Sonora.ID - Persaingan di pasar air kemasan bermerek tengah berlangsung ketat. Pakar Komunikasi, Akhmad Edhy Aruman, menuturkan berbagai strategi diterapkan untuk menarik perhatian konsumen.
Menurut Edhy, air kemasan dengan merek tertentu sebagai sang brand challenger alias penantang pasar, tampil dengan strategi kemasan sekali pakai, baik pada produk kemasan botol maupun galon.
"Ini kontan membedakan produk milik perusahaan tertentu dengan produk yang sudah ada," ujar Edhy dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema 'Menyikapi Hoax dan Negative Campaign Dalam Persaingan Bisnis AMDK' di Jakarta, Kamis (15/6),
Menurut Edhy, pilihan tersebut tak pelak mendorong air minum dalam kemasan dengan merek tertentu untuk berani memasarkan produknya dengan harga di atas produk yang sudah ada di pasaran.
Namun langkah itu dinilai masih belum cukup. Tak ayal, ada merek tertentu kemudian mencari diferensiasi yang lain dengan pesaingnya.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Wapres Ajak Masyarakat Memilih Pemimpin Transformatif
"BPA memang bisa memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik nggak ada BPA kemasannya jadi lembek. Yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat yang bisa menimbulkan risiko kesehatan," tambah Edhy.
Dalam catatan KJEJ, BPA adalah senyawa kimia yang dapat memicu kanker, gangguan hormonal dan kesuburan pada pria dan wanita, serta gangguan tumbuh kembang janin dan anak.
Jamak digunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang, senyawa tersebut diketahui mudah luruh dari kemasan galon dan rawan terminum oleh konsumen hingga ke level yang melebihi ambang batas aman.
Sementara itu, di sisi lain minat konsumsi masyarakat terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) berbentuk galon diklaim meningkat dan mulai menggeser keberadaan jenis produk botol sekali pakai.
Klaim tersebut didasarkan pada data Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) yang mencatat adanya realisasi penjualan AMDK galon bermerek sebesar Rp9,7 triliun.
Realisasi tersebut ditopang oleh kinerja produksi AMDK galon bermerek yang secara total tercatat mencapai 10,7 miliar liter dalam skala nasional.
Capaian tersebut terhitung tumbuh tipis sebesar 3,64 persen realisasi penjualan dan produksi AMDK galon bermerek pada tahun sebelumnya.
Tren baru konsumsi AMDK dalam bentuk galon ini, dinilai cukup mengkhawatirkan, lantaran belum diimbangi dengan adanya edukasi yang memadai dan pemberitaan tentang risiko penggunaan bahan Bisfenol A (BPA) pada produk galon guna ulang.
Baca Juga: Resmikan Pencatatan Efek Beragun Syariah, Wapres: Dongkrak Pembiayaan Perumahan Syariah
"Misalnya berita tentang imbauan regulator bahwa kandungan BPA pada galon polikarbonat masih aman, asalkan sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI)," ujar Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto.
Menurut Algooth, media massa sebagai salah satu alternatif sumber informasi paling efektif bagi masyarakat, perlu menggali lebih dalam terkait detil dari permasalahan tersebut.
Hal ini lantaran di Eropa dan Amerika, telah banyak menyampaikan peringatan dan bahkan larangan dari orotitas keamanan pangan atas kemasan pangan yang berisiko mengandung BPA.