Makassar, Sonora.ID - Kasus perkawinan anak di Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi. Sebanyak 2.572 anak di Sulsel dilaporkan nikah dini.
Bahkan, Dosen Sosiologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Rahmat Muhammad menyebut Sulsel berada di urutan ke-14 sebagai provinsi dengan pernikahan anak paling tinggi yaitu 9,23 persen. Hal ini menjadi perhatian serius Pemprov Sulsel.
Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Sulsel, Andi Darmawan Bintang mengatakan, perkawinan anak merupakan sebuah masalah yang sangat kompleks.
Beberapa alasan yang selalu dikemukakan terkait penyebab perkawinan anak ini salah satunya karena persoalan sosial dan ekonomi.
Selain itu, lingkungan juga menjadi bagian yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Tegaskan Pelaksanaan Anti Mager Sudah Sesuai Ketentuan
"Persoalan-persoalan ini menjadi bagian dari sebuah masalah yang akan mengancam generasi kita di masa akan datang. Terlebih lagi, kita mempunyai target untuk mencapai generasi emas pada tahun 2045," ucapnya Darmawan dalam sambutannya pada Diskusi Publik Setop Perkawinan Usia Anak dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional Tingkat Provinsi Sulsel Tahun 2023 di Makassar yang digelar Kamis kemarin.
Menurut Darmawan, tingginya angka perkawinan anak ini ikut pula dipengaruhi oleh tradisi dan budaya. Kasus ini diakui banyak terjadi di Sulsel.
Meski demikian, tradisi tersebut seharusnya tidak menghilangkan hak asasi anak untuk bertumbuh kembang.
"Di Sulsel, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan anak ini terjadi karena beberapa daerah banyak yang didasari oleh faktor tradisi atau bagaimana tetap mempertahankan nilai-nilai keluarga yang ada di sekitar mereka," ungkapnya.
Ia menyebut, perkawinan usia dini memiliki banyak dampak buruk. Selain resiko putus sekolah, dampak lainnya yakni masalah kesehatan baik fisik maupun mental.
Untuk itu, ini menjadi tugas bersama agar ada penyelesaian kasus perkawinan anak.
Ia pun mengusulkan semua stakeholder menjadi tenaga konseling untuk mendengarkan pendapat anak, terutama yang tumbuh kembangnya mendekati usia perkawinan.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Tegaskan Pelaksanaan Anti Mager Sudah Sesuai Ketentuan
"Bisa didengarkan melalui sebuah dialog non formal yang masing-masing diadakan di sekolah mereka. Mungkin satu kali satu bulan atau ada periode waktu tertentu, dimana mereka berbicara ada yang mendengarkan," ucap Darmawan.
Ia berharap, pencegahan perkawinan dini tidak hanya dilakukan melalui forum formal, tetapi perlu ada sosialisasi langsung dengan mendatangi sekolah.
Dengan demikian, ini menjadi pengetahuan yang dapat mereka bawa pulang ke rumah untuk dibahas dengan orang tua atau lingkungan keluarga.