Soedirman yang sakit tetap memimpin pasukan berperang dan mengkonsolidasikan tentara untuk bergerilya mempertahankan Tanah Air tercinta, meski hal itu harus membuatnya ditandu keluar masuk hutan selama 8 bulan.
Bung Tomo
Membahas Sutomo atau lebih dikenal sebagai Bung Tomo, tidak lepas dari pertumpahan berdarah di Surabaya 10 November 1945 yang sekarang diperingati menjadi Hari Pahlawan Nasional.
Perjuangan arek-arek Suroboyo untuk memperjuangkan kemerdekaan ini tak lepas dari sosok Bung Tomo.
Pahlawan Pejuang Kemerdekaan ini yang memegang komando dalam melawan kembali tentara Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA).
Bung Tomo juga memiliki semboyan khas untuk membakar semangat masyarakat yang berbunyi "Merdeka atau Mati".
Sutan Syahrir
Mantan perdana menteri Indonesia ini juga tidak luput dari torehan perjuangan Republik Indonesia.
Sutan Syahrir merupakan pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai orang yang mengorganisasi kemerdekaan Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, Sutan Syahrir turut membangun jaringan untuk mempersiapkan diri merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang.
Baca Juga: 70 Kata-kata Kemerdekaan Singkat, Keren Buat Jadi Caption di Sosmed
Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro memiliki nama kecil Raden Mas Ontowiryo. Ia lahir di D.I. Yogyakarta pada 11 November 1785.
Pangeran Diponegoro merupakan anak sulung Sultan Hamengkubuwono III yang dikenal sejak kepemimpinannya pada Perang Diponegoro tahun 1825-1830.
Perang tersebut menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1830, Belanda bersiasat licik dengan pura-pura mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang.
Dalam perundingan itu, dia ditangkap lalu dibuang ke Manado. Setelah dari sana, dia dipindah ke Ujung Pandang dan meninggal di sana tanggal 08 Januari 1985.
Selain dianugerahi sebagai pahlawan nasional, Pangeran Diponegoro juga mendapat beberapa penghormatan seperti didirikannya Museum Monumen Pangeran Diponegoro serta namanya dijadikan sebagai nama jalan, stadion, hingga universitas.
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin memiliki julukan Ayam Jantan dari Timur. Dia adalah Pahlawan Nasional asal Sulawesi Selatan yang merupakan putra kedua dari Sultan Malikusaid.
Sultan Hasanuddin lahir tahun 1631 di Makassar.
Pasca diangkat sebagai Sultan Kerajaan Gowa, dia berusaha menggabungkan beberapa kerajaan kecil di wilayah Indonesia Timur dan melawan Belanda dengan sengit.
Hal ini mengakibatkan Belanda meminta bantuan tentara ke Batavia untuk menerobos benteng terkuat Gowa, yakni Somba Opu, pada tanggal 12 Juni 1669.
Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dan wafat pada 12 Juni 1670.
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir di DI Yogyakarta pada 02 Mei 1889.
Dirinya adalah sosok yang mendirikan perguruan Taman Siswa pada 1929 dan berkontribusi pada pribumi saat itu yang tidak dapat sekolah.
Ki Hadjar Dewantara pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan setelah kemerdekaan. Dia wafat 26 April 1959 dan dimakamkan di DI Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Nama kecil Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah Gusti Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir pada tanggal 12 April 1912. Sejak kecil Sri Sultan Hamengkubowono IX hidup di lingkungan Keraton.
Beliau juga pernah menuntut ilmu di negeri Belanda. Pada waktu Indonesia merdeka, Sri Sultan Hamengkubuwono IX spontan mengakui kedaulatan RI. Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga menyatakan bahwa Yogyakarta sebagai bagian RI.
Pada waktu terjadi agresi militer Belanda II, Sri Sultan Hamengkubuwono IX benar-benar menjadi benteng terakhir Indonesia.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkali-kali dibujuk untuk bekerja sama dengan Belanda, tetapi selalu ditolak.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX tetap tegas mempertahankan kelangsungan negara republik Indonesia.
Beliau juga mewakili Indonesia untuk menerima pengakuan kedaulatan dari Belanda di Jakarta.
R.A Kartini
Pahlawan Indonesia selanjutnya yang akan dibahas adalah Raden Adjeng Kartini yang merupakan putri dari R.M Sosroningrat, Bupati Jepara.
Sebagai keturunan bangsawan, Kartini mendapat hak untuk bersekolah.
Namun, sesuai dengan tradisi yang berlaku pada masa itu, ia hanya boleh bersekolah hingga usia 12 tahun.
Setiap anak perempuan harus tinggal di rumah untuk menjalani masa pingitan.
Kartini tidak menyukai tradisi tersebut. Ia ingin melihat perempuan pribumi mendapat kebebasan dan kesetaraan.
Termasuk hak untuk belajar dan menuntut ilmu.
Kartini pun berusaha untuk memajukan perempuan dengan mendirikan sekolah.
Gagasan-gagasan Kartini tentang emansipasi wanita yang tertuang dalam bukunya pun sangat berpengaruh hingga saat ini.
Ini juga yang membuatnya menjadi bagian dari jajaran pahlawan nasional Indonesia.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: 10 Contoh Gambar Tema Kemerdekaan untuk Lomba Mewarnai Anak TK