12 Puisi Tentang Rindu untuk Pasangan, Orang Tua, atau Sahabat yang Menyentuh!

11 Mei 2023 13:25 WIB
Ilustrasi, puisi tentang rindu untuk pasangan, sahabat, atau orang tua
Ilustrasi, puisi tentang rindu untuk pasangan, sahabat, atau orang tua ( Freepik)

Terlebih saat kupandangimu bintang

Bercumbu pada sang rembulan

Gemeretak bunyi hatiku patah

Remuk oleh gumpalan kecewa

Kau tahu kenapa?

Sebab rindu yang menggebu

Sebatas semu

7. Untuk Satu Nama

Aku mengukir sendiri namamu dengan huruf kapital tebal

Menggoreskan tinta abadi dengan tekanan teramat dalam

Berharap kau adalah satu-satunya pemilik kenanganku tentang berdua

Jatuh cinta padamu di setiap detik kebersamaan

Aku suka saat kau menari diantara tetesan hujan

Basah membuat tubuhmu berbunga

Aku suka kau bicara

Merdu mengalahkan kicauan alam

Bahkan kau terdiam, aku jatuh cinta

Kedamaian menghipnotis di setiap tatapan

Tidak ada bosan aku melihat kau bermain dengan angin

Hempasan itu menyebarkan aroma tubuh yang wangi menenangkan

Duduk meratap, kusediakan dua cangkir

Mencicipi keduanya solah kau ikut menengguk

Lihatlah,

Satu nama abadi dalam hatiku

Tertulis jelas tidak akan pernah hilang

Untuk sebuah nama aku menunggu

Hanya satu cinta bersamamu yang ku mau

Baca Juga: Puisi Tentang Hewan Peliharaan yang Mengandung Pembelajaran

Puisi tentang rindu untuk sahabat

8. Mengenai Tawa Yang Hilang

Bila tidak ada penerapan kata abadi untuk kisah yang tepat, maka akan ku pinjam sebentar untuk melengkapi penggalan kisah kita

Tertoreh dalam perjalanan tanpa jeda, suara tawa seakan menjadi gema yang memekakkan penjuru bumi

Air mata buaya ku anggap tepat untuk permusuhan yang hilang dengan satu kedipan mata

Apa yang kita perebutkan? Jika semua bisa di bagi dua

Kau tampak kekanakan dan mungkin aku masih tampak demikian waktu itu

Tinggi kita mungkin tak lebih dari sepertiga orang dewasa

Tapi orang dewasa mana yang bisa sebahagia memiliki kesenangan seperti yang kita miliki

Apapun, daun kering, tanah basah, cacing tanah dan ulat bulu seperti terlihat lucu

Menyuarakan tawa, menyusun mimpi, menguatkan, dan kita melupakan

Akhir dari kisah abadi yang harus ku akui tidak akan pernah ada

Tumbuh dewasa melupakanmu untuk tetap menggaduhkan bumi, bersamaku

9. Satu Taman di Masa Kecil

Aster tetap berbunga, bersahutan dengan anggrek yang tetap menjadi penguasa

Berjejer membentuk pola lurik yang sama degan selimut di kamarku

Satu-satunya tempat yang memisahkan hari-hari kita bersama

Kau pasti tahu, betapa asik bersembunyi di bawah rak bambu

Menemukan tempat bersembunyi untuk berbagi secuil roti

Membisikkan kata rahasia mengenai rahasia alam raya yang kita hayalkan

Ah… tentu tidak demikian,

Kami hanya anak-anak usia empat tahun dengan markas pinjaman

Dalam bungkus dinding bening orang menyebutnya sebuah rumah kaca

 

Puisi tentang rindu untuk orang tua

10. Pelukan Doa

Di bumi yang terpijak jauh aku akan meninggalkan tahta sebagai putra mahkota

Melepaskan baju kebesaran, dan memakai pakaian yang sama dengan rakyat kebanyakan

Tanpa gelar, tanpa penghormatan dan tanpa keistimewaan

Berjalanlah aku menuju bumi yang jauh seperti yang kau ceritakan

Bersama dengan perajut mimpi

Penenun harapan dan penyair keindahan masa depan

Keraguan membayangi untuk bisa bertahan di bumi asing

Dalam ikatan lontar waktu yang tak sebentar harus ku lalui tanpa pengawalan

Tidak ada senjata yang selalu kabur bawa dekat

Tanpa tameng kau melepas aku pergi

Katamu, satu kemenangan yang akan ku bawa pulang adalah kemandirian

Katamu, hal terbaik yang akan membuat tahtaku tidak goyah adalah iman

Dan katamu, tanpa bekal setengah abad yang lalu kalian pun sama

Katamu, pelukan doa yang kau rapal akan selalu menjaga ku

Baca Juga: 10 Puisi Tentang Ibu Tercinta yang Mengharukan dan Menguras Air Mata

11. Dongeng Penghujung Hati

Masa yang mengambil memori paling banyak

Menyisakan sedikit untuk aku gunakan kembali dengan mengisi  semua ruang mengenai masa itu

Surau telah tidak memiliki teman berbagi sepi

Bergandengan kami menyusuri pematang sangat becek di musim penghujan tiba

Rumah hanya menyisakan satu lampu tetap menyala

Televisi hitam putih terbiasa berdiam sebagai saksi

Dua puluh lima penggalan kisah  terus berulang berputar bagai bianglala yang selalu membawa tawa bahagia

Anggukan mengerti, dan komat-kamit mulut mengucap doa

Aku duduk bersila dengan cerita ribuan tahun lalu dibangkitkan seperti duduk bersama

Dua puluh lima nama,aku hafal seperti nyanyian

Dia Adam sebagai yang pertama

Setelah shalat isya selesai surau tegakkan

12. Kembali Pulang

Sirnalah sudah sirna sebuah mimpi

Tergerus oleh waktu aku tak bisa melawan

Terlalu lemah untuk kami yang tak mendapat jatah cipratan Qarun menyimpan petaka

Semua bilang sistem berkeadilan, semua sama rasa sama rata

Hari ini ia kembali pulang, setelah mengembara membuktikan sebuah keyakinan

Bumi yang adil, bumi yang penyayang

212 bangsal tempat iya berpulang, menahan pedih tanpa dolar peringan

Dia keras kepala, kepala batu dengan jeruji besi melingkar kataku

Aku mengingatkan ketika suaraku tidak lagi merdu

Kebaikan yang kau anggap sumber kehidupan akan membunuhmu

Rasa welas tidak ada untuk kita yang tidak memiliki sepanci beras

212 yang tertulis di mana pun akan tetap menyakitkan

Mengingatkan pada suara lemah penebar benih kebaikan

Kita yang tidak menanam tidak akan perah mencicipi buahnya, katamu

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm