Pontianak, Sonora.ID - Dalam rangka memberikan informasi kepada publik terkait kinerja pelaksanaan APBN serta sebagai perwujudan akuntabilitas dalam pengelolaan APBN, Kementerian Keuangan sebagai institusi yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan negara rutin melaksanakan Konferensi Pers APBN di setiap bulannya.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) tanggal 17 April 2023 bahwa meskipun outlook global mengalami perlambatan, Indonesia diperkirakan masuk ke dalam salah satu negara yang masih mampu tumbuh kuat di angka 5% (yoy) di tahun 2023 sebagaimana diproyeksikan oleh IMF. Namun, kewaspadaan dan mitigasi tetap harus dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian global sepanjang tahun 2023.
Pada awal tahun 2023, inflasi year on year (yoy) pada gabungan 3 kota di Kalimantan Barat berada di angka 5,70% di bulan Januari, kemudian melandai menjadi 5,43% di bulan Februari, dan posisi terakhir adalah sebesar 5,06% di bulan Maret. Sebagaimana prakiraan Bank Indonesia bahwa tahun 2023 inflasi akan mulai beradaptasi yang mana juga ditandai dengan tingkat suku bunga/BI-rate yang tidak seagresif sebelumnya. Administered price atau biaya komoditi yang ditentukan oleh pemerintah pusat menjadi salah satu penyebab cukup tingginya angka inflasi di Kalimantan Barat, seperti angkutan udara, harga rokok, BBM, dan listrik yang mana juga menjadi komoditas dominan penyumbang inflasi di Wilayah Kalbar.
Menjelang bulan ramadan, stok bahan pangan di Kalbar tergolong dalam kondisi yang aman dan cukup tersedia. Bank Indonesia dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) provinsi serta kabupaten/kota juga telah melakukan koordinasi dalam rangka menjaga stok dan kestabilan harga di bulan Ramadan hingga Hari Raya Idulfitri.
Baca Juga: Satgas Pangan Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok Pontianak Aman
Beberapa kendala yang dihadapi oleh Provinsi Kalimantan Barat dalam menanggulangi inflasi, diantaranya adalah pengelolaan pasokan pada beberapa sentra produksi di luar Kalbar (yaitu ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas sayuran yang berasal dari Pulau Jawa), kendala pengenaan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan, curah hujan yang tinggi, dan distribusi gas LPG belum sesuai perencanaan, serta virus demam babi afrika yang masih dirasakan hingga saat ini (berdasarkan observasi di Desa Ansiap, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat).
Sampai dengan 31 Maret 2023, belanja negara dalam APBN Kalbar tercapai sebesar Rp6.342,78 miliar atau sebesar 21,09% dari total pagu anggaran. Realisasi belanja ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (K/L) sebesar Rp1.784,89 miliar dan Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp4.557,89 miliar. Serapan belanja yang meningkat dibanding tahun 2022 diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi Kalimantan Barat.
Adapun dari sisi TKDD, TKDD yang telah disalurkan kepada Provinsi Kalimantan Barat s.d Maret 2023 berdasarkan data pencatatan Pemda adalah sebesar Rp2.490,81 miliar atau 77,11% dari total pendapatan APBD, sementara data tercatat di OMSPAN adalah sebesar Rp4.557,89 miliar, dengan realisasi tertinggi pada pos Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dana pusat melalui TKDD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan pada provinsi Kalimantan Barat.
“Beberapa hambatan realisasi belanja di triwulan I ini di antaranya disebabkan oleh beberapa proyek strategis nasional yang belum terlaksana fisiknya karena cuaca dan kelangkaan BBM sehingga terjadi hambatan dalam distribusi material dan juga beberapa material juga masih menunggu kiriman dari PT,” ungkap Darta, Kepala Bidang PPA II Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Barat.
Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan APBN di awal tahun ini terdapat pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Yang mana persyaratan Kemenperin terkait syarat TKDN 25% untuk pengadaan sehingga satker perlu menyesuaikan pengadaan yang akan dilakukan, sedangkan beberapa barang tidak memiliki kualitas sesuai dengan pagu yang dianggarkan.
Pendapatan negara dalam APBN Kalbar melanjutkan kinerja baik hingga akhir Triwulan I Tahun 2023. Hingga akhir Maret 2023, pendapatan negara dalam APBN Kalbar tercapai sebesar Rp2.829,90 miliar atau sebesar 23,42% dari target APBN 2023. Penerimaan ini masih didominasi oleh penerimaan perpajakan, yaitu dari PPN dan PPh masing-masing sebesar Rp1.173,11 miliar dan Rp1.113,32 miliar. Secara keseluruhan, pendapatan negara dalam APBN Kalbar menunjukkan pertumbuhan 6,05% dibandingkan tahun 2022 (yoy) yang mana hal ini menunjukkan perbaikan ekonomi di wilayah Kalimantan Barat.
Sementara itu, dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kalbar mengalami kenaikan yang cukup drastis dibanding tahun sebelumnya, didominasi oleh satker kepolisian dan imigrasi serta perpanjangan waktu pembayaran UKT. Capaian PNBP hingga akhir triwulan I, yaitu sebesar Rp321,19 miliar atau 40,11% dari target yang ditetapkan.
Sampai dengan tanggal 31 Maret 2023, penyaluran KUR di Kalimantan Barat mencapai Rp472,87miliar untuk 6.082 Debitur. Sama seperti tahun sebelumnya, penyaluran KUR terbesar terdapat di Kabupaten Kubu Raya dengan total penyaluran Rp72,72 miliar dan diikuti oleh Kota Pontianak dengan penyaluran Rp72,11 miliar. Terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental pada tahun 2023 ini, yaitu adanya penegasan pelaksanaan KUR plafon s.d. Rp100 juta tanpa agunan tambahan dan syarat calon penerima KUR tidak pernah menerima kredit investasi/modal kerja komersial.
Sedangkan, jumlah penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMi) sampai dengan 31 Maret 2023 mencapai 2.737 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp12,71 miliar. Kota Pontianak menjadi wilayah dengan jumlah debitur UMi paling banyak yaitu 563 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp2,49 miliar dan diikuti oleh Kabupaten Sanggau sebesar Rp1,77 miliar. Sementara itu, berakhirnya triwulan I tahun 2023 belum terdapat penyaluran UMi di Kabupaten Melawi.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News