Sonora.ID - Indonesia menghadapi berbagai ancaman karena perubahan global. Perubahan itu terjadi secara fisik maupun secara maya yang memengaruhi kehidupan sosial dan budaya di Indonesia.
Jika tidak segera diantisipasi, Indonesia akan menghadapi kehancuran di masa mendatang. Menjadi bangsa yang cerdas sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan syarat dan cara menyelamatkan Indonesia dari kehancuran di masa depan.
Taprof Lemhannas RI bidang Ideologi, AM Putut Prabantoro menyampaikan, perubahan iklim secara ekstrim yang melanda jazirah Arab dan Afrika, akan mengubah kehidupan sosial dan budaya tidak hanya wilayah Arab dan Afrika tetapi juga dunia termasuk Indonesia.
Masyarakat Arab kini mengenal salju dan hujan terpaksa harus menyesuaikan cara hidupnya. Penyesuaian cara hidup merupakan upaya mempertahankan hidup dan ini akan mendorong perubahan secara sosial budaya pada masyarakat kawasan itu.
Baca Juga: Cara Pengajuan Akun PPDB SD, SMP, SMA Jakarta 2023
“Ini masalah alam, dan tidak mungkin dilawan. Tetapi ini berdampak pada perubahan nilai-nilai kehidupan, sosial dan budaya secara jelas. Sementara di Indonesia, sebagai contoh senderhana, perubahan iklim akan memengaruhi antara lain musin tanam dan panen,“ jelas Putut Prabantoro di hadapan sekitar 700 peserta Kongres XII GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia), di Christian Center, Ambon, Maluku, Minggu (14/05/2023).
Geopolitik dunia juga sedang berubah karena perang antara Ukraina dan Rusia. Finlandia, tetangga dekat Rusia sebelah utara, dijelaskan lebih lanjut oleh Putut Prabantoro, saat ini sudah bergabung dengan NATO, dan NATO berencana membangun markasnya di Jepang.
Diprediksi jika meluas, perang Ukraina dan Rusia akan memicu konflik terbuka antara Taiwan dan China. Sangat bisa jadi, wilayah Laut China Selatan akan menjadi wilayah konflik terbaru dan nyata bagi negara-negara yang berkepentingan.
"Lalu, negara mana saja yang akan terlibat dalam konflik Laut China Selatan? Akankah Filipina juga akan tetap terlibat dalam konflik Laut China Selatan? Kalau tidak alasannya apa? Apakah dalam konflik besar tersebut akan digunakan nuklir ataupun senjata biologi untuk memenangkan perang? Bagaimana dengan Covid-19 yang disebut-sebut sebagai senjata biologis?” tanya Putut Prabantoro.
Baca Juga: Tingkatkan Perekonomian Pelaku UMKM, Pemko Medan & USU Akan Bangun Plaza UMKM