Pontianak, Sonora.ID - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kalimantan Barat menyelenggarakan acara Kumham Goes To Campus 2023 terkait KUHP baru, yang dihadiri oleh Wakil Menteri Kementerian Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., Gubernur Kalbar H. Sutarmidji, S.H., M.Hum., Rektor Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si., dan peserta lainnya, di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura Pontianak, Kamis (15/6/2023).
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan Undang-Undang KUHP Pidana kepada masyarakat khususnya kalangan mahasiswa.
Wamenkumham RI dalam sambutannya menjelaskan, dalam KUHP yang lama terdapat sejumlah pasal yang dinilai diskriminasi terhadap golongan masyarakat dan dalam KUHP lama lebih pada orientasi hukum kearah balas dendam.
Visi dan misi dalam KUHP yang baru tidaklah berorientasi pada hukum Pidana Klasik yakni Hukum Pidana sebagai sarana balas dendam. KUHP Nasional akan berorientasi pada hukum Pidana Modern yakni keadilan korektif, keadilan Restoratif dan keadilan rehabilitasi.
"Sehingga kita akan merubah pola fikir aparat penegak hukum, keadilan Korektif ditujukan kepada pelaku, artinya apa harus ada sanksi yang diberikan kepada pelaku sebagai tindakan koreksi bahwa perbuatannya salah, namun pengertian sanksi di KUHP Nasional tidak hanya penjara, namun juga tindakan,"ujarnya.
Baca Juga: Gubernur Buka Rapat Koordinasi Penanggulangan Rabies
Dalam pidatonya, Gubernur Sutarmidji mengapresiasi atas adanya KUHP baru tahun 2023, karena bukan merupakan hal yang mudah untuk mewujudkan lahirnya Peraturan Perundang-Undangan KUHP baru menggantikan Peraturan lama yang sudah menjadi pedoman dalam pelaksanaan penanganan perkara Hukum Pidana di Indonesia.
"Kita harus berbangga, setelah lebih dari 70 tahun bahkan lebih dari itu, kita menggunakan produk Belanda dalam sistem hukum kita. Tahun ini kita sudah punya KUHP hasil anak bangsa sendiri. Dan tentunya sudah menyesuaikan dengan sumber hukum kita. Yaitu Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Eropa," imbuhnya.
Selanjutnya, menurut mantan Walikota Pontianak itu KUHP produk Belanda yang sebenarnya mengandung unsur pembagian golongan yang dapat merugikan masyarakat Indonesia dengan isi kandungan yang ada pada pasal pasal KUHP lama. Banyak keistimewaan pada produk hukum buatan Belanda demi keberlangsungan beberapa kepentingan, dimana perlakuan yang tidak sama dimata hukum sebagai pembuat dan perumus aturan yang ada.
Gubernur berharap dengan adanya KUHP yang baru, semua berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku. Jika terjadi kekurangan atas produk hukum yang baru ini agar dapat dilakukan penyempurnaan oleh lembaga-lembaga khusus dalam perumusan KUHP.
"Kita harap semua bisa berjalan dengan baik, kalau masih ada kekurangan pasti akan ada penyempurnaan. Karna lembaga lembaga yang khusus untuk itu sudah ada, kalau perlu seluruh produk hukum peninggalan penjajah itu diganti," harapnya.
Gubernur juga menghimbau kepada masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat Kalimantan Barat, untuk memahami isi dari KUHP baru dan tidak sembarang menilai dan berkomentar lebih sebelum memahami isi kandungan yang ada.
"Kita berbangga bahwa kita sudah bisa melahirkan KUHP, tidak gampang membuat suatu Undang-undang. Bijak dalam memberikan penilaian, jangan serampangan," ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, Rektor Untan Garuda Wiko berharap acara Kumham Goes To Campus ini dapat mendjadi forum pertukaran pemikiran dan diskusi yang produktif menuju pada pemberlakuan government final kedepan dalam penegakan hukum. Sehingga KUHP memberikan jalan bagi berlakunya Hukum yang hidup di masyarakat dengan kearifal lokal yang sangat Berbhineka.
"Jalan ini tentu kita harapkan dapat mengakhiri kesan kompetisi antara hukum negara dengan hukum yang berlaku di masyarakat menjadi koeksistensi hukum negara dengan hukum yang berlaku. UNTAN siap berkolaborasi bersama kemenkumham RI, untuk melakukan kegiatan yang dapat memperkuat implementasi Kualifikasi Nasional melalui Riset, inventarisir hukum adat yang masih hidup, membangun komunikasi dengan pemuka adat atau ahli hukum adat yang memahami betul hukum yang hidup di dalam masyarakat lokal," ungkapnya.