Pringsewu, Sonora.ID - Redemtha Wasitah (87 th), guru SD Xaverius Pringsewu, Lampung, merindukan salah satu muridnya yang sekarang menjadi orang penting Indonesia, Sri Mulyani yang menjabat sebagai Menkeu.
Sri Mulyani bersekolah di SD Xaverius Pringsewu dan kemudian melanjutkan ke SMP di Tanjung Karang (sekarang Bandarlampung) pada tahun 1975.
Redemtha Wasitah dan Sr Arnolde FSGM (almh) adalah dua guru SD Xaverius Pringsewu, Lampung yang dikunjungi oleh Sri Mulyani ketika menghadiri reuni di Bandarlampung beberapa waktu lalu.
Demikian diungkapkan oleh dr Yohanes Sugiri Ruslan, putera dari Redemtha Wasitah saat membicarakan Reuni Agung Menuju Satu Abad SD Xaverius Pringsewu, Lampung, Kamis (18/05/2023).
Baca Juga: Wapres Minta Pejabat Negara Laporkan Kekayaan dengan Jujur
Cerita tentang Sri Mulyani disampaikan Sr Arnolde kepada Sugiri. Reuni Agung akan berlangsung dua hari, tanggal 19 – 20 Mei 2023. Sekitar 700 orang sudah mendaftarkan diri untuk hadir dalam acara ini. Dan, Ibu Redemtha Wasitah menunggu Sri Mulyani.
Bagi Redemtha Wasitah, demikian dituturkan Sugiri – putera ketiganya, menjadi guru SD Xaverius adalah suatu kebangaan dan martabat. Ini kesan kuat yang selalu diceritakan Wasitah kepada enam anaknya.
Kekuatan para suster / biarawati dari Kongregasi Para Suster Fransiskan dari St. Georgeus Martir Thuine dari Jerman dalam membangun manusia melalui pendidikan jelas terlihat dari spirit yang diberikan kepada para guru dan muridnya.
“Keteladanan hidup para suster dan juga Rm Kanjeng memberikan makna dalam tentang hidup. Rm Kanjeng adalah nama panggilan Mgr Albertus Hermelink Gentiaras SCJ, uskup pertama Tanjung Karang. Bersama-sama beliau-beliau menanamkan perilaku disiplin, budi pekerti, jujur, terbuka, rendah hati dan menerima semua orang tanpa membedakan agama atau suku,“ ujar Sugiri, yang menegaskan Sr Arnolde mempunyai jasa besar bagi hidupnya.
Tantangan utama bagi para guru adalah mentransfer nilai-nilai yang sudah ditanamkan para suster kepada para murid. Keberhasilan dunia pendidikan sebenarnya bukanlah nilai, tetapi mentransfer nilai kemanusiaan tersebut agar menjadi bekal bagi para murid untuk hidup selanjutnya. Demikian diurai oleh Redemtha Wasitah sebagaimana dikutip oleh Sugiri.