Penyebab pencemaran beragam. Baik itu dari tambang, plastik, limbah masyarakat dan sebagainya.
Namun menurutnya, PT Air Minum Bandarmasih selalu melakukan uji internal maupun eksternal terhadap hasil olahan, sebelum didistribusikan ke masyarakat.
"Hasil olahan kami anggap itu layak. Sesuai dengan Permenkes Nomor 492 Tahun 2010," ujarnya, ketika dikonfirmasi Smart FM Banjarmasin, Selasa (23/5).
Lebih lanjut Ia mengharapkan, daerah aliran sungai baik itu Sungai Martapura dan Sungai Barito, bebas dari pembuangan limbah industri, tambang hingga limbah rumah tangga.
"Supaya kualitas air baku yang didapatkan itu berada di kelas 1. Seperti air irigasi. Kalau air baku di tempat kita kelasnya berada di kelas IV. Sebetulnya tidak disyaratkan dan disarankan mengolah air minum," jelasnya.
"Jadi ada banyak pihak yang mesti terlibat untuk penanganannya," tekannya lagi.
Lalu bagaimana solusi ke depan? Zulbadi mengatakan, pihaknya menginginkan adanya upaya yang terintegrasi dari masing-masing pihak terkait.
"Misalnya, DLH mengerjakan ini, BWS atau balai wilayah sungai mengerjakan itu. Intinya terintegrasi untuk penanganan sungai yang menjadi bahan baku air," ujarnya.
Di sisi lain, apabila penanganan bersama tidak dilakukan, imbasnya pun beragam. Salah satu imbas yang dialami oleh PT Air Minum Bandarmasih membengkaknya biaya operasional.
Yakni berupa pembelian bahan kimia, listrik, biaya pegawai, biaya peralatan dan pemeliharaan.
"Penggunaan bahan kimia itu dilakukan, berhubungan dengan kualitas bahan baku air yang kian menurun," ujarnya.
Lebih jauh, untuk penanganan jangka panjang, mau tak mau menurutnya PT Air Minum Bandarmasih harus memiliki embung.
Tujuannya untuk proses prasedimentasi, mengendapkan sementara bahan baku air.
"Nantinya bahan baku air diambil dari embung itu, untuk diproses di pengolahan. Itu, kami rasa bisa menekan biaya proses pengolahan," jelasnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: Ruang Baru di Sudut Balai Kota Banjarmasin, Berikut Kegunaannya