Malang, Sonora.ID - Hotel Niagara yang sempat viral dan diisukan angker merupakan salah satu bangunan peninggalan sejarah yang ada di daerah Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Jalan Dr. Sutomo No. 63.
Sabtu, 29 Juli 2023 tepat pukul 15.00 WIB terlihat puluhan orang yang tergabung dalam sebuah acara berkumpul di halaman depan bangunan Hotel Niagara.
Mereka adalah para peserta walking tour yang akan memulai kegiatannya untuk melakukan jelajah sejarah bangunan kuno.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh komunitas Indonesia Colonial Heritage (ICH) yang diprakarsai oleh Irawan, Arif, Eko dan Nana.
Melalui kegiatan ini, mereka ingin menunjukkan kepada khalayak umum bahwa Hotel Niagara adalah hotel yang eksotis sehingga bangunan ini tidak hanya dikenal karena mitos dan cerita-cerita horornya saja.
Sebagian masyarakat sering berasumsi bahwa gedung yang dibangun pada tahun 1900-an identik dengan bangunan yang horor dan menyeramkan.
Namun, hal ini dibuktikan oleh komunitas ICH pada saat melakukan walking tour dan menginap di sana.
Para peserta merasa senang menginap di sana dan dapat merasakan sendiri bahwa Hotel Niagara bukanlah bangunan horor seperti persepsi masyakarat pada umumnya.
“Kalau melihat antusias dari peserta ya kami merasa ini luar biasa, mereka juga banyak yang senang karena punya pengalaman menginap di sana, dan bagusnya arsitektur bangunannya itu bisa membuat mereka puas," ungkap Irawan.
Sejarah Hotel Niagara
Terlepas dari narasi mistis yang dibangun dan telah membentuk persepsi banyak orang tentang keangkerannya, ternyata bangunan Hotel Niagara ini memiliki ciri khas yang unik.
Sebelum dikenal sebagai Hotel Niagara ternyata dahulu bangunan ini merupakan sebuah villa keluarga seorang pengusaha kaya Tionghoa yang bernama Liem Sian Joe.
Gedung tinggi bertingkat ini didirikan oleh Liem pada masa kejayaannya sebagai pengusaha kayu dan karet pada waktu itu, di mana arsitektur dari gedung ini terinspirasi dari sebuah sebuah gedung di Amerika yang pernah ia kunjungi saat melakukan perjalanan bisnis.
Menurut Irawan, bangunan yang sekarang dikenal sebagai Hotel Niagara ini didirikan sekitar tahun 1913-1914 oleh seorang arsitek dari Brazil yang bernama Fritz Joseph Pinedo.
Baca Juga: Elpiji Melon, Kekhawatiran Ketersediaan Gas
Sementara itu ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa gedung tersebut dibangun sebelum tahun 1910-an.
Menanggapi hal tersebut Irawan mengungkapkan bahwa berdasarkan studi empiris yang dilakukan oleh timnya didapatkan alasan yang logis jika gedung tersebut dibangun sekitar tahun 1913-1914.
“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, pada tahun 1908 sang arsitek yakni Pinedo masih menempuh pendidikan, kemudian sekitar tahun 1912 ia baru mendapatkan sertifikat sebagai arsitek dan dikabarkan sekitar tahun 1913-an Pinedo bekerja di Surabaya, nah di situlah estimasi kami bahwa pada waktu itu Pinedo bertemu dengan Pak Liem yang saat itu juga ada di Surabaya, sehingga terjadilah kesepakatan untuk menggarap proyek gedung tinggi bertingkat yang diinginkan oleh Pak Liem," tutur Irawan.
Pembangunan gedung ini diperkirakan memakan waktu sekitar kurang lebih 5 (lima) tahun dan baru ditempati pada tahun 1918 yang kemudian dijadikan sebagai villa keluarga Liem.
Sejak tahun 1918 hingga tahun 1942 villa ini dijuluki sebagai “Hooge Huis te Lawang”.
Namun pada tahun 1919 Liem Sian Joe tutup usia sehingga hak milik atas gedung ini jatuh kepada ahli warisnya. Meskipun demikian gedung ini masih difungsikan sebagai villa oleh keluarga Liem.
Hingga kemudian pada tahun 1960 gedung ini dijual oleh ahli waris Liem Sian Joe kepada Ong Kie Tjay yaitu pengusaha Tionghoa yang tinggal di Surabaya.
Setelah menjadi hak milik dari keluarga Ong, gedung ini kemudian diperbaiki dan dialihkan fungsinya sebagai hotel.
Pada tahun 1964 gedung tinggi ini resmi dijadikan sebagai hotel yaitu Hotel Niagara yang kita kenal hingga sekarang ini.
Baca Juga: Cara Rebus Telur Setengah Matang seperti di Hotel dan Restoran Jepang
Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Hotel Niagara merupakan bangunan tertinggi pertama di Jawa Timur dengan ketinggian mencapai 35 meter.
Gedung ini juga dilengkapi dengan lift produksi Asea yaitu pabrik lift yang berada di Swedia. Lift dengan 2 (dua) pintu kayu ini sudah dioperasikan dengan listrik.
Gedung Hotel Niagara ini juga disebut sebagai bangunan tinggi pertama di kawasan Asia Tenggara yang menggunakan lift.
Maka tak heran jika gedung lima lantai ini begitu menarik perhatian banyak orang termasuk Sri Susuhunan Pakubuwana X dari Surakarta.
Diberitakan dalam surat kabar Belanda (Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië) edisi 18 Agustus 1924, bahwa pada hari kamis Susuhunan berkunjung ke Lawang bersama dengan Ratu Mas dan pengiringnya.
Di mana sekitar pukul 10.00 WIB terdapat enam mobil yang tiba di Lawang dan menuju ke rumah lima lantai tersebut.
Terdapat cerita yang menarik saat Susuhunan berada di rumah tersebut. Teknologi lift yang canggih pada masa itu membuat Susuhunan merasa penasaran untuk mengoperasikannya sendiri. Lazimnya lift tersebut dioperasikan oleh operator dan dapat menampung 3 (tiga) orang lainnya karena kapasitas maksimal lift tersebut hanya dapat di isi oleh 4 (empat) orang.
Namun saat itu Susuhan meminta untuk diajari cara mengoperasikan lift tersebut, setelah memahami caranya, Susuhunan kemudian mencoba untuk membawa lift tersebut naik ke lantai 5 (lima).
Saat lift sudah berada di lantai 5 (lima) rombongan Susuhunan berteriak bahagia karena sukses mengoperasikan lift tersebut.
Melalui surat kabar ini juga disebutkan bahwa Hotel Niagara bukanlah Hotel Dennenheuvel atau Lawang Notel.
Baca Juga: Dikira Batu Biasa, Artefak Zaman Majapahit ditemukan di Karanganyar
Hal ini dibuktikan dengan adanya kalimat yang menyatakan bahwa setelah pergi dari rumah tinggi tersebut kemudian Susuhunan menuju ke Hotel Dennenheuvel atau Lawang Notel.
Selain itu Hotel Niagara merupakah bangunan yang sangat cantik dan eksotis. Meskipun sekarang ini terdapar beberapa sudut bangunan yang terlihat kurang terawat namun bangunan ini masih dapat memanjakan pengunjung dengan gaya arsitekturnya.
Saat ini terdapat 26 kamar yang disewakan. Gedung Hotel Niagara dengan gaya arsitektur New Indische ini juga begitu mempesona karena memiliki ornamen art nouveau sehingga pengunjung dapat menikmati perpaduan desain interior yang klasik dan estetik.
Lantai di gedung Hotel Niagara terbuat dari teraso di mana lantai pada setiap ruangan gedung ini juga memiliki desain dan motif yang berbeda sehingga membuat pengunjung tidak jenuh dengan motif lantai yang dilihat.
Hotel Niagara juga masih mempertahankan keaslian ornamen dan pernak perniknya, di sini masih ada kamar dan dinding yang menggunakan porselen jaman dulu sehingga kesan “kuno” juga sangat terasa.
Jika diamati, struktur bangunan pada gedung lima lantai ini juga memiliki ciri khas tersendiri.
Hampir semua kaca jendela yang terdapat pada gedung ini terdapat kaca grafir berinisial LSJ (Liem Sian Joe) yang diukir sedemikian rupa cantiknya sehingga tidak kentara jika ukiran tersebut adalah sebuah inisial dari pemilik bangunan tersebut.
Pada lantai 1 (satu) jarak antara lantai dan langit-langit atau plafon masih tinggi sekitar 4-5 meter sehingga ketika saat memasuki gedung ini pasti akan merasakan udara yang sejuk ditambah dengan ruangan terkesan lebih luas.
Uniknya semakin tinggi lantai gedung maka jarak antara lantai dengan langit-langit akan semakin pendek atau rendah.
Hal ini dilakukan untuk menjaga agar bangunan tetap kuat dan dapat menahan beban hingga lantai atas.
Baca Juga: Pengertian Fotografi: Sejarah, Jenis, dan Tekniknya
Salah satu hal yang paling berkesan dari Hotel Niagara adalah pemandangan alam yang disajikan saat berada di rooftop.
Saat berada di rooftop pengunjung bisa menikmati indahnya sun rise di pagi hari dan indahnya pegunungan yang mengelilingi Malang.
Di sebelah timur pengunjung bisa melihat hijaunya hutan dan megahnya Gunung Semeru, nampak juga di sebelah barat pengunjung akan dimanjakan dengan keindahan pegunungan di barat Malang diantaranya yaitu Gunung Putri Tidur dan Gunung Arjuno.
Masih banyak sekali yang bisa didapatkan jika berkunjung ke Hotel Niagara. Namun sayangnya untuk lantai 4 dan lantai 5 hotel ini masih belum difungsikan sebagai kamar hotel karena elevator di gedung ini juga sudah tidak dioperasikan.
Hal ini ditenggarai karena adanya kebutuhan daya listrik yang cukup besar untuk mengoperasikan lift tersebut.
Saat ini kedua lantai tersebut masih dalam tahap renovasi, tetapi belum ada informasi lebih lanjut dari pihak manajemen apakah ruangan di lantai tersebut akan difungsikan kembali atau tidaknya.
“Memang Pak Ongko (pemilik hotel) tidak menjelaskan apakah lantai 4 & 5 itu mau difungsikan lagi atau tidak sih, pungkas Irawan”.