Banjarbaru, Sonora.ID - Sultan Banjar, Khairul Saleh tidak sepakat dengan rencana pengembalian artefak Kesultanan Banjar yang dibawa pemerintah Belanda ke negeri kincir angin pada saat perang Banjar berlangsung.
Artefak yang dimaksud, di antaranya intan Sultan Adam dan tengkorak kepala Demang Lehman.
Menurut Sultan, Belanda sengaja ingin mengembalikan sejumlah artefak budaya yang sebelumnya mereka ambil pada masa kolonial, karena malu dengan generasi mudanya.
"Generasi muda mereka tidak tahu, negaranya dulu penjajah. Salah satu motivasi mereka mengembalikan artefak, ingin menghapus sejarah kelam itu. Jadi kita jangan terpancing," katanya pada Smart FM Banjarmasin belum lama ini.
Apabila artefak masih disimpan di Belanda, maka generasi muda mereka menurut Sultan tahu bagaimana sejarah kekejaman negaranya dengan rakyat Indonesia.
Baca Juga: Inflasi Mulai Terkendali, BI Apresiasi Sinergitas TPID Kalsel
"Sehingga sejarah tidak hilang dan mereka bisa membayar kesalahan negara mereka yang dulu," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.
Kalau memang artefak nantinya tetap dikembalikan, menurutnya Indonesia akan kerepotan menerimanya.
"Tengkorak Demang Lehman misalnya, kalau dikembalikan tidak mungkin dipajang di museum. Sesuai ajaran Islam, itu harus dikubur," ujarnya.
Ia mengungkapkan, tengkorak Demang Lehman merupakan salah satu bukti kekejaman Belanda saat Perang Banjar pada tahun 1864.
"Ketika itu Demang Lehman digantung dan dipancung, lalu kepalanya dibawa ke Belanda," ungkapnya.
Selain tengkorak Demang Lehman, Belanda juga menyimpan intan Sultan Adam seberat 37 karat di Rijk Museum Amsterdam.
"Intan ini mereka rampas saat Perang Banjar," beber Sultan.
Menurutnya, intan Sultan Adam juga lebih baik tetap disimpan di Belanda. "Kalau dikembalikan, siapa yang menyimpan? Karena ini bukan milik pemerintah, tapi milik kerajaan dulu," ujarnya.
Supaya tidak kesulitan menyimpannya dan sejarah tidak hilang, ia ingin artefak milik Indonesia, khususnya dari Kesultanan Banjar tetap berada di Belanda.
"Sedangkan apabila ada catatan lain, khasanah, buku, atau kitab. Mungkin kita bisa minta kopiannya saja. Sehingga sejarah kekejaman mereka masih ada di sana," pungkasnya.