Palembang, Sonora.ID - Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK, melakukan peninjauan langsung pada Kapal Self Propelled Oil Barge (SPOB) Dinar Jaya yang diamankan oleh Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel atas dugaan penyeludupan BBM produksi Illegal Refinery asal Kabupaten Musi Banyuasin.
Peninjauan dilakukaan saat kondisi Kapal SPOB Dinar Jaya bersandar di Dermaga Lautan Energi, Kelurahan Tiga Ilir, Kecamatan Ilir Timur II Palembang, pada Sabtu (23/09/2020) pagi.
Sebagai informasi, kapal berkapasitas 90 ton ini merupakan barang bukti yang disita oleh Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel beberapa waktu sebelumnya.
Kapal SPOB Dinar Jaya ini diduga akan memuat BBM ilegal refinery jenis Premium atau Bensin dan Pertalite yang berasal dari Kabupaten Muba.
Kapolda Sumsel menegaskan bahwa Kapal SPOB Dinar Jaya tidak memiliki izin pelayaran.
Baca Juga: Syukuran Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke-68 tahun 2023 Polda Sumsel
"Dari informasi yang diperoleh dari KSOP Palembang, kapal ini tidak pernah melaporkan keberangkatannya. Saat dilakukan pemeriksaan dokumen kapal, tidak ditemukan dokumen yang sah. Seluruh awak kapalnya juga melarikan diri, dan kami sedang melakukan penelusuran untuk mengidentifikasi pemilik kapal," kata Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK MH, yang didampingi oleh Plt Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Putu Yudha Prawira SIK MH dan Kasubdit Tipidter AKBP Tito Dani ST MH pada Sabtu (23/09).
Selain itu, pada kapal SPOB Dinar Jaya yang sekarang berada dalam pengawasan polisi, ditemukan plang dengan tulisan PT Teladan Makmur Jaya serta nomor registrasi usaha niaga minyak dan gas bumi 124/NU-BBM-IU/BPH Migas/2013, oil and gas energy dengan kode izin usaha: 05:NW.03.29.00.139.
Kapolda Sumsel berencana untuk mengonfirmasi kepada BPH Migas apakah nomor yang tercantum di kapal tersebut merupakan nomor asli.
Selanjutnya, Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK MH mengungkapkan bahwa 10 ton minyak Pertalite yang ditemukan di dalam kapal tersebut diduga bukan produk dari PT Pertamina.
"Muatan yang diangkut oleh kapal ini merupakan hasil sulingan dari masyarakat (Illegal Refinery -red)," ujarnya.
Kapolda Sumsel juga mencatat bahwa praktik distribusi Minyak Sulingan dari Kabupaten Musi Banyuasin ini juga melibatkan BBM resmi produksi dari Pertamina.
"Minyak Sulingan dari masyarakat ini berbahaya. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, minyak ini dicampur dengan minyak SPBU dengan perbandingan 3 dari SPBU dan 7 dari Minyak Sulingan masyarakat," tambahnya.
Menurut Irjen Pol A Rachmad Wibowo, Kapal SPOB Dinar Jaya yang mengangkut BBM produksi Illegal Refinery asal Kabupaten Musi Banyuasin ini kemudian dipasarkan kepada kapal-kapal tug boat yang mengangkut batubara.
Ia bahkan mengungkap bahwa penyelundupan BBM ilegal refinery asal Kabupaten Musi Banyuasin melalui jalur laut ini memiliki jangkauan yang luas antar pulau.
Baca Juga: Daftar Kajian IESR terkait Transisi Energi Batubara ke Energi Terbarukan
"Beberapa waktu lalu, ada kapal yang membawa BBM ilegal ini ke Bangka Belitung yang diperuntukkan untuk penambangan timah ilegal. Saya juga mendapat informasi bahwa minyak dari Sumsel ini juga sampai ke Kalimantan untuk pertambangan batubara," ujarnya.
Terlepas dari itu, pengungkapan kasus penyelundupan minyak hasil Illegal ko Refinery ini mengindikasikan bahwa aktivitas pengeboran ilegal masih terus berlangsung di Sumatera Selatan, terutama di Kabupaten Musi Banyuasin.
Kapolda Sumsel mengakui bahwa hingga saat ini masih banyak lokasi penyulingan ilegal refinery yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin.
Menurutnya, kelanjutan ilegal refinery di Kabupaten Musi Banyuasin ini disebabkan oleh perbedaan harga jual minyak mentah yang sangat besar antara tempat penyulingan dan Petro Muba, yang merupakan BUMD asal Musi Banyuasin yang mengelola sektor pengangkutan minyak mentah ke Pertamina.
"Pertamina membeli minyak mentah dari Petro Muba hanya sekitar 70 persen dari harga ICP (Indonesia Coal Price), sekitar Rp4.250. Sementara itu, Petro Muba membeli minyak mentah dari masyarakat hanya sekitar 80 persen dari harga yang dibayarkan oleh Pertamina, sekitar Rp3.050," jelasnya.
Sementara itu, menurut Rachmad, jika masyarakat menjual minyak mentah dari sumur minyak ke tempat penyulingan, mereka mendapatkan harga yang jauh lebih baik.
Setiap drum minyak kapasitas 200 liter dapat dibeli dengan harga sekitar Rp 1,2 juta, yang berarti harga per liter hanya sekitar Rp6.000.
Ini merupakan selisih harga sekitar Rp2.950 dibandingkan dengan menjualnya ke Petro Muba.
"Saya telah menyampaikan masalah ini kepada BPH dan SKK Migas agar berdiskusi dengan Kementerian ESDM dan Pertamina untuk menyesuaikan harga. Dengan demikian, ketika Polri melakukan penindakan terhadap tempat penyulingan ilegal, masyarakat masih dapat memperoleh harga yang baik dari Petro Muba tanpa adanya selisih harga yang terlalu tinggi," tambahnya.
Tindakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin juga dapat memberi kontribusi ke kas negara melalui sektor pajak.