“Pengaduan yang diterima pasti ditindaklanjuti, baik ke penyelenggara maupun ke pengguna layanan perbankan,” imbuhnya.
Sementara itu, sebelum memberi materi pada Seminar Perlindungan Konsumen dan Launching QRIS Goes to Campus di ULM, Ricky Satria Kepala Grup Perlindungan Konsumen Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI mengatakan bahwa kejadian yang dialami pengusaha asal Martapura itu harus disikapi dengan bijak.
Jika konteksnya merupakan kesalahan nasabah sendiri, maka pihak bank tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami nasabah. Namun, jika kesalahan bank atau penyelenggara, maka harus ada penggantian kerugian kepada nasabah.
Ia mencontohkan seperti PIN ATM yang dibikin gampang, misalnya menggunakan angka 1 hingga 6 yang mudah diingat. Padahal saat pembuatan rekening, pihak bank menurut Ricky telah mengingatkan untuk membuat PIN yang sulit.
Baca Juga: Berulang Tahun Ke-64, PEPABRI Kalsel Tegaskan Netral di Tahun Politik
“Misalnya kartu ATM pin nya dibikin gampang untuk diingat seperti 1-2-3-4-5-6, padahal bank sudah mengingatkan dibuat pin yang sulit,” bebernya.
Untuk mengungkap kasus Social Enggineering, nasabah menurutnya harus segera melaporkannya kepada pihak berwajib dengan menyertakan bukti dan kronologi kejadian.
“Yang penting mengadu dulu dengan bukti dan kronologi, itu bisa diproses,” pungkasnya.