Armada laut VOC itu meninggalkan pelabuhan Batavia menuju ke Sombaopu (ibukota Gowa). Pada 19 Desember 1666, armada VOC sampai di Sombaopu, ibukota sekaligus pelabuhan Kerajaan Gowa.
Awalnya Speelman bermaksud menggertak Sultan Hasanuddin. Namun karena, Sultan Hasanuddin tak gentar, Speelman segera menyerukan tuntutan agar Kerajaan Gowa membayar segala kerugian.
Karena peringatan VOC tidak diindahkan, Speelman mulai mengadakan tembakan meriam terhadap kedudukan dan pertahanan orang-orang Gowa. Tembakan-tembakan meriam kapal-kapal VOC dibalas juga dengan dentuman-dentuman meriam yang gencar dilancarkan pihak Gowa.
Maka, terjadilah tembakan-tembakan duel meriam antara armada kapal-kapal VOC dengan benteng pertahanan Kerajaan Gowa.
Tidak kuat menahan gempuran VOC dan pasukan Kerajaan Bone, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Dengan perjanjian itu, Sultan Hasanuddin harus mengakui monopoli VOC yang selama ini ditentangnya.
Dikutip dari Kompas.com, walau tidak dapat mengusir bangsa barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda.
Kegigihan tersebut dibawa sampai wafat pada 12 Juni 1670 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Memahami Isi Perjanjian Bongaya, Lengkap dengan Latar Belakangnya
Selama perlawanan, Sultan Hasanuddin diberi julukan De Haantjes van Het Oosten yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Julukan itu diberikan karena semangat dan keberaniannya dalam menentang monopoli yang dilakukan VOC.