4 Kumpulan Dongeng Si Kancil yang Bisa Kamu Bacakan untuk Si Kecil!

2 Juni 2023 14:10 WIB
Kumpulan dongeng Si Kancil
Kumpulan dongeng Si Kancil ( Jakmall.com)

Pak Buaya mengangguk, lalu melepaskan kaki si Kancil. “Awas jangan kabur, yah!” ancamnya sambil memperhatikan penuh waspada.

Sementara si Kancil mencari makanan di tepi sungai. Buaya-buaya yang lainnya datang menghampiri mereka. Badan Kancil gemetar ketakutan. Tapi, lagi-lagi otak cerdiknya mendapatkan sebuah ide.

“Pak Buaya, apa semua temanmu sudah datang?” tanya Kancil sambil memperkirakan lebar sungai dengan jumlah buaya yang ada.

Buaya memperhatikan si Kancil penuh curiga. Tapi binatang besar itu mengangguk juga akhirnya, menjawab pertanyaan Kancil.

“Aku tidak tahu apakah daging di tubuhku ini cukup atau tidak untuk kalian semua,” celetuk si Kancil. “Bisakah kalian berbaris rapi hingga ke ujung sana? Jadi aku bisa menghitung kalian dengan benar.”

Walaupun sedikit heran, buaya besar itu mengikuti permintaan si Kancil juga. Ia meminta buaya lainnya untuk berbaris. Si Kancil senang karena rencananya hampir berhasil. Pak Buaya dan buaya-buaya lainnya mulai berbaris rapi.

“Ayo, cepat hitung!” dengus Pak Buaya kesal.

Si Kancil dengan senang hati menghitung jumlah buaya yang ada. Ia berhitung sambil menaiki punggung buaya satu demi satu.

“Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima!” serunya lantang. “Enam. Tujuh. Delapan. Sembilan. Sepuluh!”

Kancil terus berhitung sambil meloncat dari satu punggung ke punggung buaya lainnya. Hingga akhirnya ia tiba di seberang sungai dan  meloncat ke tanah dengan sukacita.

“Ada sepuluh ekor buaya! Dagingku pasti cukup untuk kalian. Tapi sayangnya, aku masih ingin hidup!” teriaknya, lalu lari sekencang mungkin ke dalam hutan meninggalkan para buaya.

“Kurang ajar kamu, Kancil!” teriak Pak Buaya marah dari ujung sungai satunya.

Tapi apa mau dikata, si Kancil telah melarikan diri. Para buaya menggerutu kesal dan menyalahkan Pak Buaya karena kebodohannya. Padahal semua buaya itu juga sama polosnya dengan Pak Buaya, jadi bisa diakali oleh si Kancil.

Baca Juga: 7 Jenis-Jenis Dongeng, Pengertian, Ciri-ciri, dan Contohnya

  1. Dongeng Si Kancil dan Pak Tani

“Kruukk…krruuk,” Kancil mengelus perutnya yang dari tadi mengeluh lapar, dan tenggorokannya pun sangat kering. Hari amatlah panas. Kancil berjalan sendirian. Tadi dia memang bersama teman-temannya meninggalkan hutan kecil tempat tinggal mereka yang terbakar. Sekarang, teman-temannya sudah meninggalkannya.

Kancil duduk bersandar karena matanya berkunang-kunang. Tiba-tiba ia melihat hamparan hijau. Ya, itu adalah ladang Pak Tani, yang menanami ladangnya dengan ketimun. Air liur Kancil menetes.

“Ah, aku akan memakan timun Pak Tani,” kata Kancil. “Kalau cuma makan sedikit pasti tidak apa-apa.”

Kancil menyusup lewat celah pagar ladang Pak Tani dan mengunyah sebuah ketimun. “Krrss, hmmm, segar sekali.”

“Satu lagi, ah. Lalu aku akan menyusul teman-teman.” Kancil memetik satu lagi, memakannya. Satu lagi, satu lagi, sampai ia kekenyangan dan tertidur. Kancil terkejut karena hari sudah sore. Ia segera meninggalkan ladang itu.

Saat tiba di ladang, Pak Tani kaget melihat ketimunnya banyak yang hilang, hanya tersisa sampah ujung ketimun.. “Aduh, bagaimana ini,” keluh Pak Tani. “Aku tidak jadi panen. Siapa yang berani mengambilnya, ya?”

Bu Tani berkata, “Kita takut-takuti dia dengan orang-orangan, Pak. Siapa tahu, dia tidak berani datang lagi.”

“Ide bagus, Bu. Ayo, kita buat sekarang.”

Mereka membuat orang-orangan dari jerami dan menggunakan baju bekas dan caping Pak Tani.

Esok harinya, Si Kancil memasuki ladang itu lagi.

“Apa? Pak Tani berjaga di ladangnya?” serunya terkejut.

Ia menunggu sampai Pak Tani pergi, namun kelihatannya Pak Tani betah berjaga di sana. Tapi, mengapa Pak Tani diam dan melotot terus seperti itu, ya? Kancil memberanikan diri untuk memasuki ladang dan Pak Tani tidak mengusirnya. Akhirnya Kancil mengerti, bahwa itu hanya orang-orangan yang dibuat seperti Pak Tani.

“Ayo, makan bersamaku, Pak Tani!” ajaknya dan mengambil caping orang-orangan itu. Ia makan sampai kenyang sambil nyender ke tubuh orang-orangan itu. Setelah kenyang, Kancil segera pergi.

Sorenya, Pak Tani terkejut karena ketimunnya tetap hilang. “Ulah siapa, sih, ini?” katanya geram.

“Sepertinya pencurinya sudah tahu jika ini orang-orangan dan bukan bapak,” kata Bu Tani. “Bagaimana jika kita melumuri orang-orangan ini dengan getah, sehingga akan membuat lengket pencurinya?”

Lalu mereka  melumuri tubuh orang-orangan itu dengan getah buah Nangka.

Esoknya, Kancil datang lagi. “Wah, Pak Tani, kamu masih disitu,” katanya lalu mulai memetik ketimun dan mulai memakannya sambil menyenderkan tubuhnya. Selesai makan, ia berniat pergi. Tapi, oh-oh, badannya lengket menempel ke orang-orangan itu!

Tiba-tiba datanglah Pak Tani. Kancil tidak berkutik, dia harus siap-siap dihukum.

“Oooh, rupanya kamu yang memakan hasil jerih payahku?” Pak Tani berkacak pinggang.

“Ampun, Pak Tani, maafkan aku. Hutan kecil kami terbakar beberapa hari lalu.” Kancil memohon.

“Ya, tapi, tetap saja mencuri itu tidak baik. Enaknya, saya kasih kamu hukuman apa, ya?” Pak Tani tetap kesal.

“Bagaimana jika kita hukum dia membereskan ladang selama seminggu dan menanami bibit ketimun lagi, Pak?” usul Bu Tani.

Kancil pun menerima hukuman itu. Ia tahu bahwa memang dia bersalah. Dia bekerja dengan rajin dan berharap Pak Tani sungguh-sungguh memaafkannya.  Akhirnya, hari terakhir hukuman si Kancil tiba.

“Terimakasih sudah bekerja dengan rajin, Kancil. Jangan mencuri lagi, karena perbuatan itu merugikan orang lain. Lebih baik kamu berusaha dengan jerih payahmu sendiri. Ini bekal ketimun untukmu di hutan nanti,” Kata Pak Tani sambil menyerahkan sekarung ketimun.

“Aku meminta maaf sekali lagi atas kesalahanku, Pak Tani. Terima kasih tidak menghukumku lebih berat. Aku berjanji tidak mencuri lagi.” Kancil berkata penuh penyesalan.

Kancil kembali ke hutan. Ketimun pemberian itu selain dia makan tapi juga juga menyisihkan sebagian untuk ditanam di kebunnya sendiri, supaya dia juga bisa panen timun.

Baca Juga: 10 Contoh Cerita Fabel untuk Anak, Kaya Pesan Moral dan Nilai Kehidupan

  1. Dongeng Si Kancil dan Si Siput

Dongeng kali ini, menceritakan tentang kesombongan kancil sebagai binatang hutan. Kisah bermula dari Kancil yang merasa jika dirinya adalah hewan paling cerdik dan pandai di hutan. Saking yakinnya, si kancil sampai menyombongkan hal tersebut di hadapan binatang lainnya.

Semua temannya yang melihat hal tersebut merasa kesal dan menganggap tingkah kancil yang mendadak sombong. Mereka memang mengakui kecerdikan si kancil, namun mereka tidak dengan dengan tingkahnya hari ini.

Si siput yang mendengar kesombongan kancil kemudian menantangnya untuk melakukan lomba lari. Lomba tersebut dilakukan untuk membuktikan siapa yang paling cerdik.

Kancil menerima tantangan tersebut sambil tertawa menghina, “Mana mungkin kamu lebih cerdik dari aku! Apalagi kamu yang sekecil itu dan berjalan lambat tidak mungkin bisa menang lomba lari!”

Namun siput bersikeras untuk lomba lari. Diam-diam, si siput mengumpulkan semua saudara dan teman-temannya. Kemudian ia meminta agar mereka semua berbaris di sepanjang jalur lomba lari.

“Ingat! Setiap kali Kancil memanggilku, kalian yang harus menjawabnya!” perintahnya kepada semua siput.

Keesokan harinya, tepat ketika hitungan ketiga oleh wasit, si kancil dan siput langsung berlari kencang. Namun tentu saja, larinya si siput tidak akan mungkin lebih kencang.

Meyakini hal tersebut, si kancil berlari dengan gembira. Kemudian ia berhenti ketika merasa sudah jauh meninggalkan siput.

“Hei, Siput! Kamu dimana?” teriaknya ke arah belakang.

“Aku di sini!” jawab siput dari arah depan.

Kancil terkejut mendengarnya, ia kemudian bergegas berlari sekencang mungkin. Setelah berlari cukup jauh, si kancil berhenti lagi.

“Hei, Siput! Kamu pasti di belakang kan?” teriaknya memanggil-manggil.

“Tidak. Aku di depan!” jawab siput lagi.

Kancil kembali terkejut. Ia bingung, bagaimana mungkin siput ada di depannya terus?

Kancil lalu berlari lagi sekuat tenaga. Ia sama sekali tidak menyadari jika yang menjawab tadi adalah siput-siput lain.

Kejadian tersebut berulang beberapa kali, sampai akhirnya garis finish mulai terlihat.

Kancil semakin berlari kencang untuk bisa melewati garis finish. Ia yakin si siput telah kalah.

“Lihat aku menang!” serunya kegirangan.

Tiba-tiba terdengar suara siput “Kamu salah! Aku sudah dari tadi di sini” ujarnya menghampiri si kancil yang terkejut.

“Kamu mengalahkanku?!” seru si kancil tidak percaya.

 “Tentu saja. Jadi aku lebih cerdik darimu bukan?” tanya si siput.

“Iya, kamu memang lebih cerdik dari aku.” jawab kancil dengan perasaan sedih dan malu.

Kancil kemudian meminta maaf pada Siput karena telah sombong. Siput memaafkannya, dan berkata pasti ada yang lebih cerdik dari mereka berdua.

Itu sebabnya sombong itu tidak baik. Karena setiap binatang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Bunda dapat mengajarkan kepada si kecil bahwa sifat sombong merupakan perbuatan tidak terpuji. Ajarkan juga bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga tidak dapat dibandingkan satu sama lain.

Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm