Sonora.ID - Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa teori pembentukan tata surya dan pembahasannya.
Tata surya adalah sekumpulan benda langit yang terdiri dari delapan planet dan berbagai objek lainnya, seperti satelit alami, asteroid, komet, dan meteor.
Benda langit yanng menjadi sentral dalam tata surya kita kini adalah matahari.
Selain menjadi pusat gravitasi, Matahari juga memainkan peran penting dalam membentuk tata surya.
Namun, tahukah kamu bagaimana tata surya pada awalnya terbentuk? Apa yang membuat planet-planet, satelit, dan objek-objek lainnya berkumpul menjadi sistem tata surya yang kita kenal hari ini?
Di dunia iptek, tahap-tahap pembentukan tata surya telah menjadi subjek penelitian dan teori ilmiah selama beberapa abad terakhir.
Ada beberapa teori yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan pembentukan tata surya, di mana masing-masing memiliki pendekatan dan dicetuskan oleh tokoh yang berbeda.
Pemahaman terkait pelbagai teori tersebut pun terus berubah seiring dengan penemuan dan penelitian baru yang menghasilkan pemahaman baru pula tentang bagaimana tata surya kita terbentuk.
Baca Juga: 12 Ragam Ilmu Penunjang Geografi, Materi Geografi Kelas 10 SMA
Adapun di dalam artikel ini, Sonora hendak membahas beberapa teori pembentukan tata surya yang paling populer.
Untuk tahu lebih jauh, simak paparan soal beberapa teori pembentukan tata surya yang dikutip Sonora dari Kompas.com berikut ini.
Teori Pembentukan Tata Surya
1. Vortex model
Teori hipotesis kosmogoni modern yang pertama diperkenalkan oleh filsuf dan ahli matematika Prancis, Rene Descartes pada 1642.
Ia menyatakan jika tata surya berasal dari awan partikel yang berputar mirip pusaran air dengan orbit mendekati lingkaran.
Cikal bakal Matahari berada di pusat dan calon planet berada pada pusaran utama (piringan cakram materi pembentuknya), sedangkan satelit ada pada pusaran tambahan di sekitar pusaran calon planet.
2. Hipotesis Nebula
Teori nebula menyebutkan bahwa tata surya berasal dari proses kondensasi (menggumpal) kabut materi berwujud materi campuran gas dan debu yang berukuran jauh lebih besar dari ukuran tata surya.
Baca Juga: Mengenal Perbedaan Wilayah dan Perwilayahan Menurut Geografi
Materi-materi tersebut banyak ditemui di alam semesta. Lambat laun materi berbutar berotasi dan tidak lepas dari interaksi gaya gravitasi.
Pada teori tersebut, massa materi terkumpul di pusat. Akibat putaran, maka pusat makin padat akan semakin panas.
Kemudian terbentuklah protostar. Proses tersebut disebut kondensasi utama (penggumpalan utama).
Sementara di sayap cakram pun terjadi proses kondensasi berikutnya dalam bentuk cincin-cincin materi yang membentuk protoplanet hingga protosatelit.
Kadang bila nebulanya bermassa sangat besar, akan terjadi tahapan kondensasi yang berulang dan ini disebut proses fragmentasi.
Teori nebula pertama kali diutarakan oleh astronom Swedia, Emanuel Swedenborg pada 1734. Kemudian ide tersebut disambut oleh ilmuan Jerman Immanuel Kant pada 1755.
Lewat bukunya Allgemeine Naturgeschichte und Theorie des Himmels. Pada 1796 ilmuan Prancis, Marquis Pierre Simon de Laplace melengkapi lewat buku Exposition du systeme du monde.
3. Hipotesis planetasimal
Pada 1900, astronom Amerika Serikat, Forest Ray Moulton menunjukan ketidaksesuaian antara hipotesis nebula dengan hasil observasi berbasis penelitian.
Baca Juga: Berikut Contoh Wilayah Formal dan Fungsional dalam Ilmu Geografi
Pada 1904-1905, besama bersama pakar geologi, Thomas Chrowder Chamberlain menawarkan ide baru, yaitu hipotesis planetesimal. Pengamatannya terhadap bentuk nebula spiral makin menguatkan pandangannya.
Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), planetesimal adalah salah satu dari sekumpulan benda yang berteori telah bergabung untuk membentuk Bumi dan planet-planet lain setelah mengembun dari konsentrasi materi difus di awal sejarah tata surya.
Gumpalan terbesar berada di pusat kabut pilin dan menjadi matahari, sedangkan gumpalan-gumpalan yang lebih kecil menjadi planet-planet yang secara bersama-sama berevolusi terhadap matahari (beredar mengelilingi matahari).
4. Teori pasang surut
Teori pasang surut pertama kali dikemukakan oleh Georges-Louis Leclerc Comte de Buffon (1707-1788).
Disebutkan jika tata surya berasal dari materi matahari yang terlempar setelah bertabrakan doengan sebuah komet.
Namun, teori tersebut diperbaiki oleh astronom Inggris, James Hopwood Jeans pada 1917.
Dalam teori tersebut, James menyatakan jika tata surya diperkirakan terbentuk akibat melintasnya sebuah bintang dekat matahari.
Sebagian materi Matahari tersedot dan terlempar ke luar kemudian membentuk planet-planet.
Baca Juga: Mengenal Sirkum Pasifik: Rute dan Negara yang Dilalui, Materi Geografi
5. Teori bintang ganda
Pada 1930-an, Ray Lyttleton menyimpulkan jika matahari awalnya merupakan sistem bintang ganda. Kemudian Pasangan Matahari mengalami tabrakan dengan bintang lain.
Sisa ledakannya membentuk planet. Alternatif berikutnya adalah sistem bintang bertiga dan dua bintang teman Matahari bertumbukan yang akhirnya menjadi planet-planet.
6. Teori awan antar bintang
Pada teori tersebut jika matahari melewati daerah awan materi yang padat. Melalui proses penarikan materi akhirnya terbentuk cakram materi di sekitar matahari.
Berpusar, kemudian terbentuklah planet. Teori tersebut diutarakan oleh astronon Soviet, Otto Schmidt pada 1943.
Banyak astronom Soviet yang bergabung dan fokus pada teori ini. Bahkan Lyttleton juga berkenan turut memodifikasinya berbasis mekanisme penggumpalan awan materi (mirip planetesimal).
Demikian penjelasan mengenai beberapa teori pembentukan tata surya sebagaimana di atas. Semoga bermanfaat.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Faktor Penyebab Korupsi: Perspektif Teori, Internal, dan Eksternal