Makanan itu lantas disajikan menggunakan anyaman daun lontar yang disebut dengan istilah assokkoreng.
"Itu artinya tempat membuat ketan. Tradisi ini sudah hampir punah sehingga gagasan ini muncul pada masyarakat kecamatan Bola oleh Keluarga Prof Wahyuddin Latunreng," kata Sitti.
Ia melanjutkan, menu itu sudah mengalami revitalisasi menjadi menu suguhan bagi tamu agung sehingga menjadi ciri khas Wajo.
Apalagi Wajo adalah penghasil pangan terbesar serta peternakan, perikanan dan perkebunan.
Baca Juga: Andi Sudirman Tanam 2,5 Juta Bibit Murbei di Wajo Demi Kembalikan Kejayaan Sutera
"Jadi zaman dahulu nanre Sokkoreng disajikan pada acara hajatan, haqikah, dan pengantin dengan bahan utama beras ketan merah, ketan hitam, atau ketan putih dengan menggunakan lauk lengkap bugis bale sekke," jelasnya.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Wajo, Amran Mahmud menuturkan, Nanre Sokkoreng sudah didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) sesuai pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.
Ia pun mengapresiasi seluruh kepala desa yang mengikuti lomba tersebut. Menurut Amran, salah satu karya budaya pengetahuan tradisional yang wajib dilestarikan adalah kuliner.
"Dan melalui ajang Expo Dekranasda Sulsel ini kita perkenalkan melalui lomba Nanre Sokkoreng," ungkapnya.