnya keimanan, kejujuran, dan rasa malu dapat membuat orang mudah tergoda untuk koripsi.
Faktor Eksternal Penyebab Korupsi
Aspek sosial seperti keluarga, nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Contohnya, masyarakat menghargai seseorang dari kekayaan yang dimilikinya atau masyarakat terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat.
Dalam sebuah teori partikularisme yang disampaikan oleh Edward Banfeld dijelaskan bahwa tekanan keluarga seperti adanya perasaan kewajiban untuk membantu dan membagi sumber pendapatan dapat memunculkan nepotisme yang berujung korupsi.
Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics (politik uang) yang membuat seseorang bisa menang dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.
Pejabat yang berkuasa dengan money politics biasanya hanya ingin mendapatkan harta. Selain itu, praktik balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga mendorong pejabat untuk korupsi.
Dari sisi perundang-undangan pihak koruptor biasanya akan mencari celah di dalamnya untuk melancarkan aksinya.
Sementara itu, dari segi lemahnya penegakan hukum membuat koruptor tidak jera bahkan semakin berani sehingga korupsi terus terjadi.
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi, misalnya, tingkat gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Akan tetapi, nyatanya korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.
Organisasi ini membuka peluang seseorang melakukan korupsi karena tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kurang memadainya sistem akuntabilitas, dan lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Organisasi bahkan bisa mendapatkan keuntungan dari korupsi pada anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di celah-celah peraturan.
Baca Juga: Simak 5 Bentuk Ancaman di Bidang Ekonomi di Indonesia
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.