Sonora.ID - Berita tentang penangkapan sejumlah oknum operator studio yang memproduksi konten film berbau porno di Jakarta mengegerkan masyarakat dan jagat maya.
Tidak hanya satu, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya bahkan melakukan penggerebekan tiga studio sekaligus dan menetapkan oknum-oknum yang terlibat sebagai tersangka.
Polisi menjelaskan jika film-film hasil produksi mereka ini berdurasi 1 – 1,5 jam yang disebarkan di internet.
Mirisnya lagi, mereka diduga merekrut selebgram sebagai aktris dalam film-film yang diproduksinya.
Selebgram atau pemengaruh (influencer) yang memiliki banyak pengikut, yang seyogyanya dapat menjadi contoh yang baik melalui konten-konten yang diunggahnya.
Baca Juga: 7 Dampak Buruk Kecanduan Pornografi, Merusak Moral, Mental dan Otak!
Selebgram yang mengupload konten dewasa ini kadang tidak sadar bahwa konten ini bisa diakses dengan mudah oleh anak.
Anak adalah peniru yang ulung. Usia anak identik dengan rasa ingin tahu yang besar sehingga apabila mereka penasaran atau tertarik dengan suatu hal maka mereka akan berusaha mencari tahu.
Mereka seperti busa yang mampu menyerap dan mengikuti apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka rasakan. Kondisi ini membuat anak-anak mendapatkan pendampingan dan bimbingan yang baik.
Apalgi saat ini, anak-anak mudah terpapar berbagai konten yang digital yang diakses baik melalui media sosial maupun internet.
Dalam wawancara dengan Radio Sonora dalam program Sonora Pagi pada Kamis (14/09), Psikolog klinis, Ratih Ibrahim mengatakan bahwa anak-anak harus diawasi untuk menonton konten yang sesuai dengan umurnya.
“Anak-anak harus dilindungi dari konten dewasa yang tidak sepatutnya dilihat sesuai usia mereka” Tegasnya.
Konten dewasa tidak hanya terbatas pada konten yang bersifat pornografi melainkan juga konten yang menampilkan kekerasan, menakutkan dan mengerikan (horror) atau konten percakapan yang tidak mengandung hal-hal berbau SARA.
“Pembuat dan penyedia konten sudah selayaknya memberikan peringatan atau informasi sasaran usia yang boleh atau tidak boleh melihat konten yang mereka tayangkan” ungkap Psikolog yang juga founder dari Personal Growth ini.
Ketika kondisi kejiwaan anak-anak belum matang, maka konten dewasa dapat menimbulkan trauma yang akan berdampak buruk bagi tumbuh kembangnya dan akan membekas hingga tua. Dampak lainnya adalah dapat menimbulkan kesalahan persepsi dalam benak anak.
Baca Juga: Seksolog: Kecanduan Pornografi Bisa Timbulkan Salah Persepsi Soal Seks
Mereka akan membandingkan apa yang dilihat dalam tayangan ‘dewasa’ dengan realitas hidup yang sebenarnya.
Adanya gap persepsi itu akan membuat mereka bingung dan jika tidak ada bimbungan atau arahan yang baik, kebingungan itu dapat menyebabkan mereka mempraktikkan apa yang mereka lihat dalam konten.
“Misalnya, bisa saja anak akan menyentuh, meraba atau memegang bagian tubuh sensitif teman sekelasnya seperti yang mereka lihat di tayangan”, ujarnya.
Contoh lain, Kerap terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan seorang anak akibat terlalu sering melihat video-video adegan pemukulan dan sebagainya. Pengaruh tayangan berisi kekerasan verbal juga acapkali ditiru anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Perilaku ini tentu akan menimbulkan banyak masalah baru bagi anak jika tidak dicarikan solusinya”, tambahnya.
Menyadari bahwa sulit bagi orang tua sekarang dapat mendampingi anak selama 1 x 24 jam, maka penting bagi orang tua untuk mengetahui cara kerja dan algoritma media sosial.
“Untuk platform tertentu sudah disediakan parental lock yang dapat menyaring tayangan-tayangan yang muncul di linimasa” saran Ratih.
Hal ini akan memperkecil peluang konten dewasa muncul saat mereka membuka sosial media.
Jika orang tua melihat buah hatinya terlanjur mengakses konten-konten dewasa, maka panik yang dirasakan jangan sampai membuat emosi dan langsung memarahi sang anak. Bicaralah empat mata, duduk bersama, dan mulailah perbincangan dengan satu kalimat
“Ayah/Bunda, mengerti kamu sangat ingin tahu,,,,,” setelah itu, di depan sang anak konten tersebut di hapus kontennya lalu buat kesepakatan atau perjanjian. Perjanjian yang dibuat setelah mereka paham apa dampak buruk yang akan terjadi pada diri anak tersebut saat mengakses konten dewasa.
Baca Juga: Arti Kata Slebew yang Viral di Media Sosial, Punya Makna Vulgar?
Ketika ditanya tentang kasus yang paling banyak yang ditangani sebagai praktis, Ratih menjelaskan masalah screentime yang tidak terkontrol adalah kasus terbanyak pada anak di Indonesia saat menonton konten digital saat ini.
Berapa banyak lagi yang akan ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka, kita akan masih menunggu pengusutan kasus ini.
Ketika konten film yang diproduksi itu sudah ada di internet maka akan dengan mudah tersebar dan diakses oleh pengguna internet tidak hanya orang dewasa. Anak-anak di Indonesia dengan pemakaian internet yang cukup tinggi kerapkali melihat tayangan pop-up yang berisi tautan-tautan tertentu.
Tidak jarang tautan ke konten dewasa muncul lalu sengaja atau tidak sengaja akan di klik, masuklah anak tersebut ke sebuah konten yang akan sangat membahayakan hidup mereka.
Penulis : Wahyudi Samadi
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.