Namun, beberapa zat dalam tinta tato, seperti nikel, merkuri, dan senyawa logam lainnya, dapat memicu timbulnya reaksi alergi, seperti rasa gatal dan munculnya ruam pada kulit yang telah ditato.
3. Tetanus
Peralatan tato yang tidak menjaga kesterilan dapat meningkatkan risiko terkena tetanus. Hal ini terjadi karena jarum yang tidak steril dan tidak disimpan dengan benar memiliki kemungkinan besar mengandung bakteri.
Salah satu jenis bakteri penyebab tetanus adalah Clostridium tetani.
Jika jarum yang digunakan terkontaminasi oleh bakteri ini, maka bakteri tersebut bisa masuk ke dalam kulit dan menyebabkan infeksi tetanus.
4. Hepatitis
Tidak hanya kesehatan pada kulit ketika hendak membuat tato, Anda juga perlu waspada terhadap risiko penularan penyakit seperti hepatitis B dan hepatitis C.
Risiko ini dapat meningkat jika jarum yang digunakan untuk tato tidak steril atau terkontaminasi dengan darah dari individu yang sudah terinfeksi hepatitis B atau hepatitis C.
5. HIV
Selain hepatitis, pembuatan tato permanen juga membawa risiko penularan HIV. Meskipun insiden penularan HIV melalui tato jarang terjadi, risiko ini tetap harus diperhatikan.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa jarum yang digunakan dalam proses tato adalah jarum steril yang baru, bukan jarum bekas.
Tato permanen juga dapat memiliki dampak saat Anda perlu menjalani pemeriksaan MRI. Tato permanen dapat menyebabkan munculnya pembengkakan atau sensasi terbakar pada area kulit yang memiliki tato selama proses MRI.
Selain itu, dalam beberapa situasi, hasil pemeriksaan MRI juga dapat menjadi kurang optimal karena adanya zat warna pada kulit yang telah ditato.
Penulis: Arkan Pradipta
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.