Sonora.ID – Artikel kali ini akan mengajak untuk mengenal toxic masculinity lebih dalam, dengan mengetahui dampaknya bagi kehidupan pria dan wanita.
Disadari atau tidak, toxic masculinity sebenarnya sudah mengakar sejak kita kecil dan masih terus diajarkan secara turun temurun pada generasi muda.
Sifat toxic masculinity ini dianggap sebagai sikap yang melebih-lebihkan karakter maskulin yang ada dalam laki-laki.
Contohnya sendiri banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya anak laki-laki dilarang menangis, harus selalu berani, tidak boleh melakukan pekerjaan rumah, mendominasi perempuan, hanya melakukan kegiatan di luar rumah yang menguras energi, dan lain sebagainya.
Dalam jurnal Toxic Masculinity dalam Sistem Patriarki, maskulinitas beracun ini bisa berbahaya karena bisa membatasi definisi sifat laki-laki dan mengekang pertumbuhannya nanti dalam masyarakat dan bersosial.
Baca Juga: 10 Cara Menguatkan Mental, Agar Tahan Banting dan Tak Mudah Menyerah!
Sebab dalam budaya toxic masculinity, kejantanan akan dianggap sebagai kekuatan. Sementara untuk emosi akan dianggap sebagai kelemahan.
Alhasil, agar diakui secara sosial oleh masyarakat, laki-laki dituntut untuk menunjukkan identitas maskulin setiap harinya, guna memenuhi ekspektasi gender dan norma-norma tradisional yang telah ditetapkan.
Parahnya, karena stigma ini sudah dipercaya secara menurun, perilaku toxic masculinity dianggap lumrah dan kerap tidak disadari, baik oleh pelaku maupun korban.
Akibatnya, para laki-laki akan tumbuh menjadi sosok yang arogan, sulit mengungkapkan emosi, mudah merendahkan perempuan, melakukan tindak kekerasan, dan lain sebagainya.
Karena dalam budaya patriarki, laki-laki harus lebih superior dibanding perempuan.