Sonora.ID - Artikel kali ini akan membahas tentang 20 contoh teks anekdot singkat yang penuh dengan pembelajaran bermakna.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teks anekdot didefinisikan sebagai teks cerita singkat dengan unsur lucu dan mengesankan para pembaca.
Ada banyak sekali contoh teks anekdot singkat dengan makna yang sangat mendalam di dalamnya untuk kamu baca saat memiliki waktu luang.
Pada dasarnya, teks anekdot ini sangat mudah untuk kamu cerna karena selalu diangkat dari kejadian nyata, sehingga bersifat mengkritik.
Berikut adalah 20 contoh teks anekdot singkat yang sudah Sonora ID rangkum dari berbagai sumber untuk kamu baca.
1. Teks Anekdot Singkat I
Baca Juga: 37 Kata-kata Motivasi Belajar yang Membangkitkan Semangat
Menunggu
Pada suatu pagi yang cerah, seorang pemuda bernama Adit sedang berjemur di teras rumahnya. Tiba-tiba, dia mendengar seseorang memanggil namanya. Rupanya, suara itu berasal dari tetangganya. Doni, yang sedang duduk di kursi terasnya.
Doni: "Pagi, Dit!"
Adit: "Pagi, Don!"
Doni: "Kamu tumben akhir-akhir ini rajin berjemur. Biasanya aku nggak pernah lihat kamu kayak gini."
Adit: "Iya nih, Aku jadi takut sendiri dengerin berita dari grup keluarga. Lagian sudah ada banyak cerita orang meninggal gara-gara covid. Lagian gara-gara PPKM kan nganggur, jadinya ya berjemur."
Doni: "Iya, aku juga sih, gara-gara nggak kerja karena PPKM, jadinya nganggur."
Adit: "Ngomong-ngomong, kamu sudah terima bansos belom?"
Doni: "Belom nih, kalau kamu gimana?"
Adit: "Aku juga belom terima, padahal sudah daftar kapan hari."
Keesokan harinya, di tempat yang sama, kedua pemuda itu berbincang lagi.
Doni: "Pagi Dit, sudah sarapan?"
Adit: "Belom, makanannya nggak dateng-dateng padahal sudah pesen dari jam setengah delapan."
Doni: "Wah, lama banget. Kok nggak sampe-sampe ya, padahal sudah hampir satu jam."
Adit: "Aku kasihan sama perutku, sudah teriak-teriak laper dari tadi."
Doni: "Kamu batalin aja makannya, mending masak sendiri."
Adit: "Lho kenapa emangnya?"
Doni: "Bansos aja nggak dateng-dateng, apalagi sarapamu."
Kedua pria itu pun tertawa terbahak-bahak.
2. Teks Anekdot Singkat II
Sekolah Bertarif Internasional
Suatu ketika, di sekolah negeri “entah di mana”, seorang Bapak Guru memberi tahu kepada anak didiknya bahwa sekolah mereka akan berubah status menjadi SBI (Sekolah Bertaraf Internasional). “Anak-anak, ada kabar gembira untuk kita semua. Tidak lama lagi, sekolah kita akan menjadi SBI. Nah, untuk menyambut hal ini, saya mau tanya kira-kira apa yang akan kalian siapkan?” tanya sang guru.
“Azis, apa yang akan kamu lakukan untuk menyambut ini?” tanya guru tersebut lebih lanjut. Dengan sigap, Azis menjawab pertanyaan pak guru “Belajar bahasa Inggris agar mampu berbicara bahasa Inggris, Pak.” jawab Azis.
“Bagus sekali, kalau kamu, Gusti? tanya guru kepada Gusti. “Harus siapkan uang, Pak.” jawab Gusti. “Lho, kok uang?” tanya pak guru lebih lanjut. “Ya, Pak. Soalnya kalau sekolah kita statusnya sudah SBI, pasti bayarnya lebih mahal. Masa sih bayarnya kayak sekolah biasa? Udah gitu, pasti nanti dimintai iuran untuk ini itu.” jelas Gusti lebih lanjut.
“Jawabanmu kok sinis sekali? Begini lho, kalau sekolah kita bertaraf Internasional, artinya sekolah kita itu setara dengan sekolah luar negeri. Jadi, kalian seperti sekolah di luar negeri” sang guru melanjutkan penjelasannya.
“Tapi Pak, kalau menurut saya, SBI itu bukan Sekolah Bertaraf Internasional, tapi Sekolah Bertarif Internasional” Gusti juga melanjutkan penjelasannya.
3. Teks Anekdot Singkat III
Jaksa Penuntut Umum kembali menodong saksi dengan pertanyaan seputar sidang korupsi politik di pengadilan tinggi.
"Apa benar saudara menerima uang sebesar 2,4 triliun Rupiah sebagai bentuk kerja sama dalam kasus ini?"
Saksi hanya diam saja. Akhirnya, hakim bersuara. "Pak, silakan jawab pertanyaan yang diberikan JPU!"
"Oh, mohon maaf, Yang Mulia," ucap saksi tersadar dari lamunannya kemudian melanjutkan perkataannya. "Saya pikir jaksa sedang berbicara dengan Anda, Yang Mulia."
4. Teks Anekdot Singkat IV
Baju Termahal
Amar: “Mir, ternyata banyak politisi di negeri kita yang sudah kaya raya!”
Amir: “Kalau masalah itu aku juga sudah tau, Mar!”
Amar: “Saking kayanya mereka, sampai mampu memiliki baju termahal di Indonesia.”
Amir: “Hah, baju termahal di Indonesia? Baju apa itu?”
Amar: “Yah, apalagi kalau bukan baju tahanan KPK."
Amir: “Kok malah baju tahanan KPK?” (Bingung)
Amar: “Iyalah, coba saja kamu pikir, seorang politisi minimal harus mencuri uang negara 1 milyar terlebih dahulu baru bisa memakai baju tersebut.”
Amir: “Ooohh, maksud kamu gitu toh, baru ngerti aku.”
5. Teks Anekdot Singkat V
Dosen yang Juga Menjadi Pejabat
Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang mahasiswa sedang berbincang-bincang.
Tono: "Saya heran dengan dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri."
Udin: "Ah, begitu saja diperhatikan sih Ton."
Tono: "Ya, Udin tahu sebabnya."
Udin: "Barangkali saja, beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri."
Tono: "Bukan itu sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat."
Udin: "Loh, apa hubungannya."
Tono: "Ya, kalau dia berdiri, takut kursinya diduduki orang lain."
Udin: "???"
6. Teks Anekdot Singkat VI
Penjual Kue Yang Hebat
Caca membeli beberapa kue dari seorang nenek di pinggir jalan, namun ia tidak bisa melanjutkan perjalanan pulangnya karena tiba-tiba hujan turun deras sekali. Akhirnya Caca dan si nenek penjual kue pun sama-sama berteduh.
Agar tidak terlalu terasa canggung, Caca pun memulai obrolan “Nek, sudah lama jualan kue?” “Sudah sekitar 35 tahun, Nak”, jawab nenek. Caca kembali bertanya, “Memangnya tidak ada yang membantu, Nek?Anak-anak nenek kemana?”
“Anak-anak saya sibuk kerja, ada yang di Polda, rumah sakit, dan juga sekolah” Caca pun kagum mendengar jawaban nenek itu, “Wow, hebat! Walau hanya berjualan kue, namun anak-anak nenek sukses semua ya?” “Ya sama saja Nak, kerjanya seperti saya, jualan kue.”
7. Teks Anekdot Singkat VII
Cara Keledai Membaca Buku
Alkisah, seorang raja bernama Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Namun, Timur Lenk memberi syarat, agar Nasrudin mengajari terlebih dahulu keledai itu agar dapat membaca. Timur Lenk memberi waktu dua minggu sejak sekarang kepada Nasrudin.
Nasrudin menerima syarat itu dan berlalu. Sambil menuntun keledai itu, ia memikirkan apa yang akan diperbuat. Jika ia dapat mengajari keledai itu untuk membaca, tentu ia akan menerima hadiah, namun jika tidak maka hukuman pasti akan ditimpakan kepadanya.
Dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar agar Nasrudin segera mempraktikkan apa yang telah ia ajarkan kepada keledai. Nasrudin lalu menggiring keledainya menghadap ke arah buku tersebut dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu. Kemudian, sangat ajaib! Tak lama kemudian si Keledai mulai membuka-buka buku itu dengan lidahnya. Terus menerus, lembar demi lembar hingga halaman terakhir. Setelah itu, si keledai menatap Nasrudin seolah berkata ia telah membaca seluruh isi bukunya.
"Demikianlah, keledaiku sudah membaca semua lembar bukunya", kata Nasrudin. Timur Lenk merasa ada yang tidak beres dan ia mulai menginterogasi. Ia kagum dan memberi hadiah kepada Nasrudin. Namun, ia minta jawaban, "Bagaimana cara mengajari keledai membaca?" Nasrudin berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku. Aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji itu. Kalau tidak ditemukan biji gandumnya, ia harus membalik halaman berikutnya. Itulah yang ia lakukan terus sampai ia terlatih membalik balik halaman buku itu".
"Namun, bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?" tukas Timur Lenk. Nasrudin menjawab, Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya". Jadi, kalau kita juga membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita sebodoh keledai, bukan?" kata Nashrudin dengan mimik serius.
Baca Juga: 3 Contoh Teks Eksplanasi Kebakaran Hutan: Singkat dan Sesuai Struktur
8. Teks Anekdot Singkat VIII
Becak Dilarang Masuk
Ceritanya ada seorang tukang becak asal Madura yang pernah dipergoki oleh polisi ketika melanggar rambu “Becak dilarang masuk”. Tukang becak itu masuk ke jalan yang ada rambu gambar becak disilang dengan garis hitam yang berarti jalan itu tidak boleh dimasuki becak.
“Apa kamu tidak melihat gambar itu? Itu kan gambar becak tak boleh masuk jalan ini!” bentak Pak Polisi. “Oh saya melihat Pak, tapi itu kan gambarnya becak kosong tidak ada pengemudinya. Becak saya kan ada yang mengemudi, tidak kosong berarti boleh masuk,” jawab si tukang becak.
9. Teks Anekdot Singkat IX
Profesi Anak-anak Penjual Kue
Bapak Presiden bertanya pada ibu tua penjual kue.
Bapak Presiden: "Sudah berapa lama jualan kue?"
Ibu Tua: "Sudah hampir 30 tahun."
Bapak Presiden: "Terus anak ibu mana, kenapa tidak ada yang bantu?"
Ibu Tua: "Anak saya ada 4. Yang ke-1 di KPK, ke-2 di POLDA, ke-3 di Kejaksaan, dan yang ke-4 di DPR. Jadi mereka sibuk sekali, Pak."
Bapak Presiden kemudian menggeleng-gelengkan kepala karena kagum. Lalu berbicara ke semua hadirin yang menyertai beliau.
Bapak Presiden: "Meskipun hanya jualan kue, ibu ini bisa menjadikan anaknya sukses dan jujur tidak korupsi, karena kalau mereka korupsi, pasti kehidupan Ibu ini sudah sejahtera dan tinggal di rumah mewah."
Bapak Presiden: "Apa jabatan anak di POLDA, KPK, Kejaksaan dan DPR?"
Ibu Tua: "Sama ... jualan kue juga."
10. Teks Anekdot Singkat X
Ekstrakurikuler
Suatu hari, mengawali tahun ajaran baru, seorang guru melakukan sosialisasi kepada siswa baru mengenai pentingnya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. “Anak-anak, selain kalian akan mendapatkan berbagai ilmu di sekolah ini, kalian juga dapat mengikuti ekstrakurikuler.”
Ada banyak jenis ekstrakurikuler yang bebas dipilih, diantaranya seperti Pramuka, PMR, PBB, basket, Rohis, paduan suara, drumband, dan masih banyak yang lainnya.” jelas guru tersebut. Mendengar penjelasan guru itu, murid-murid pun penasaran sehingga mereka bertanya ke guru tersebut. Benny, salah satu murid yang ada di kelas itu bertanya, “Bu, memangnya apa gunanya ekstrakurikuler?”
Guru itu pun menjelaskan dengan detail, “Tentu saja banyak manfaatnya, di antaranya melatih kedisiplinan, kepemimpinan, dan lain sebagainya.” “Termasuk tambahan uang saku ya, Bu?” Anto pun menimpali. Ibu guru yang mendengarnya hanya dapat tersenyum.
11. Teks Anekdot Singkat XI
Obrolan Para Presiden di Dalam Pesawat
Karena begitu bosannya keliling dunia, Gus Dur coba cari suasana di pesawat RI-01. Kali ini dia mengundang Presiden AS dan Perancis terbang bersama Gus Dur untuk berkeliling dunia.
Seperti biasa, setiap presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negerinya.
Tidak lama Presiden Amerika, Bill Clinton mengeluarkan tangannya dan sesaat kemudian dia berkata, "Wah kita sedang berada di atas New York!". Presiden Indonesia (Gus Dur), "Lho kok bisa tahu sih?".
"Ini patung Liberty kepegang!" jawab Bill Clinton dengan bangganya. Tidak mau kalah, Presiden Perancis, Jacques Chirac, ikut menjulurkan tangannya keluar pesawat.
"Tahu tidak, kita sedang berada di atas Kota Paris!" katanya dengan sombongnya.
Gus Dur, "Wah... kok bisa tahu juga?". "lni menara Eiffel kepegang!" sahut presiden Perancis tersebut.
Karena disombongi oleh Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur yang menjulurkan tangannya keluar pesawat. "Wah... kita sedang berada di atas Tanah Abang!!!" teriak Gus Dur.
"Lho kok bisa tahu sih?" tanya Clinton dan Chirac heran karena tahu Gus Dur itu kan nggak bisa melihat. "ini jam tangan saya hilang...," jawab Gus Dur kalem.
12. Teks Anekdot Singkat XII
Berkat Kanker Otak
Rutinitas belajar dan mengajar selalu diawali dengan cek presensi. Setiap guru yang masuk akan memanggil satu per satu murid yang hadir. Aturan yang sama berlaku di SMA Ruangguru. Pada saat itu, guru Bahasa Indonesia yang terkenal galak mulai memanggil setiap murid. Dengan nada tegas dan ekspresi kaku, ia menyebut nama murid. Hal ini menyebabkan murid yang dipanggil pun menjawab tak kalah lantangnya.
“Andi Ahmad”
“Hadir Bu!”
“Azmi Mahdi”
“Hadir Bu!”
“Bayu Satria”
“Hadir Bu”
“Akhirnya kamu masuk sekolah juga ya. Kenapa kamu kemarin tidak masuk?”
“Saya mesti ke rumah sakit, Bu,” jawab Bayu sembari senyum.
“Kenapa kamu jawab pertanyaan saya sambil senyum-senyum?” jawab sang guru kesal.
“Iya Bu, soalnya kata dokter saya terkena kanker otak.”
“Apa yang lucu? Kanker otak itu berbahaya.”
“Saya senang Bu. Ibu sudah tidak bisa bilang ‘dasar kamu tidak punya otak’ karena otak saya rusak.”
Seisi kelas meringis mendengar jawaban Bayu. Mereka ingin tertawa, tetapi khawatir dimarahi sang guru.
13. Teks Anekdot Singkat XIII
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang unik. Dalam situasi genting dan sangat penting pun dia masih sering meluncurkan joke-joke yang mencerdaskan.
Seperti yang dituturkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat di-interview salah satu televisi swasta.
"Waktu itu saya hampir menolak penunjukannya sebagai Menteri Pertahanan. Alasan saya, karena saya tidak memiliki latar belakang soal TNI/Polri atau pertahanan," ujar Pak Mahfud.
Tak disangka, jawaban Gus Dur waktu itu tidak kalah cerdiknya. "Pak Mahfud harus bisa. Saya saja menjadi Presiden tidak perlu memiliki latar belakang presiden kok," ujar Gus Dur santai.
Jelas saja Pak Mahfud MD pun tidak berkutik. "Gus Dur memang aneh. Kalau nggak aneh, pasti nggak akan memilih saya sebagai Menhan," kelakar Pak Mahfud.
14. Teks Anekdot Singkat XIV
Kantin
Seorang guru sedang mengabsen anak muridnya sebelum memulai pelajaran.
Guru: “Intan?”
Intan: “Hadir, pak!”
Guru: “Nanda?”
Nanda: Hadir, pak!”
Guru: “Gulman?”
Pak guru tidak mendapat jawaban. Tiba-tiba, Gulman pun masuk ke kelas.
Guru: “Abis dari mana saja kamu, Gulman?”
Gulman: “Maaf pak, tadi saya habis sarapan di warung depan sekolah.”
Guru: “Loh, ngapain kamu jauh-jauh ke sana. Kita kan sudah punya kantin di seberang UKS.”
Gulman: “Itu kantin, pak? Saya kira petakan, kecil banget!”
Para murid pun tertawa mendengar jawaban Gulman.
15. Teks Anekdot Singkat XV
Mengikuti Kuis
Suatu hari Doni dan Trio mengikuti sebuah kuis berhadiah. Doni menjadi pengarah sedangkan Trio menjadi penjawab. Apapun yang dikatakan Trio, Doni hanya boleh menjawab ya, tidak, atau bisa jadi.
Doni: Nama tempat?
Trio: Tidak!
Doni: Makanan?
Trio: Tidak!
Doni: Orang?
Trio: Ya, ya, ya!
Doni: Profesi?
Trio: Ya!
Doni: Guru?
Trio: Tidak!
Doni: Berdasi?
Trio: Ya, ya!
Doni: Pejabat?
Trio: Ya, ya!
Doni: Di kantor suka tidur?
Trio: Ya!
Doni: Banyak yang korupsi?
Trio: Bisa jadi, bisa jadi!
Doni: Anggota DPR?
Trio: Ya...!
Akhirnya Doni menjawab betul.
16. Teks Anekdot Singkat XVI
Baca Juga: 25 Contoh Kalimat Prefiks atau Kata yang Berimbuhan di Awal
Menyambung Kabel Telepon
Setelah lulus dari perguruan tinggi, Fathan menemukan salah satu pamannya yang sangat kaya dan tidak memiliki anak, meninggal dan meninggalkan banyak uang untuknya, jadi dia memutuskan untuk mendirikan agen perumahannya sendiri.
Fathan menemukan kantor yang bagus. Ia membeli beberapa perabot baru dan pindah ke sana. Ia baru berada di sana selama beberapa jam ketika dia mendengar seseorang datang ke pintu kantornya.
“Itu pasti pelanggan pertamaku,” pikir Fathan. Ia segera mengangkat telepon dan berpura-pura sangat sibuk menjawab panggilan penting dari seseorang di Jakarta Utara yang ingin membeli rumah besar dan mahal di daerah tersebut.
Pria itu mengetuk pintu, masuk dan menunggu dengan sopan sampai Fathan menyelesaikan percakapannya di telepon. Kemudian pria itu berkata kepada Fathan, “Saya dari perusahaan telepon dan saya dikirim ke sini untuk menyambungkan kabel telepon Anda.”
17. Teks Anekdot Singkat XVII
Obat Sakit Kepala
Hari itu pukul 3 sore, seorang lelaki bernama Eko sedang duduk sambil makan cemilan di depan rumah. Tidak berselang lama datanglah temannya bernama Egi dengan wajah yang seperti sedang bermasalah.
Kedatangannya si Egi disambut dengan baik oleh Eko. Dengan senyum yang lebar, Eko mempesilakan kawannya tersebut untuk masuk ke dalam rumah. Tuan rumah juga menawarkan minuman kepada sang tamu. Setelah itu, mereka saling bercerita mengenai keadaan masing-masing.
Sambil duduk, si Egi mulai bercerita bahwa dirinya akhir-akhir ini sering sakit kepala. Sehingga membuatnya kurang dapat berpikir dengan cermat. Pekerjaannya juga dilakukan dengan kurang semangat membuatnya sering dimarahi bosnya. Tentu hal tersebut membuatnya semakin tidak bersemangat lagi untuk bekerja. Alhasil dirinya sekarang kabur dari tempat kerjanya.
Kejadian tersebut semakin membuat dirinya sakit kepala, hingga dia beberapa kali periksa ke dokter. Namun, tetap saja sakit tersebut tidak kunjung sembuh.
Eka yang mendengar kisah tersebut menjadi kasihan dengan keadaan temannya tersebut. Dia pun mengatakan bahwa dirinya mengetahui obat untuk kawannya tersebut. Egi pun penasaran dengan apa yang dia dengar sehingga dia meminta Eko untuk memberitahu apa resep mengobati sakit tersebut.
Dengan baik hati Eko mengatakan akan memberi tahu obat sakit kepala yang paling mujarab. Dia meminta izin untuk mengambil obatnya di dalam kamar. Berselang sekitar 10 menit, dia pun kembali ke ruang tamu dengan membawa satu buah amplop putih.
Dengan senyum yang lebar, Eko memberikannya kepada si Egi dengan hati yang senang. Tidak berselang lama Egi pamit pulang untuk membuka amplop tersebut.
Sesampainya di rumah, Egi sudah tidak sabar untuk membukanya. Dengan hati yang berbunga-bunga dia membuka kertas tersebut. Dalam hatinya dia berharap mendapat uang dari kawannya tadi. Dan ternyata di dalam amplop tersebut hanya terdapat sebuah kertas yang bertuliskan, "perbanyak istigfar Mas Egi." Dari situ akhirnya Egi tobat dari kesalahannya di masa lalu.
18. Teks Anekdot Singkat XVIII
Sekarang Pukul Berapa?
Seorang gelandangan tidur di taman. Ia dibangunkan setelah tidur selama 5 menit oleh seorang pria. “Permisi. Apakah Anda tahu pukul berapa sekarang?” Gelandang itu menjawab, “Maaf saya tidak punya jam tangan, jadi saya tidak tahu sekarang pukul berapa.” Pria itu meminta maaf karena membangunkan gelandangan itu, lalu melangkah pergi. Gelandang itu kembali melanjutkan tidurnya. Setelah beberapa saat, Ia dibangunkan oleh seorang wanita, yang sedang berjalan-jalan dengan anjingnya.
Wanita itu berkata, “Maaf mengganggu tidur Anda, tetapi sepertinya saya kehilangan jam tangan saya. Apa Anda tahu sekarang pukul berapa?” Gelandang itu sedikit kesal karena dibangunkan lagi, tetapi dia dengan sopan memberi tahu wanita itu bahwa dia tidak punya jam tangan dan tidak tahu pukul berapa.
Setelah wanita itu pergi, gelandangan itu punya ide. Ia membuka tas miliknya dan mengeluarkan pena dan selembar kertas. Di kertas itu, Ia menulis, ‘Saya tidak punya jam tangan. Saya tidak tahu sekarang pukul berapa.’
Ia kemudian menggantungkan kertas itu di lehernya dan kembali melanjutkan tidurnya. Setelah sekitar 15 menit, seorang polisi yang sedang berjalan di taman melihat gelandangan tertidur di bangku, dan membaca tulisan yang digantung di lehernya.
Polisi itu membangunkan si gelandangan dan berkata, “Saya membaca tulisan yang digantung di leher Anda. Saya pikir Anda ingin tahu bahwa sekarang pukul 14.30.”
19. Teks Anekdot Singkat XIX
Kereta dan Tukang Kupat Tahu
Pada suatu hari, seperti biasa, dari pagi sampai siang tukang kupat tahu berdagang di SMP 4 Tasikmalaya; jam 12 siang, dia biasanya menyusun rel kereta untuk mengambil jalan pintas menuju ke lokasi dagang selanjutnya, yakni Pasar Pancasila.
Tetapi kebetulan hari ini, dagangannya sudah habis. Pembeli terakhirnya membeli kupat tahu di sisi rel kereta. Sesudah pembeli terakhir itu selesai, tukang kupat tahu itu membersihkan piringnya yang berwarna merah lalu mengeringkannya dengan cara dikibas-kibaskan.
Kebetulan lagi, saat itu ada kereta yang melintas. Melihat ada tanda merah dikibas-kibaskan dari jauh, masinis kereta itu kaget lalu menginjak rem keras-keras. Sangkanya ada hal darurat yang membahayakan. Lalu kereta berhenti tepat di samping tukang kupat tahu tadi.
Masinis: "Ada apa, pak?"
Tukang Kupat Tahu: "Gak ada apa-apa, pak, tinggal bumbunya saja.
20. Teks Anekdot Singkat XX
Kereta dan Tukang Kupat Tahu
Pada suatu hari, seperti biasa, dari pagi sampai siang tukang kupat tahu berdagang di SMP 4 Tasikmalaya; jam 12 siang, dia biasanya menyusun rel kereta untuk mengambil jalan pintas menuju ke lokasi dagang selanjutnya, yakni Pasar Pancasila.
Tetapi kebetulan hari ini, dagangannya sudah habis. Pembeli terakhirnya membeli kupat tahu di sisi rel kereta. Sesudah pembeli terakhir itu selesai, tukang kupat tahu itu membersihkan piringnya yang berwarna merah lalu mengeringkannya dengan cara dikibas-kibaskan.
Kebetulan lagi, saat itu ada kereta yang melintas. Melihat ada tanda merah dikibas-kibaskan dari jauh, masinis kereta itu kaget lalu menginjak rem keras-keras. Sangkanya ada hal darurat yang membahayakan. Lalu kereta berhenti tepat di samping tukang kupat tahu tadi.
Masinis: "Ada apa, pak?"
Tukang Kupat Tahu: "Gak ada apa-apa, pak, tinggal bumbunya saja.
Demikianlah 20 contoh teks anekdot singkat yang dapat kamu baca dan simak makna di dalamnya; sudah baca?
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.