Selang beberapa lama, mereka pun kembali ke Bandar Muar. Jamuan makan besar- besaran lalu diadakan. Malim Deman juga ditabalkan menjadi raja.
Tidak lama kemudian ayahanda Malim Deman pun gering, lalu mangkat. Sejak kematian ayahanda, Malim Deman pun lalai memerintah negeri. Setiap hari ia hanya asyik menyabung ayam saja.
Dalam keadaan yang demikian, Putri Bungsu pun melahirkan seorang anak yang diberi nama Malim Dewana. Arkian Malim Dewana besarlah, tapi Malim Deman tetap tidak mau kembali ke istana melihat putranya.
Putri Bungsu sangat masygul hatinya. Kebetulan pula ia menemukan kembali baju layangnya. Maka ia pun terbang kembali ke kayangan dengan anaknya Malim Dewana.
Sepeninggal Putri Bungsu, barulah Malim Deman menyesal. Tujuh hari tujuh malam ia tidak tidur, tidak makan, leka dengan menangis saja. Akhirnya ia berazam pergi mendapatkan istri dan anaknya kembali.
Dengan susah payah, sampailah ia ke rumah nenek Kebayan dan bertanya di mana bisa diperoleh burung borak yang dapat membawanya ke kayangan.
Dengan bantuan nenek Kebayan, tahulah ia bahwa Putri Terus Mata ada menyimpan burung borak. Raja jin bersedia meminjamkan burung borak pada Malim Deman dengan syarat bahwa Malim Deman harus kawin dengan anak perempuannya, yaitu Putri Terus Mata. Malim Deman menyanggupi hal ini.
Sesampai di kayangan didapatinya Putri Bungsu akan dikawinkan dengan Mambang Molek. Malim Deman mengalahkan Mambang Molek dalam menyabung ayam. Maka timbullah pertikaman antara keduanya.
Mambang Molek terbunuh. Demikian juga saudara- saudaranya. Sekali lagi Malim Deman dikawinkan dengan Putri Bungsu.
Selang beberapa lama, Malim Deman sekeluarga pun turun ke dunia kembali. Perkawinan dengan Putri Terus Mata lalu diadakan.