Sonora.ID – Berikut kumpulan contoh cerpen singkat bermakna yang inspiratif dan tidak membosankan untuk dibaca.
Cerpen atau cerita pendek adalah salah satu jenis karya sastra seperti novel, puisi, pantun, dan prosa.
Biasanya bahasa yang digunakan dalam cerpen mudah dipahami oleh pembaca, dan fokus pada satu tema dan plotnya jelas.
Ada berbagai tema yang bisa diambil dalam cerpen, bisa tentang persahabatan, kehidupan, kisah inspiratif, pendidikan, dan lain sebagainya.
Berikut 7 contoh cerpen singkat bermakna yang inspiratif dan tidak membosankan.
Baca Juga: 4 Contoh Cerpen Singkat Terbaik Beserta Unsur Intrinsiknya, Lengkap!
Tidak Semua Seberuntung Kita
Malam minggu sehabis pulang dari rumah teman, ibu mengajakku ke pasar tradisional yang letaknya di perempatan, kira-kira sekitar 500 meter dari rumah.
"Ky, besok pagi temani Ibu ke pasar ya, mumpung besok kamu libur sekolah. Bapak kamu pengen dimasakin sayur buncis dan ikan asin...", ucap ibu.
"Baik bu...," jawabku sembari membaringkan badan di tempat tidur.
Keesokan harinya, sehabis mandi aku memanaskan motor dan mengisi bensin di warung sebelah sebelum menuju pasar, aku pun melihat ibu sudah bersiap-siap untuk berangkat.
Sesampainya di pasar, sungguh tersentuh hatiku melihat seorang peminta-minta di samping tempat parkir, memegang sebuah buku bertuliskan "Belajar Menulis dan Membaca".
Sontak saja air mataku mengalir perlahan menyaksikan kenyataan tersebut. Aku mulai menyadari betapa banyaknya orang-orang di luar sana yang tidak punya kesempatan bersekolah secara formal.
Karena merasa iba dan kasihan, aku berinisiatif untuk memberikannya makanan serta beberapa buku pembelajaran, tanpa sepengetahuan ibu.
Sembari menunggu ibu selesai belanja, aku bergegas membeli beberapa jenis makanan serta buku bahan bacaan untuk si peminta-minta tersebut.
Di tengah obrolan dengan anak itu, aku melihat ibu sudah sampai di parkiran. Aku pun pamit dari anak tersebut dan dia benar-benar berterima kasih kepadaku.
"Bu, udah lama...?" Tanyaku.
"Belum. Kamu dari mana aja tadi...?" Tanya ibu penasaran.
"Dari situ, Bu...." ucapku sambil menunjuk ke arah anak tersebut.
"Aku membelikannya makanan dan buku. Aku sangat kasihan dengannya yang kurang beruntung baik dari segi ekonomi maupun pendidikan," sambungku.
"Bagus, akhirnya kamu menyadari bagaimana dunia ini menciptakan perbedaan, dan itulah yang harus selalu disyukuri setiap manusia. Jadikan kenyataan pagi ini sebagai motivasi dan inspirasi bagi kamu, untuk tidak bermalas-malasan dalam menuntut ilmu..." tuntas ibu.
"Baik bu, aku tidak akan menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada.." tutupku.
Kemudian aku dan ibu langsung pulang menuju rumah.
Garis Batas
Karya Anton Kurnia
Ada sebuah ruas jalan di kotamu yang lekat di hatimu seperti sisa es krim yang melengket di sela jemari.
Di ujung selatan ruas tengah Braga yang kedua sisinya didereti toko-toko antik berjendela kaca lebar dan bangunan kuno berarsitektur art deco, terdapat sebuah kafe tua yang menjual es krim bikinan sendiri.
Ke Cafe Canary itulah ibumu mengajakmu pada satu sore cerah yang muram.
Umurmu baru sekitar tiga minggu menjelang genap sepuluh tahun. Tetapi, setahun sebelumnya kau sudah kehilangan ayah.
Kanker tulang belakang telah merenggutnya setelah bertempur hebat selama dua tahun sehingga tubuhnya yang subur menyusut menjadi amat kurus di saat-saat terakhir.
Di bangku itu kau duduk menghadapi semangkuk kaca es krim vanila. Sepasang bola matamu yang cokelat menatap mangkuk es krim.
Sesekali kau menggaruk tahi lalat di atas bibirmu yang sebetulnya tak gatal. Kau melakukannya hanya karena kau tak bisa mengontrol gerakan itu saat kau gugup atau sedih atau gundah.
Kau amat suka rasa es krim vanila yang putih dan lembut dan manis. Namun, kau mendadak merasa lidahmu seolah pahit sehingga kau teringat sebuah cerita lama yang pernah kaubaca di sebuah majalah anak-anak tentang seorang pendekar berlidah pahit. Kau juga merasa lidahmu kelu. Tak mampu bicara.
Ibumu baru saja berkata dia akan menikah lagi dan suaminya yang baru akan membawa kalian pindah ke lain kota.
Itulah yang membuat es krimmu jadi tak terasa manis, hanya dingin dan kebas. Padahal sore itu cuaca amat cerah.
Ada semacam luka halus yang menggores di dalam hatimu. Sesungguhnya kau tak rela ibumu memiliki dan dimiliki lelaki lain selain kau dan ayahmu.
Kau tak suka ada lelaki lain di dalam hidupmu, di antara kau dan ibumu. Kau tak ingin ibumu beralih dari ayahmu yang telah tiada.
Kau sedih, tetapi tak berdaya. Namun, kau tak menangis. Kau hanya diam membisu.
Diam-diam kau menelan es krimmu yang mencair di lidah, serupa menelan gumpalan kesedihan yang patah.
Seakan-akan ada rumpang di hatimu yang perih. Seolah-olah ada semacam lubang di sana yang membuatnya tak akan pernah lagi utuh.
Saat itu kau belajar satu hal: di dalam hidupmu kau tak hanya bisa kehilangan orang-orang yang pergi tak kembali seperti ayahmu, tetapi kau juga bisa kehilangan orang-orang yang masih ada serupa ibumu.
Atau setidaknya, kau terpaksa harus berbagi. Tak lama lagi, ibumu bukan milikmu sepenuhnya walaupun kau anak satu-satunya.
Saat itulah kau mulai mengenal bagaimana rasanya patah hati.
Baca Juga: Berikut Ini 5 Contoh Cerita Pendek Anak TK yang Bisa Jadi Referensimu!
Aku Tak Pernah Punya Cita-Cita
Karya Asep Sukirman
"Kenapa diam saja? Gak mau pulang, ya?" Setengah jam berlalu saat teman-teman satu kelasku sudah pulang setelah menjawab pertanyaan yang sakral dan suci. Tersisa aku, guruku, dan seluruh perabotan kelas.
Padahal hati dan pikiranku melayang-layang mencari jawaban yang pas dan sakti agar Ibu Ema, perempuan anggun berkerudung panjang idaman setiap Bapak-bapak guru itu, banga atas jawaban yang aku berikan. BRAAK..!!!
Membuatku terlonjak tingkat pusat. Menganga dan terpaku. Sosok Bu Ema berdiri tegap di depanku.
Kecut dan penuh ambisi terpancar dari wajahnya. Ya, dia menggebrak meja sedemikian keras sebab aku melamun jauh sekali. Teramat jauh, hampir tersesat.
"Kalau gak mau jawab, pulang saja! Masih kecil kok melamun!" Nada marahnya membuat ciut nyali pria manapun yang ingin melamarnya.
Tergesa-gesa pula kurapikan tas dan segera lari keluar kelas tanpa sepatah kata pun.
Namun, di ambang pintu kakiku berhenti dengan sendirinya seraya menoleh Bu Ema yang berdiri membelakangi.
Bertaruh dengan Masa Depan
Karya Noor Cholis Hakim
"Masih ada Tuhan di atas sana. Ingat, kamu tidak sendiri. Namun, kamu harus beradaptasi, sebab dunia tak selamanya teduh." Ucapan itu masih terngiang-ngiang di kepalaku. Masuk ke pelosok telinga.
Lantas, diputar berulang-ulang di dalam sana. Suara serak-serak basah yang biasanya renyah untuk didengar. Kini membuatku sedikit bergidik ngeri. Menyergap dalam rasa panik.
Namun, cepat atau lambat, sementara atau selamanya. Aku bisa mencerna dengan baik kalimat itu. Terima kasih, Kakek.
"Baiklah, pertemuan hari ini sampai di sini saja. Jaga kesehatan kalian selalu! Wassalamualaikum, lebih cepat dari biasanya".
Video konferensi hari ini selesai Sepekan lalu, bukan sepekan lalu, lebih tepatnya hampir setahun yang lalu.
Pandemi menyergap seluruh penjuru dunia. Pendidikan harus terhambat. Mengharuskan pembelajaran dilaksanakan secara online. Meski semuanya terasa lambat, tapi inilah kehidupan saat ini.
Hendak mengingkarinya sudah tak kuasa. Munafik.
Lompatan yang Mengubah Segalanya
Diceritakan ada sebuah kotak, di mana kotak tersebut ternyata di dalamnya terdapat seekor belalang.
Ternyata belalang tersebut sudah berada di dalam kotak tersebut dengan kurun waktu yang begitu lama.
Suatu hari belalang tersebut telah berhasil keluar. Karena sudah keluar dari kotak yang selama ini mengurungnya.
Belalang tersebut merasa penuh kebahagiaan dirinya, akhirnya yang selama ini ia nantikan tercapai juga.
Kebahagiaan yang belalang miliki diespresikan lewat lompatan yang dilakukannya kesana-kemari.
Hingga suatu saat ia bertemu dengan kawanan belalang lainnya. Di mana belalang yang ia temui ternyata mampu melakukan lompatan yang jauh lebih tinggi dan lebih panjang.
Belalang yang dahulunya di dalam kotak penasaran apa rahasia yang dari lompatan tinggi dan panjang dari belalang lainnya.
Dengan penuh rasa penasaran dan keberanian akhirnya belalang yang tadinya dalam kotak tersebut bertanya kepada kawanan lainnya.
“Apa yang membuatmu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dari aku, padahal jika dilihat dari usia dan ukuran tubuh kita masih sama, apa rahasianya?” Tanya belalang dengan rasa penasaran.
Dengan perkataan tersebut kawanan belalang lainnya merasa terheran-heran dan mulai menjawabnya.
Baca Juga: 9 Contoh Cerpen tentang Kehidupan, Memberi Motivasi dan Inspirasi
Diam-Diam Kakak Menyayangiku
Hidup dengan keluarga pas-pasan sudah bukan hal aneh lagi untuk. Sejak kecil, keluarga kami sangat kesulitan bahkan hanya untuk mencari makan.
Ayah dan ibu benar-benar bekerja keras untuk menghidupiku dan kakak, karena kami masih harus sekolah di 1 SMA yang sama.
Namun aku dan kakak rupanya sering membuat ayah dan ibu kesal, sebagai kakak beradik laki-laki, kami sering merasa tidak puas satu sama lain.
Tiada hari tanpa bertengkar, sampai ayah dan ibu pernah menangis melihat pertengkaran kami yang tidak pernah kunjung usai.
Suatu hari ketika kakak sudah lulus SMA dan akan kuliah, kebetulan aku harus pergi ke luar kota mengikuti study tour dari sekolah.
Kuliah dan mengikuti study tour tentu membutuhkan uang. Memang jumlah uang untuk study tour tidak begitu banyak.
Namun jika aku mengambilnya dari sebagian uang kuliah kakak, pasti kakak tidak bisa kuliah.
Aku sudah hampir mendebat kakak, karena dulu kakak sudah pernah ikut study tour. Menurutku study tour cukup penting.
Namun, ternyata kakak memberikan sebagian uang kuliahnya tanpa marah seperti biasanya.
Hal itu membuatku terharu karena ternyata kakak menyayangiku, tetapi aku akhirnya memutuskan tidak mengikuti study tour karena kuliah kakak jauh lebih penting.
Membantu Ayah Kembali Ke Jalan Benar
Aku memiliki ayah yang sangat suka mabuk-mabukan. Setiap hari ayah mabuk dan membawa botol minuman keras ke rumah.
Kondisi ini membuat ibu sering menangis sendirian di kamar. Aku sangat sakit hati melihatnya, namun merasa tidak bisa melakukan apapun.
Tetapi suatu hari, aku merasa tahu apa cita-citaku, aku ingin menjadi pemuka agama agar bisa mendapatkan ilmu yang baik.
Aku menyampaikan cita-citaku pada Ayah, kemudian Ayah mendukungku.
Aku terus belajar dan melanjutkan kuliah jurusan dakwah. Di tempat kuliah, Aku mempelajari banyak hal baru.
Aku berharap nanti Ayah dapat mendengarkan dakwahku dan tersadar akan perbuatannya.
Saat lulus kuliah, Ayah dan ibu sangat bangga saat melihat namaku disebut sebagai yang terbaik.
Saat pulang ke rumah, aku mulai berdakwah di masjid terdekat.
Ayah mendengarkan pidato perdanaku, kemudian untuk pertama kalinya beliau tersadar. Sejak aku sering berdakwah di dekat rumah, Ayah mulai berhenti minum minuman keras.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: 7 Contoh Cerpen Horor, Seram dan Menegangkan, Kamu Berani Baca?