20 Cerita Legenda, Menarik dan Penuh dengan Pesan Moral!

18 Agustus 2023 12:20 WIB
Ilustrasi cerita legenda
Ilustrasi cerita legenda ( tribunnews.com)

Sonora.ID - Berikut adalah 20 cerita legenda yang menarik dan penuh dengan pesan moral di dalamnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), legenda dapat didefinisikan sebagai cerita zaman dahulu yang memiliki kaitan dengan peristiwa sejarah.

Ada banyak sekali cerita legenda yang memiliki pesan moral di dalamnya, sehingga masih cukup relevan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Seluruh cerita ini pun bisa kamu bacakan kepada buah hati agar pesan moralnya tersampaikan dengan baik sebagai bahan pembelajaran.

Langsung simak 20 cerita legenda yang sudah Sonora ID rangkum dari berbagai sumber untuk kamu jadikan sebagai referensi.

1. Legenda Danau Toba

Baca Juga: 33 Contoh Kalimat dari Kata Replikasi dalam Bahasa Indonesia

Pada zaman dahulu, ada seorang petani bernama Toba. Dia tinggal menyendiri di sebuah lembah yang landai dan subur. Toba bekerja di sawah dan ladang untuk keperluan hidupnya. Selain mengerjakan ladangnya, Toba juga suka pergi memancing ikan ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya.

Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya. Karena di sungai yang jernih itu, memang banyak sekali ikan. lkan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan.

Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang, Toba langsung pergi ke sungai untuk memancing. Tidak lama, tiba-tiba pancingnya disambar ikan, dan langsung menarik pancing itu jauh ke tengah sungai. Hati Toba menjadi gembira karena tahu bahwa ikan yang menyambar pancingnya, pasti ikan yang besar.

Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ikan itu ke sana kemari, barulah pancing itu ditariknya perlahan-lahan. Ketika pancing itu disentakkannya, tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepar.

Dengan cepat, ikan itu ditariknya ke darat supaya tidak lepas. Sambil tersenyum gembira, mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu. Toba tersenyum sambil membayangkan, betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau dipanggang. Dia pun langsung meninggalkan sungai dan pulang ke rumah karena hari juga sudah mulai senja.

Setibanya di rumah, Toba langsung membawa ikan besar hasil pancingannya ke dapur. Ketika dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar dari bawah kolong rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar, dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur.

Pada saat Toba tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak ada lagi. Tetapi di tempat ikan itu diletakkan, tampak terhampar beberapa keping uang emas. Toba segera membawa keping uang emas ke dalam kamar.

Ketika Toba membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap. Di dalam kamar itu, berdiri seorang perempuan cantik dengan rambut panjang terurai. Toba menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang berdiri di hadapannya luar biasa cantiknya.

Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah Toba menyalakan lampu, perempuan itu bercerita bahwa dia adalah penjelmaan ikan besar yang tadi didapat Toba ketika memancing di sungai. Kemudian, dijelaskannya pula bahwa beberapa keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan sisiknya.

Setelah beberapa minggu perempuan cantik itu tinggal serumah bersamanya, Toba pun melamar perempuan tersebut untuk jadi istrinya. Perempuan itu bersedia menerima lamarannya dengan syarat, Toba harus bersumpah seumur hidup agar dia tidak pernah mengungkit asal usul istrinya yang merupakan jelmaan seekor ikan. Toba pun kemudian bersumpah.

Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Samosir sangat dimanjakan ibunya, sehingga mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.

Setelah cukup besar, Samosir disuruh ibunya mengantar nasi untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Namun, sering dia tolak, sehingga terpaksalah ibunya yang mengantarkan nasi ke ladang.

Suatu hari, Samosir disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya dia menolak, tapi karena terus dipaksa ibunya, dengan kesal pergilah dia mengantarkan nasi itu.

Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk-pauknya dia makan. Setibanya di ladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit, dia berikan kepada ayahnya. Toba sudah merasa sangat lapar karena nasinya terlambat sekali diantarkan.

Toba sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya bersisa sedikit. Amarahnya semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar nasi itu.

Kesabaran Toba hilang, dia memukuli anaknya sambil mengatakan, “Anak yang tak bisa diajar. Tidak tahu diuntung. Dasar keturunan perempuan ikan!”

Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Dia mengadu kalau dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan ayahnya, dia ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali. Terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.

Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka, dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu. Tanpa bertanya lagi, Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-Iari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya.

Saat si ibu melihat Samosir sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit, dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari rumah mereka. Ketika dia tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar.

Sesaat kemudian, si ibu melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap ke mana-mana dan tergenangiah lembah tempat sungai itu mengalir.

Toba tidak bisa menyelamatkan dirinya. Dia tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar. Danau itulah yang kemudian hari dinamakan orang sebagai Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

2. Asal-usul Danau Maninjau

Di sebuah perkampungan di kaki Gunung Tinjau, ada sepuluh orang bersaudara yang biasa disebut Bujang Sembilan. Si sulung bernama Kukuban dan si bungsu bernama Sani. Mereka mempunyai seorang paman bernama Datuk Limbatang. Datuk Limbatang pun mempunyai seorang putra bernama Giran.

Suatu hari, Datuk Limbatang berkunjung ke rumah Bujang Sambilan dan di saat itulah Sani dan Girang menyadari bahwa mereka saling menaruh hati. Seiring berjalannya waktu, ketika musim panen tiba kampung tersebut mengadakan adu silat.

Para pemuda kampung termasuk Kukuban dan Giran ikut mendaftarkan diri. Di acara tersebut Kukuban berhadapan dengan Giran, keduanya sama-sama kuat. Namun, pada suatu kesempatan Giran berhasil menangkis serangan dari Kukuban dan dinyatakan kalah. Hal ini membuat Kukuban merasa kesal dan dendam terhadap Giran.

Beberapa hari setelah acara tersebut, Datuk Limbatang datang untuk meminang Sani. Namun karena dendam, Kukuban menolak pinangan tersebut dengan memperlihatkan bekas kakinya yang patah karena Giran. Hal ini pun membuat Sani dan Giran sedih.

Kemudian, Sani dan Giran sepakat untuk bertemu di ladang untuk mencari jalan keluar. Saat sedang berbicara, sepotong ranting berduri tersangkut pada sarung Sani dan membuat pahanya terluka. Giran pun segera mengobatinya dengan daun obat yang telah ia ramu.

Tiba-tiba puluhan orang muncul dan menuduh mereka telah melakukan perbuatan terlarang, sehingga harus dihukum. Sani dan Giran berusaha membela diri tetapi sia-sia dan langsung diarak menuju puncak Gunung Tinjau.

Sebelum dihukum, Giran berdoa jika memang mereka bersalah, ia rela tubuhnya hancur di dalam air kawah gunung. Namun, jika tidak bersalah, letuskanlah gunung ini dan kutuk Bujang Sembilan menjadi ikan. Setelah itu, Giran dan Sani segera melompat ke dalam kawah.

Beberapa saat berselang, gunung itu meletus sangat keras dan menghancurkan semua yang berada di sekitarnya. Bujang Sembilan pun menjelma menjadi ikan. Letusan Gunung Tinjau itu menyisakan kawah luas yang berubah menjadi danau dan akhirnya diberi nama Danau Maninjau.

Pesan moral yang bisa dipetik adalah jangan berprasangka buruk terhadap seseorang dan tidak boleh menyimpan dendam. Kedua hal tersebut dapat merugikan diri kita sendiri.

3. Legenda Malin Kundang

Dahulu kala, di Padang Sumatera Barat, tepatnya di Perkampungan Pantai Air Manis, ada seorang janda bernama Mande Rubayah. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Malin Kundang. Malin sangat disayang oleh ibunya. Karena sejak kecil, Malin Kundang sudah ditinggal pergi oleh ayahnya.

Malin dan ibunya tinggal di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua. Dia hanya bekerja sebagai penjual kue. Ketika sudah dewasa, Malin berpamit kepada ibunya untuk pergi merantau. Pada saat itu, memang ada kapal besar yang merapat di Pantai Air Manis. Meski dengan berat hati, akhirnya Mande Rubayah mengijinkan anaknya pergi. 

Hari-hari berlalu terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore, Mande Rubayah memandang ke laut. Jika ada ombak dan badai besar menghempas ke pantai, dadanya berdebar-debar. la menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa agar anaknya selamat dalam pelayaran.

Jika ada kapal yang datang merapat, ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. Tetapi, semua awak kapal atau nakhoda tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Malin tak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.

Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun tahun. Tubuhnya semakin tua dimakan usia. Jika berjalan, ia sudah mulai terbungkuk-bungkuk.

“Ibu sudah tua Malin, kapan kamu pulang…”, rintih Mande Rubayah setiap malam.

Hingga berbulan-bulan, Malin belum juga datang menjenguknya. Namun, ia yakin bahwa pada suatu saat, Malin pasti akan kembali.

Harapannya terkabul. Pada suatu hari, dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat-tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda-mudi berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka nampak bahagia karena disambut dengan meriah.

Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya, si Malin Kundang. Belum lagi tetua desa sempat menyambut, ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la langsung memeluk Malin erat-erat. Seolah takut kehilangan anaknya lagi.

“Malin, anakku! Mengapa begitu lamanya engkau tidak memberi kabar?”, katanya menahan isak tangis karena gembira. 

Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggendongnya ke mana saja.

Sebelum dia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”

Mendengar kata-kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perlakuan anaknya. Ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak!”

Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, Perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”

Wanita tua itu terkapar di pasir. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Di laut, dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditadahkannya ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, ya Tuhan…!”

Tidak lama kemudian, cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Badai itu pun disusul sambaran petir yang menggelegar. 

Seketika, kapal itu hancur berkeping-keping. Kemudian, terhempas ombak hingga ke pantai. Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit, terlihat kepingan kapai yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang.

Tak jauh dari tempat itu, nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon, itulah tubuh Malin kundang, si anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Di seIa-sela batu itu, berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tenggiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.

4. Cerita Legenda Roro Jonggrang

Dahulu, terdapat kerajaan bernama Prambanan yang dipimpin oleh Prabu Baka. Ia memiliki putri bernama Roro Jonggrang. Rakyat merasa sejahtera di bawah kerajaan tersebut.

Berbeda dengan Kerajaan Prambanan, Kerajaan Pengging memiliki raja yang buruk. Ia suka berperang dan memperluas wilayah kekuasaannya. Raja Pengging pun memiliki ksatria bernama Bandung Bondowoso.

Tak hanya kuat, ia juga sakti. Suatu hari ia diperintahkan untuk menaklukkan Kerajaan Prambanan. Usaha penaklukan pun berhasil dilakukan. Raja Baka tewas, Kerajaan Prambanan pun jatuh pada Kerajaan Pengging.

Tersisa Roro Jonggrang yang ternyata disukai oleh Bandung Bondowoso. Usai kalah, ia malah dipinang oleh Bandung Bondowoso untuk jadi pramaisurinya.

Roro Jonggrang sebenarnya tak mau menerima, tapi di sisi lain kasihan dengan rakyat Kerajaan Prambanan. Alhasil, Roro Jonggrang memberikan syarat untuk dibuatkan 1.000 candi dan 2 sumur dalam semalam. Ternyata, Bandung Bondowoso menyanggupi. Dengan pasukannya, ia nyaris berhasil membangun candi dalam semalam.

Tapi, ia gagal membangun ke-1.000 karena pasukannya mengira hari sudah pagi usai mendengar bunyi ayam berkokok. Rupanya, usaha Bandung digagalkan oleh Roro Jonggrang. Mengetahui Roro Jonggrang yang mencuranginya, alhasil putri raja itu akhirnya dikutuk menjadi candi yang ke-1.000.

Pesan moral yang bisa dipetik adalah tidak ada pencapaian yang dapat diraih dengan instan. Semuanya butuh proses. Kemudian, janganlah berbuat buruk, kelak keburukan akan berbalik menimpa diri sendiri.

5. Legenda Rawa Pening

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita bernama Endang yang tinggal di Desa Ngasem. Endang sedang menandung. Ia mendambakan akan melahirkan seorang anak dengan rupa yang menawan.

Namun, setelah waktu kelahiran anaknya tiba, ternyata yang ia lahirkan bukanlah seorang bayi, melainkan seekor naga. Naga itu ia diberi nama Baru Klinting. Meskipun wujudnya naga, ia bisa berbicara layaknya manusia biasa.

Ketika sang anak beranjak dewasa, ia bertanya tentang keberadaan ayahnya. Endang pun menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Kemudian, Endang memberi anaknya sebuah klinting.  Klinting itu bisa dijadikan bukti, saat si anak ingin menemui ayahnya.

Baru Klinting lalu pergi menemui ayahnya yang sedang melakukan pertapaan. Kemudian, ia menunjukkan klinting pemberian dari ibunya.

Namun, sang ayah masih belum yakin dan menginginkan ia melakukan sesuatu, yaitu dengan memintanya melingkari sebuah gunung. Baru Klinting pun akhirnya menunjukkan bahwa ia mampu melakukannya. Mengetahui hal tersebut, sang ayah percaya dan mengakuinya sebagai anak. Sang ayah meminta Baru Klinting untuk bertapa.

Suatu waktu, para warga sedang mencari-cari hewan yang bisa dijadikan santapan untuk pesta. Tetapi, mereka tidak juga menemukannya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menangkap Baru Klinting yang sedang bertapa. Baru Klinting pun ditangkap, dan dijadikan makanan santapan untuk pesta.

Arwah Baru Klinting berubah menjadi seorang anak kecil yang nampak begitu kumal. Ia datang menuju ke pesta tersebut ingin meminta makanan, tapi ia malah diusir. Kemudian, ia bertemu dengan seorang nenek yang sangat baik hati dan mau memberinya makanan.

Ia pun memberi pesan kepada nenek, supaya ketika nenek mendengar suara gemuruh, segera menyiapkan sebuah lesung. Sesudah itu, Baru Klinting kembali lagi ke tempat pesta, dan yang terjadi adalah ia diusir lagi.

Baru Klinting kemudian menantang para warga untuk mencabut pedang yang sudah ia tancapkan sebelumnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mencabut pedang tersebut, sampai akhirnya Baru Klinting mencabut pedang tersebut sendiri.

Seketika munculah air yang akhirnya menggenangi desa tersebut. Seluruh warga desa ikut tenggelam, kecuali seorang nenek yang sudah baik hati menolongnya. Air yang menggenangi desa tersebut, kemudian membentuk rawa yang konon merupakan asal mula terbentuknya rawa pening.

6. Legenda Roro Jonggrang

Dahulu, terdapat kerajaan bernama Prambanan yang dipimpin oleh Prabu Baka. Ia memiliki putri bernama Roro Jonggrang. Rakyat merasa sejahtera di bawah kerajaan tersebut.

Berbeda dengan Kerajaan Prambanan, Kerajaan Pengging memiliki raja yang buruk. Ia suka berperang dan memperluas wilayah kekuasaannya. Raja Pengging pun memiliki ksatria bernama Bandung Bondowoso.

Tak hanya kuat, ia juga sakti. Suatu hari ia diperintahkan untuk menaklukkan Kerajaan Prambanan. Usaha penaklukan pun berhasil dilakukan. Raja Baka tewas, Kerajaan Prambanan pun jatuh pada Kerajaan Pengging.

Tersisa Roro Jonggrang yang ternyata disukai oleh Bandung Bondowoso. Usai kalah, ia malah dipinang oleh Bandung Bondowoso untuk jadi pramaisurinya.

Roro Jonggrang sebenarnya tak mau menerima, tapi di sisi lain kasihan dengan rakyat Kerajaan Prambanan. Alhasil, Roro Jonggrang memberikan syarat untuk dibuatkan 1.000 candi dan 2 sumur dalam semalam. Ternyata, Bandung Bondowoso menyanggupi. Dengan pasukannya, ia nyaris berhasil membangun candi dalam semalam.

Tapi, ia gagal membangun ke-1.000 karena pasukannya mengira hari sudah pagi usai mendengar bunyi ayam berkokok. Rupanya, usaha Bandung digagalkan oleh Roro Jonggrang. Mengetahui Roro Jonggrang yang mencuranginya, alhasil putri raja itu akhirnya dikutuk menjadi candi yang ke-1.000.

Pesan moral yang bisa dipetik adalah tidak ada pencapaian yang dapat diraih dengan instan. Semuanya butuh proses. Kemudian, janganlah berbuat buruk, kelak keburukan akan berbalik menimpa diri sendiri.

Baca Juga: 10 Contoh Teks Eksposisi Singkat Berbagai Tema

7. Asal-usul Nama Kota Dumai

Di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung yang diperintah oleh seorang ratu bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, putri bungsu yang paling cantik, namanya Mayang Sari.

Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Tanpa sepengetahuan mereka, ada beberapa pasang mata yang mengamati mereka, yaitu Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Pangeran terpesona dengan kecantikan Putri Mayang Sari dan ia jatuh cinta kepada sang putri. Bahkan, Pangeran Empang Kuala sering bergumam lirih, "Gadis cantik di lubuk Umai.. cantik di Umai. Ya, ya... dumai... dumai." Dari peristiwa inilah konon nama kota Dumai berasal.

Beberapa hari kemudian, sang pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu. Pinangan itu pun disambut baik oleh Ratu Cik Sima. Namun, berdasarkan adat kerajaan, putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.

Mengetahui pinangannya ditolak, Pangeram Empang Kuala naik pitam karena rasa malu. Sang pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu Cik Sima yang mengetahui hal itu segera melarikan ketujuh putrinya ke dalam hutan dan membekali mereka makanan yang cukup untuk tiga bulan.

Setelah itu, sang ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan berlalu, tetapi pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai.

Pada suatu senja pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai berlindung di bawah pohon-pohon Bakau. Namun, menjelang malam tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan.

Saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datang utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala. Ia meminta Pangeran untuk menghentikan peperangan karena telah membuat alam negeri Seri Bunga Tanjung marah. Seketika itu, Pangeran Empang Kuala menyadari kesalahannya dan segera menghentikan peperangan.

Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita ini adalah permusuhan akan menimbulkan kerugian dan penyesalan. Selain itu, jangan terlalu cepat mengambil keputusan di saat hati sedang penuh dengan amarah.

8. Legenda Gunung Merapi

Disebutkan dalam Babad Tanah Jawa, Panembahan Senapati sedang bertapa di Nglipura, dekat Bantul. Setelah selesai bertapa, kemudian Ki Juru Mertani bertanya kepadanya, “Apakah yang kau dapatkan di dalam tapamu?”.

Panembahan Senapati menjawab, “Saya mendapatkan lintang johar di Nglipar”.

Segera Ki Juru Mertani bertanya kembali, “Apakah lintang johar Itu mampu menghilangkan marabahaya?”.

“Tidak, Paman”, ujar Panembahan Senapati.

“Kalau begitu, bertapalah lagi”, kata Ki Juru Mertani. Ki Juru Mertani melanjutkan perkataannya. 

“Hanyutkanlah sebatang kayu di sungai. Naiklah kau di atas kayu yang hanyut itu. Setelah sampai di Laut Kidul, kau akan menjumpai Ratu Kidul”. 

Panembahan Senapati menjalankan apa yang dikatakan Ki Juru Mertani. Di dalam Babad Tanah Jawa, disebutkan tentang pertemuan Panembahan Senopati dan Ratu Laut Kidul. Ratu Laut Kidul bersedia membantu Panembahan Senopati dengan bala tentara makhluk halus. Panembahan Senopati kemudian menemui Ki Juru Mertani.  

“Nah, sekarang apa yang kau dapatkan dari tapamu?”. 

“Benar kata paman, saya dapat bertemu dengan Ratu Kidul”. 

“Lantas, apa yang kau dapatkan?”, tanya Ki Juru Mertani.

“Saya diberi minyak Jayeng Katong dan Telur Degan”, jawab Panembahan Senapati.

“Telur yang kau dapatkan itu berikanlah pada Juru Taman”, kata Ki Juru Mertani. 

Singkat cerita, setelah Ki Juru Taman memakan telur itu. Terjadi keanehan dalam diri Ki Juru Taman. Tubuhnya berubah wujud menjadi raksasa yang besar dan mengerikan. Selanjutnya, raksasa itu ditugaskan menjaga Gunung Merapi.

Adapun tempat penjagaannya adalah Plawangan. Maka, apabila terjadi bencana yang diakibatkan oleh Gunung Merapi, raksasa itulah yang menjaga dan menahan agar bencana tidak menjalar ke arah selatan, khususnya Keraton Yogyakarta. Itulah sebabnya, lahar yang disemburkan Gunung Merapi tidak pernah mengalir ke selatan. 

Dengan demikian, daerah sebelah selatan senantiasa terhindar dari bencana, sedangkan minyak Jayeng Katong diperintahkan agar dibuang. Namun sebelumnya, dibuka dahulu dan diusapkan pada dua anak laki-Iaki dan perempuan yang ada di sana.

Setelah terkena Jayeng Katong, raga keduanya tidak kelihatan. Si anak laki-laki yang tidak nampak itu dijuluki Kyai Panggung, sedangkan si anak perempuan menjadi Nyai Koso. Sampai sekarang, mereka dipercayai masih setia menjaga Beringin Putih di utara Masjid yang ada di sebelah selatan jalan.

9. Batu Menangis

Dongeng ini berasal dari Kalimantan. Berkisah tentang seorang gadis yang cantik, namun perilakunya tak seelok rupanya. Ia merupakan anak dari seorang wanita yang merupakan ibu tunggal dan pekerja keras.

Suatu saat, gadis itu diajak ibunda pergi ke pasar yang jaraknya jauh dari rumah. Mereka harus melewati desa-desa untuk mencapainya. Lagi-lagi, gadis itu sibuk memamerkan kecantikannya di depan masyarakat desa.

Parahnya, ia berlagak seperti majikan, sementara ia menganggap ibunda seperti pembantunya. Setiap kali ditanya warga, ia hanya membalas bahwa ibunda adalah pembantunya. Sekali, dua kali, ibunda masih tegar.

Tapi, begitu gadisnya berbohong berkali-kali, hatinya sakit. Kerja keras dan keberadaannya seolah tak dianggap. Sampai akhirnya, ibunda berhenti dan berdoa agar gadisnya diberi pelajaran.

Gadis itu kemudian merasa aneh, kakinya kaku dan terkejut melihat kakinya berubah jadi batu. Rupanya ibunda mengutuknya. Baru separuh badan menjadi batu, gadis itu memohon ampun. Tapi, sudah terlambat. Sampai ia menangi-nangis, kutukan itu berlanjut. Hingga jadi batu pun, air mata sang gadis masih berlinang.

Begitu lah legenda Batu Menangis. Pesan moral yang dapat dipetik adalah jangan durhaka pada orang tua. Berbaktilah pada orang tua.

10. Legenda Negeri Lempur

Dahulu, di sebuah hutan belantara, berdiri Kerajaan Pamuncak Tiga Kaum. Kerajaan itu diperintah oleh tiga bersaudara, yaitu Pamuncak Rencong Talang, Pamuncak Tanjung seri, dan Pamuncak Koto Tapus.

Pada suatu ketika, hasil panen rakyat di wilayah kekuasaan Pamuncak Rencong Talang sungguh melimpah. Pamuncak Rencong Talang bermaksud mengadakan pesta panen dengan mengundang kerabat dan keluarganya. Namun, Pamuncak Tanjung Seri tidak bisa hadir. Oleh karena itu, ia mengutus istri dan kedua anaknya.

Singkat cerita, istri dan kedua anak Pamuncak Tanjung Seri telah sampai di negeri Pamuncak Rencong Talang. Hari kenduri dan pesta panen pun tiba. Pesta ini akan diadakan selama tiga hari tiga malam dan berlangsung sangat meriah. Bahkan, orang-orang yang hadir dalam pesta tidak menyadari bahwa ayam jantan telah berkokok berkaIi-kali.

Di hari ketiga, datanglah anak gadis dari Pamuncak Tanjung Seri yang menjadi incaran para pemuda. Karena hari telah benar-benar larut, akhirnya si ibu mengajak anak-anaknya pulang. Namun, gadis itu tidak mengacuhkan panggilan ibunya.

Ada seorang pemuda di dekat si ibu yang bertanya kepada gadis itu, “Siapa perempuan tua yang memanggilmu itu?”. Mendengar pertanyaan itu, si gadis menjawab, “Oo.., perempuan itu adalah pembantu saya”. Mendengar ucapan anaknya, si ibu merasa sakit hati.

Keesokan harinya, mereka pulang. Ketika rombongan itu tiba di daerah antara Pulau Sangkar dan Lolo yang berawa dan berlumpur, berdoalah istri Pamuncak Tanjung Seri kepada Tuhan, agar anaknya yang durhaka itu ditelan oleh rawa lumpur.

Rupanya doa itu dikabulkan. Gadis itu terjerat kakinya oleh rawa yang berlumpur itu, sehingga ia terbenam makin dalam. Gadis itu menangis dan meminta tolong kepada ibu dan pengawalnya. 

Namun, ibunya tidak mengacuhkan, “Aku bukan ibumu. Aku hanyalah pembantumu!”.

Si gadis itu terus juga meraung sambil berkata, ”Tolong… tolooong Ibu. Aku tidak akan durhaka lagi kepadamu. Maafkanlah aku, Ibu”.

Ibunya tidak mau mendengar permintaan anaknya itu. Justru ia mengambil gelang dan selendang Jambi yang dipakai anaknya. Setelah diambilnya barang tersebut, maka tenggelamlah gadis itu.

Setelah kejadian itu, negeri itu dinamai oleh penduduknya dengan nama Lempur yang berasal dari kata Lumpur. Sementara itu, gelang tersebut dibuang di sebuah tebat, sehingga tebat tersebut dinamakan Tebat Gelang. Kemudian, kain panjang Jambi dibuang pula ke dalam tebat lainnya, sehingga tebat itu diberi nama Tebat Jambi.

Itulah 10 cerita legenda dalam Bahasa Indonesia yang dapat kamu jadikan sebagai referensi dalam memberikan dongeng pada anak.

Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm