Sonora.ID - Pemerintah telah menetapkan 12 wilayah prioritas pemberantasan stunting pada tahun ini, agar dapat memenuhi target 14% angka prevalensi stunting pada tahun 2024.
Dalam program “Sonora Pagi” di Radio Sonora, Selasa, (12/09), Sekretaris Utama BKKBN, Drs. Tavip Agus Rayanto Msi mengatakan, 12 wilayah prioritas ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu provinsi yang angka prevalensi stuntingnya tinggi namun jumlah penduduknya tidak banyak dan provinsi yang angka prevalensi stuntingnya rendah namun jumlah penduduknya banyak.
“Provinsi yang angka prevalensi stuntingnya tinggi namun jumlah penduduknya tidak banyak, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara”.
"Kemudian kelompok kedua adalah provinsi yang angka prevalensi stuntingnya rendah namun jumlah penduduknya banyak seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Sumatera Utara”, ujarnya dalam wawancara melalui telpon dengan Rara Kalesaran, Penyiar Radio Sonora Jakarta.
Tavip menambahkan, ketika 12 provinsi tersebut dihitung, maka telah menyumbang lebih dari 69% nasional.
Baca Juga: Keluarga Berisiko Stunting dan Catin Jadi Prioritas Upaya Cegah Stunting
“Maka apabila kita ingin fokus atau prioritaskan, jika 12 provinsi tersebut digarap secara baik, kontribusinya sudah 69% secara nasional sendiri”, tambahnya.
Tavip menjelaskan bahwa dengan memprioritaskan 12 provinsi tersebut bukan berarti di luar provinsi itu tidak ditangani.
Provinsi di luar itu tetap ditangani namun penanganannya dilakukan dengan program regular, karena keterbatasan sumber daya baik uang dan tenaga.
Atas dasar itulah maka Tavip menjelaskan pentingnya penentuan daerah-daerah prioritas.
Berbicara anggaran, karena tahun depan ada Pemilu yang tentunya menyedot dana besar, maka dengan anggaran yang tetap, bukan berarti akan mempengaruhi capaian.
Dengan uang yang ada dan relatif tetap, BKKBN mencoba mengoptimalkan peran swasta.
Tavip juga mengapresiasi program Sonora Peduli Stunting yang merupakan bentuk kemitraan swasta dan pemerintah yang luar biasa dalam membantu menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia.
“Justru itu yang nilainya tinggi dan tidak mengandalkan APBN” kata Tavip.
Menutup perbincangan pagi tadi, Sonora menanyakan apa strategi yang paling berdampak dan efektif dalam pencegahan stunting di Indonesia.
Tavip mengatakan bahwa strategi yang paling bagus adalah pencegahan daripada penanganan. Karena penanganan stunting biayanya lebih besar dan pemulihannya lebih berat.
“Tahapannya adalah mencegah sejak sebelum perkawinan dilaksanakan. Perlu untuk mengetahui status kesehatan calon pengantin, apabila ada pasangan kurang sehat maka disarankan untuk menunda kehamilan. Kemudian melaksanakan fungsi pelayanan kepada ibu hamil. Karena pelayanan kesehatan pada saat hamil inilah yang menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan”, ujarnya.
“Selanjutnya adalah pada 1000 Hari Pertama Kehidupan, karena ketika sudah balita maka koreksi stunting akan lebih sulit. Jadi lebih baik mencegah daripada menangani” pungkasnya.
Penulis : Rara Kalesaran