Makassar, Sonora.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi merilis kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ dalam menghadapi pesta demokrasi Pemilihan Umum Tahun 2024.
Kampanye tersebut adalah seruan kepada seluruh masyarakat untuk menolak, menghindari, dan membentengi diri dari godaan politik uang dalam kontestasi Pemilu.
Ketua KPK Firli Bahuri dalam kererangan persnya menjelaskan, seperti namanya, pesta demokrasi adalah hajatan milik rakyat.
Melalui Pemilu,rakyat akan memilih dan menentukan nasibnya untuk lima tahun ke depan.
Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak Di Jawa Barat, Kesbangpol Temukan Kecurangan Berupa Money Politic
Pemimpin yang terpilih merupakan representasi dari harapan rakyat akan sebuah perubahan, keadilan, dan kesejahteraan bagi segenap anak bangsa.
"Saya titipkan kepada para Partai Politik jauhkan kepentingan pribadi dan golongan demi mewujudkan tujuan negara Indonesia,” kata Firli.
Firli menuturkan, Partai Politik (Parpol) seyogianya memiliki peranan penting dalam kontestasi politik di Indonesia. Parpol menjadi pemegang suara rakyat yang mengantarkan para kadernya duduk pada jabatan publik, baik eksekutif maupun legislatif. Yakni dengan tugas dan wewenangnya untuk membuat kebijakan atau Undang-Undang (UU) yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat.
Oleh karenanya, untuk membuat iklim Pemilu yang jujur, bersih, dan adil, sejak tahun 2022 KPK telah memulai program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) terpadu kepada 26 Parpol nasional dan lokal Aceh. PCB bertujuan untuk memberikan pembekalan agar Parpol mengikuti kontestasi dengan beradu ide serta gagasan, bukan beradu isi amplop.
“Kita sadar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Karena itu, suara rakyat adalah Suara Tuhan. Saya mengajak jangan pernah memperjualbelikan suara rakyat pada Pemilu 2024,” pesan Firli.
Sementara, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana berujar, kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ adalah pengejawantahan dari hasil kajian KPK mengenai potensi korupsi pada gelaran Pemilu.
Hasil kajian tahun 2018 mengungkap fakta bahwa sebanyak 95 persen menjatuhkan pilihannya karena melihat dari uangnya, 72,4 persen media sosial dan 69,6 persen sisanya popularitas.
Hasil kajian KPK terkait politik uang, sebanyak 72% pemilih menerima politik uang. Setelah dibedah, sebanyak 82% penerimanya adalah perempuan dengan rentang usia di atas 35 tahun.
Faktor terbesar perempuan menerima politik uang tersebut di antaranya karena ekonomi, tekanan dari pihak lain, permisif terhadap sanksi, dan tidak tahu tentang politik uang.
“Politik uang sama dengan sumber masalah sektor politik. Politik uang yang lebih populer dengan istilah ‘Serangan Fajar’ adalah tindak pidana yang memicu terjadinya korupsi,” tegas Wawan.
Baca Juga: Pemilihan Kepala Desa dan Politik Uang
Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari mengatakan, semua pihak telah memahami pendekatan hukum di Indonesia bisa dilakukan secara normatif, kelembagaan, dan budaya.
Kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ merupakan pendekatan kebudayaan yang bagus dilakukan sebagai langkah antisipatif pada kejahatan pemilu.
“Hasil kajian dan temuan KPK yang rekomendatif kepada Parpol, saya kira menjadi pedoman (bagaimana) Parpol untuk menggerakan pemilih ke TPS dengan tidak menggunakan uang. Ini harus menjadi gerakan bersama,” kata Hasyim.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja juga menyambut baik kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’.
Hal ini memperpanjang tradisi KPK yang selalu hadir memberikan upaya pendidikan pada saat memasuki masa-masa Pemilu. Dimana titik kerawanan politik uang terjadi sejak masa kampanye, pencalonan, masa pemungutan, dan perhitungan suara.
“Kami harap program ini terus dikerjakan bersama-sama KPK, KPU, Bawaslu. Kami harap hal ini yang akan menjadi perjuangan bersama menegakan demokrasi di Indonesia,” ujar Rahmat.
Baca Juga: Potensi Money Politic Jelang Pilkada Makassar 2020